BERITA JAKARTA – Pernyataan Jaksa Agung ST. Burhanuddin mengenai moral hukum dan hati nurani berbanding terbalik dengan kenyataan. Hal itu, dikatakan Hartono Tanuwidjaja, kuasa hukum dari pengusaha bernama, Paviter Prem Harjani (PPH).
Berbanding terbalik itu, bisa dilihat dari permohonan keberatan ke Pengadilan Tipikor Jakarta terhadap putusan tindak pidana korupsi Nomor:29/Pid/Sus/TPK2020/PN.Jkt.st tanggal 26 Oktober 2020 yang terdftar dengan perkara Nomor:13/Pid.SUS./Keb/TPK/2020/PN.Jkt.Pst atas nama terdakwa, Benny Tjokrosaputro versus Kejaksaan Agung sebagai termohon Kasasi,” kata Hartono, Senin (13/9/2021).
Dikatakan Hartono, kalau Kejaksaan Agung mensita, mengambil, merampas dan memindahkan barang-barang berupa saham milik pihak ketiga tanpa membuat atau memberikan tanda terima sesuai dengan Pasal 42 KUHAP serta tanpa membuat atau memberikan berita acara sesuai Pasal 75 KUHAP, apakah tindakan dan perbuatan di atas bersumber pada moral hukum.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Kliennya, PPH merupakan salah seorang nasabah investor yang sejak tahun 2011, aktif melakukan transaksi perdagangan saham di Bursa Efek Indonesia, tanpa bermasalah atau melanggar hukum,” jelasnya.
Kejaksaan Agung, lanjut Hartono, telah melakukan pemblokiran, penyitaan dan perampasan harta benda milik pihak ketiga yang tidak ada kaitan hukum dan mempunyai kaitan apapun dengan terjadinya perbuatan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) yang terjadi pada kurun waktu tahun 2008-2018.
Secara khusus, kata Hartono, telah memblokir SID (Single Investor) atas nama PPH dengan kode SDD Nomor: 2007211804595. Secara khusus pula, telah menyita harta benda pihak ketiga milik Pemohon Kasasi sejumlah saham di rekening Sub Efek atas nama PPH berdasarkan penetapan sita Nomor: 99/Pen.Pid.Sus/TPK/VV/2020/Pn.Jkt.Pst.
Dengan sengaja merampas harta benda pihak ketiga atau kepunyaan Pemohon Kasasi yang berupa saham-saham di rekening Sub Efek atas nama PPH yang berada pada perusahaan Sekuritas PT. HN Korindo Sekuritas Indonesia dan terdaftar resmi di Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI).
“Sebagaimana termuat dalam putusan Tipikor Nomor:29/Pid/SUS/TPK/2020/PN.Jkt.PSt. tanggal 26 Oktober 2020 atas nama, Benny Tjokro Saputro. Fakta keliru tersebut diatas, sudah amat jelas dan nyata merupakan tindakan atau perbuatan melanggar hukum yang dilakukan Termohon Kasasi Kejaksaan Agung,” jelasnya.
Karena, sambung Hartono pada proses penyidikan kasus dugaan Tipikor penyimpangan dalam penggelolaan keuangan dan Investasi pada PT. Asuransi Jiwasraya yang disidik Kejaksaan Agung, pernah pemohon Kasasi dipanggil dan diperiksa sebagai saksi serta dimintai keterangan sekaligus dimuat ke dalam Berita Acara Pemeriksan (BAP).
“Aneh bin ajaib, pada saat kasus Tipikor ini bergulir ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, ternyata Pemohon Kasasi tidak pernah dipanggil untuk memberikan keterangan di muka persidangan sebagai saksi oleh pihak Kejaksan Agung,” bebernya.
Tetapi keberadan harta benda pihak ketiga milik Pemohon Kasasi berupa saham saham di rekening Sub Efek pada PT. NH Korindo Sekuritas Indonesia sesuai dengan proses tahapannya telah dilakukan pemblokiran dan penyitaan yang selanjutnya dirampas Kejaksaan Agung, sehingga Termohon Kasasi praktis tidak dapat melakukan kalrifikasi.
“Kejaksan Agung yang telah keliru menuduh keberadan SID dan rekening Sub Efek atas nama Pemohon Kasasi diduga ada hubungan kaitan sebagai Nomimee atau terafiliasi Grop Investor dengan kegiatan transaksi Saham dengan tersangka Benny Tjokro Saputro di pasar modal atau bursa efek Indonesia,” pungkas Hartono. (Sofyan)