BERITA JAKARTA – Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Cikarang diminta obyektif menangani perkara Setyawan Priyambodo alias Bimo, terdakwa kasus dugaan penipuan dan pemalsuan dengan pelapor istri terdakwa sendiri bernama, Krisnawati.
Kuasa Hukum Bimo, Anwar Sadat Lubis dari Citra Hukum dan Keadilan menyatakan, selayakna Majelis Hakim bersikap objektif. Sebab kasus tersebut secara logika dan akal sehat sangat tidak sesuai, mengingat pelapor dan terdakwa adalah suami istri.
Terdakwa Bimo yang sudah beristri dituduh telah melakukan penipuan untuk bisa menikahi pelapor, Krisnawati.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Sementara, pelapor sendiri jauh sebelum menikah dengan terdakwa, sudah mengetahui kalo terdakwa telah memiliki istri yang sah.
“Mana ada istri jadi korban penipuan suaminya sendiri. Sementara keduanya (terdakwa dan pelapor) sudah menikah secara sah,” jelas Anwar saat ditemui wartawan di Jakarta, Selasa (4/6/2024).
Anwar pun bercerita mengenai asal muasal kliennya dituduh melakukan penipuan hingga berujung dilaporkan dan ditahan pihak berwajib.
Menurutnya, kasus berawal ketika pelapor meminta Bimo untuk menceraikan istri pertama. Namun permintaan itu, ditolak oleh terdakwa.
Bimo dengan tegas, tetap ingin memiliki dua istri, pelapor dan istri pertama. Keributan dan ketidakharmonisan mulai tersulut.
Bimo dan pelapor awalnya menikah secara siri di Solo, Jawa Tengah, kemudian pernikahan secara resmi dilaksanakan pada akhir September di wilayah Bogor, Jawa Barat.
“Awal keributan pada saat ibadah. Kepada Pak Bimo, pelapor menyampaikan, bahwa tidak ada yang bisa dicapai di dunia ini kecuali saya (pelapor-red) memiliki Bimo seutuhnya,” ungkap Anwar menirukan pembicaraan Bimo.
Diungkapkan Anwar, pernyataan tersebut disampaikan oleh pelapor sebanyak dua kali berturut-turut kepada kliennya, Bimo.
“Namun Pak Bimo menolak, sehingga proses haji belum selesai dia (pelapor) sudah pulang sendiri, tidak mengikuti jadwal travel yang ditentukan,” tuturnya.
Perseteruan antara Bimo dengan Krisnawati ternyata tak habis di situ. Sepulang dari ibadah haji, Bimo kemudian dipaksa oleh pelapor untuk pergi ke Bali. Pelapor meminta Bimo untuk memulai proyek Vila di Ubud, Bali.
“Pak Bimo datang, selama dua hari di proyek, dirayu (pelapor) untuk kendalikan proyek Vila di Ubud. Namun Pak Bimo menolaknya,” ujar Anwar.
Kemudian pada Agustus 2023, Bimo juga telah disiapkan tiket pesawat untuk persiapan acara 17 Agustus di Natuna. Namun, Bimo tidak hadir.
“Anehnya, setelah tidak hadir, klien saya, Pak Bimo malah dilaporkan ke Polda Metro Jaya,” sesal Anwar.
Adapun Bimo dilaporkan oleh Krisnawati atas dugaan penipuan dan pemalsuan akta autentik. Bimo dituduh melakukan tindak pidana tersebut sejak bulan Agustus tahun 2021 silam.
Ironisnya, tindak pidana yang dituduhkan kepada kliennya itu berdalih untuk menguras harta benda Krisnawati.
Dedi Saputra yang juga pengacara Bimo pun angkat bicara mengenai tuduhan tersebut.
Dari awal, Pak Bimo tidak pernah meminta uang ke dia (Krisnawati). Dia selalu janjikan proyek hotel Jelita Sejuba yang 4 tahun pekerjaannya tidak selesai.
Dengan kehadiran Pak Bimo, malah proyek tersebut hanya memaksanya waktu delapan bulan untuk bisa berjalan sampai diresmikan,” ucapnya.
“Dana yang pernah diberikan kepada Pak Bimo, memang ada. Tapi banyak yang digunakan kembali untuk kepentingan dia (Krisnawati) dan proyek Sejuba serta pembelian mobil yang sampai sekarang tidak ikut disita Polda,” sambung Dedi.
Untuk itulah, Dedi meminta agar kliennya tersebut dibebaskan dari segala dakwaan Jaksa.
“Karena klien kami tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana penipuan dan pemalsuan akta autentik sebagaimana yang dituduhkan oleh pelapor,” pungkas Anwar. (Sofyan)