BERITA JAKARTA – Ketua Umum LBH Cahaya Indonesia, Rinto E Paulus Sitorus, menyesalkan sikap Majelis Hakim Pimpinan Muhammad Yusuf, terkait putusan NO atau Niet Ontvankelijke Verklaard, perkara Perdata antara Seherna Wati Sitompul sebagai pihak Penggugat terhadap PT. BPR Sarana Utama Multidana sebagai pihak Tergugat.
Pasalnya, Hakim Muhammad Yusuf dalam pembacaan amar putusan di Pengadilan Negeri Jakarta (PN) Pusat, diduga segan mengungkap pertimbangan hukum NO terhadap perkara PT. BPR Sarana Utama Multidana selaku pihak Tergugat.
“Sebagai Hakim seharusnya menjawab seluruh tuntutan dari masyarakat pencari keadilan, jangan karena masyarakat kecil yang menggugat, malas membuat pertimbangan dalam putusannya,” kata Rinto dalam keterangan persnya, Sabtu (25/6/2022).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Rinto pun menilai, putusan NO yang diputuskan Majelis Hakim PN Jakarta Pusat, dalam perkara Nomor: 617/Pdt. G/2021/PN Jkt.Pst, tidak konsekuen.
“Hakim pemalas dalam menyusun putusannya tidak membuat atau tidak menyampaikan pertimbangan yang memuaskan kedua belah pihak, tidak pantas berada di PN Jakarta Pusat yang merupakan Pengadilan Kelas 1A Khusus, sebagai barometer Pengadilan di Indonesia,” sesal Rinto.
Rinto juga mengaku, kecewa dengan putusan Majelis Hakim yang tidak mempertimbangkan posita mengenai hubungan hukum dan fakta hukum di dalam persidangan seperti keterangan saksi-saksi.
“Kami menilai Hakim tidak idealis dalam memutus perkara ini, semoga Ketua PN Jakarta Pusat mendengar dan mengkoreksi putusan ini, apakah benar berdasarkan hati nurani atau berdasarkan kepentingan pribadi,” ujar Rinto biasa disapa.
Sementara itu, Santo Nainggolan, salah satu Anggota Tim Penggugat juga merasa tidak puas dangan putusan NO oleh Majelis Hakim. Pihaknya pun akan mengajukan banding atau menggugat ulang.
“Selama proses persidangan pihak tergugat telah tiga kali menganti Kuasa Hukumnya. Dalam putusan yang paling disesalkan terhadap Majelis Hakim M. Yusuf, hanya mempertimbangkan eksepsinya saja, tidak ada mempertimbangkan dalil-dalil dari kami selaku Penggugat,” ungkapnya.
“Seharusnya, Majelis Hakim dapat melihat mana yang beritikad baik yang benar dan mana yang tidak,” sambungnya.
Pihaknya juga berencana menyampaikan kepada Hakim Pengawas, karena tidak objektif dan cermat dalam menangani perkara gugatan. “Kita ketahui bersama PN Jakarta Pusat adalah barometer,” kata Santo Nainggolan.
Adapun gugatan perbuatan melawan hukum ini dilayangkan Seherna Wati Sitompul terhadap PT. BPR Sarana Utama Multidana pada 12 Oktober 2021, melalui Tim Kuasa Hukum dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Cahaya Hukum Indonesia.
Dalam gugatannya, penggugat menyatakan perbuatan tergugat yang menarik kendaraan miliknya dilakukan secara sewenang-wenang dan tidak sesuai prosedur merupakan perbuatan melawan hukum.
Perbuatan tersebut, bertentangan dengan asas kepatuhan dan ketelitian Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Nomor: 35/PJOK.05/2018 tentang Penyelenggaraan Perusahaan Pembiayaan.
“Klien kami, Ibu Seherna Wati Sitompul yang notabenenya masyarakat kecil sangat terdampak akibat perbuatan pihak Tergugat,” ungkap Santo Nainggolan.
Sementara itu, pihak tergugat belum dapat dikonfirmasi. Begitu juga dengan Majelis Hakim PN Jakarta Pusat yang memutus perkara tersebut. (Sofyan)