BERITA BEKASI – Persidangan kasus mafia tanah yang melibatkan mantan Kepala Desa (Kades) Segara Makmur, Agus Sofyan yang kini kembali maju mencalonkan diri Periode 2020-2026, tetap berjalan sesuai jadwal di Pengadilan Negeri (PN) Cikarang, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat.
Kepada awak media, Humas PN Cikarang, Navis mengatakan, persidangan terdakwa, Agus Sofyan, tetap berjalan sesuai dengan jadwal yaitu gelaran sidang kedua pada minggu depan yakni, Selasa 7 April 2020, karena berstatus tahanan luar atau tahanan kota.
“Selama darurat virus Corona atau Covid-19 memang sekarang diterapkan persidangan secara online atau vicon. Tapi, berhubung yang bersangkutan tidak ditahan di Lapas, karena sebagai tahanan kota, sehingga tidak bisa diterapkan,” katanya, Sabtu (4/4/2020).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Namun demikian lanjut Navis, PN Cikarang tetap melakukan pembatasan pengunjung pada gelaran persidangan tersebut, termasuk pihak keluarga tidak diperkenankan masuk atau hadir diruang persidangan, sesuai himbauan Pemerintah dan Maklumat Kapolri.
“Sidang tetap terbuka, namun dibatasi pengunjungnya. Bahkan pihak keluarga sendiri, tidak diperbolehkan masuk ke ruang persidangan. Sekarang kan sudah tidak boleh ramai–ramai lagi di ruang persidangan sesuai himbauan Pemerintah,” tandasnya.
Sebelumnya, Sub-Direktorat Harda Ditkrimum Polda Metro Jaya (PMJ), meringkus Kepala Desa Segara Makmur, para Staf, hingga mantan Camat Tarumajaya, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, karena terbukti melakukan persekongkolan menerbitkan akta tanah palsu pada September 2018 lalu.
Terungkapnya kasus itu, bermula ada seorang pemilik tanah berinisial L tahun 2014 mendapat informasi bahwa ada sekelompok orang yang mengaku sebagai pemilik tanahnya dengan warkah lengkap memiliki girik yang disertai surat keterangan tidak sengketa dan surat kematian.
Surat-surat tersebut, ditandatangani lengkap Kepala Dusun (Kadus) hingga Camat juga keterangan waris seolah-olah telah terjadi jual-beli pada objek tanah tersebut. Dokumen-dokumen yang diduga palsu tersebut, tercatat secara resmi di Kantor Kecamatan.
Merasa jadi korban mafia tanah, L kemudian melaporkan kasus yang menimpa dirinya ke Polda Metro Jaya dengan membawa bukti kepemilikan sertifikat asli yang menerangkan bahwa lokasi tanah tersebut merupakan miliknya dengan luas 7.700 meter persegi senilai Rp23 miliar. (Ind/Mul)