BERITA JAKARTA – Majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Utara harus bekerja promoter untuk membuktikan, apakah wajah Novel Baswedan disiram air keras atau disiram air aki yang sudah dicampur air biasa. Sebab jika disiram air keras, pastilah wajah Novel sudah melepuh dan hancur seperti korban penyiraman air keras lainnya.
“Sementara, wajah Novel Baswedan saat ini masih mulus dan tetap tampan,” kata Ketua Presidum Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane, menanggapi peristiwa yang menimpa penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tersebut, Selasa (16/6/2020).
IPW melihat saat ini ada upaya penyesatan hukum yang dilakukan sejumlah pihak dalam kasus Novel. Kasus ini didramatisasi dan dipolitisasi sedemikian rupa seolah olah menjadi kasus yang luar biasa dan heboh. Padahal tujuannya hanya untuk menutupi kasus Novel yang sudah menjadi tersangka pembunuhan di Bengkulu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Tragisnya, orang – orang yang melakukan penyesatan hukum itu adalah para pakar hukum, aktivis HAM, dan politisi yang hendak memojokkan atau menjatuhkan citra Presiden Jokowi,” jelas Neta.
Sebab itu, IPW berharap Jaksa dan Majelis hakim tidak terpengaruh dengan provokasi orang – orang yang tidak bertanggungjawab yang seolah – olah hendak mendukung Novel padahal tujuannya hendak menjatuhkan Presiden Jokowi.
Sejauh ini, IPW menilai, sikap Jaksa dan Majelis hakim dalam memproses kasus Novel sudah on the track, sehingga tidak perlu takut terhadap manuver para pendukung Novel and the gang. Apalagi, mereka melakukan manuver yang tidak masuk akal, yakni menarik – narik Jokowi ke dalam kasus ini.
“Seharusnya, para pakar hukum dan aktivis HAM itu justru harus mendorong Jokowi agar memerintahkan Jaksa Agung segera melimpahkan BAP kasus pembunuhan yang diduga melibatkan Novel ke PN Bengkulu, agar kasusnya tuntas dan Novel tidak terus menerus tersandera,” ungkapnya.
Terlepas dari hal itu, IPW berharap lanjut Neta, Majelis hakim bekerja promoter untuk membuktikan Novel disiram air keras atau air aki yang sudah dicampur air. Sebab penasihat hukum Rahmat Kadir Mahulette, Widodo mengatakan, pada 11 April 2017 setelah mengalami serangan, Novel dibawa ke RS. Mitra Keluarga Kelapa Gading.
“Disana, oleh dokter IGD, mata Novel dicuci dengan air, sehingga PH-nya menjadi 7, yang artinya sudah netral. Asam sulfat yang sudah diencerkan dengan air juga tidak menimbulkan daya destruktif pada wajah Novel tapi memang bersifat korosif, dan untuk menetralkannya dapat menggunakan air,” paparnya.
Dalam visum et repertum bernomor:03/VER/RSMKKG/IV/2017 yang dikeluarkan pihak Rumah Sakit (RS) Mitra Keluarga pada 24 April 2017 tidak ada menunjukkan kerusakan mata Novel.
Visum et repertum dibuat 13 hari setelah terjadi dan tidak berisi derajat kerusakan, tapi hanya potensi, sehingga tidak bisa menunjukkan kerusakan itu sendiri, namun hanya potensi dan berdasarkan yurisprudensi, visum et repertum tidak mengikat Majelis hakim jika bertentangan dengan keyakinannya, sehingga unsur penganiayaan berat dalam kasus Novel tidak terbukti.
Sepertinya tambah Neta, keyakinan inilah yang membuat Jaksa menuntut satu tahun penjara pada pelaku karena dinilai melakukan penganiayaan ringan. Sebab pada dasarnya, kasus penyiraman Novel berbeda dengan kasus penyiraman air keras yang ada selama ini dimana wajah korbannya rusak parah, sementara wajah Novel tetap mulus dan tampan.
“IPW berharap Jaksa dan Majelis hakim menuntaskan kasus Novel ini secara promoter dan jangan mau diintervensi siapa pun. Hukum tetap harus berdiri tegak, sehingga nantinya Novel bisa menyelesaikan kasus pembunuhan yang dituduhkan padanya di PN Bengkulu,” pungkas Neta. (Usan)
BeritaEkspres Group