BERITA JAKARTA – Dramatisasi perubahan sikap “mendua” yang dipertontonkan Reda Mantovani selaku pimpinan Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta, terkait status penyelidikan menjadi penyidikan terhadap PT. AMJ dan perusahaan lainnya, kontan menuai kecaman publik.
Pasalnya, pihak Kejati DKI Jakarta sempat menegaskan kasus ekspor minyak goreng yang dilakukan secara melawan hukum oleh PT. AMJ dan perusahaan lainnya bukan tindak pidana korupsi, melainkan hanya kasus Kepabeanan.
Namun entah mengapa tiba-tiba penegasan itu seolah hanyalah sebatas pemberian harapan palsu alias PHP belaka. Manajemen PT. AMJ kepada media massa sempat mengklaim pihaknya telah mengikuti prosedur yang berlaku dalam proses ekspor minyak goreng kemasan ke luar negeri.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Pakar Hukum Pidana, Dr. Abdul Fickar Hadjar menduga perubahan sikap ambigu komandan Kejati DKI yang begitu cepat mengindikasikan ada “sesuatu” dibalik keputusan akan menaikan status penyelidikan PT. AMJ bersama perusahaan lainnya menjadi penyidikan.
“Jika sikap Jaksa terkesan ambigu dalam menentukan pengambilan keputusan, “biasanya” ada apa-apanya,” sindir Fickar, Rabu (19/4/2022) malam melalui pesan singkat.
Fickar menduga, sikap ambigu Jaksa Kejati DKI Jakarta disinyalir pasca ditetapkannya IWW Dirjen Perdagangan Luar Negeri pada Kementerian Perdagangan bersama tiga orang lainnya sebagai tersangka dugaan korupsi Crude Palm Oil (CPO) oleh penyidik pidana khusus Kejaksaan Agung.
Dijelaskannya, inkonsisten yang dilakukan para penyelidik di Kejati DKI, bisa jadi disebabkan terkendala pada putusan yang pernah diambilnya terdahulu, namun kini harus dirubahnya sendiri.
“Dan biasanya terkendala pada putusan yang pernah diambilnya terdahulu yang kini harus dirubahnya,” sindir Fickar lagi.
Lebih jauh Fickar menjelaskan, untuk menentukan tindak pidana korupsi harus ada kerugian negara dalam satu kegiatan usaha, baik yang berkaitan dengan perizinan meskipun pajak ataupun manipulasi status objek barang yang diperjual belikan.
Dikatakan Fickar, dalam konteks kasus minyak goreng ini adakah kerugian negara yang disebabkan oleh manipulasi pemasukan negara dengan modus pembayaran pajak atau kewajiban lainnya. Jika ada manipulasi baik jumlah maupun jenis barang yang menyebabkan berkurang atau tidak dibayarkannya kewajiban kepada negara.
“Penyelesaiannya bisa secara administratif dengan membayar denda kepada negara atau pengusutan pidana korupsi karena memanipulasi pembayaran yang menjadi hak negara,” tandasnya.
Sebelumnya, melalui Kasi Penkum Kejati DKI Jakarta, Asyari Syam, kasus ekspor minyak goreng melalui Pelabuhan Tanjung Priok itu masih berjalan meski sebelumnya penanganannya diserahkan ke penyidik kepabeanan kantor pelayanan utama Bea dan Cukai Tipe A Tanjung Priok.
“Itu yang dilimpahkan penanganannya ke penyidik Bea dan Cukai Tanjung Priok untuk diproses lebih lanjut berdasarkan ketentuan UU No. 10 Tahun 1995 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 17 Tahun 2006 tentang Kepabeanan,” kata Ashari dalam keterangan pers tertulisnya, Rabu (20/4/2022).
Ashari mengatakan sejatinya yang diserahkan ke Bea Cukai adalah terkait masalah pajak bea keluar yang tidak dibayarkan oleh PT AMJ kepada negara selama melakukan ekspor minyak goreng kemasan. Ashari menyebut minyak goreng yang siap ekspor ke Hong Kong itu tidak dilengkapi PEB yang benar.
Sementara itu, di luar permasalahan tersebut, Ashari mengungkap tim penyidik Kejati DKI Jakarta masih tetap mengusut dugaan korupsi distribusi ekspor minyak goreng. Dia bahkan menyebut kasusnya kini sudah naik ke tahap penyidikan.
“Tim penyidik Pidsus Kejati DKI Jakarta masih jalan penanganan kasus dugaan korupsi distribusi ekspor minyak goreng. Bahkan kini kasusnya telah dinaikkan statusnya ke tahap penyidikan sebagaimana Surat Perintah Penyidikan Kepala Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta, Nomor: Print-1033/M.1/Fd.1/04/2022 tanggal 6 April 2022,” pungkas Ashari. (Sofyan)