BERITA JAKARTA – Jaksa Penuntut Umum (JPU) mendakwa M. Khayam mantan Dirjen Kimia Farmasi dan Tekstil (IKFT) di Kementerian Perindustrian periode 16 Oktober 2019 hingga 2022 diduga, telah melakukan atau turut serta melakukan perbuatan secara melawan hukum bersama-sama dengan Fredy Juwono, Yosi Arfianto, Frederik Tony Tanduk, Yoni dan Sanny Wikodhiono alias Sanny Tan.
“Melakukan atau turut serta melakukan perbuatan secara melawan hukum memanipulasi jumlah data kebutuhan garam lokal atau konsumsi penambahan kuota impor dan meminta kepada PT. Sucofindo agar dalam melaksanakan verifikasi tidak secara rigid dengan menggunakan data-data tidak benar yang diterima dari PT. Sumatraco Langgeng Makmur,” ucap Jaksa diruang sidang Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat belum lama ini.
Dengan tujuan lanjut Jaksa, hasil verifikasi yang dilakukan PT. Sucofindo tidak sesuai dengan fakta yang sebenarnya, sehingga kuota impor garam menjadi lebih besar yang tidak sesuai dengan kebutuhan dalam negeri.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Para terdakwa mengetahui hasil verifikasi yang dibuat PT. Sucofindo tidak sesuai dengan fakta yang sebenarnya namun tidak melakukan evaluasi bahkan mengunakannya sebagai data untuk membuat rekomendasi impor komoditas pergaraman industri kepada PT. Sumatraco Langgeng Makmur tanpa dilengkapi data-data yang benar,” jelasnya.
Yakni, sambung Jaksa, tidak mempertimbangkan kemampuan produksi perusahaan industri yang bersangkutan dan realisasi impor perusahaan industri pada tahun sebelumnya dan kemampuan kapasitas unit pengolahan garam serta penyerapan garam lokal.
“Kemudian terdakwa M. Khayam bersama dengan Fredy Juwono, Yosi Arfianto, membuat rekomendasi persetujuan impor komoditas pergaraman industri kepada PT. SLM tanpa mempertimbangkan kemampuan produksi perusahaan industri serta realisasi impor perusahaan industri pada tahun sebelumnya,” tutur Jaksa.
Akibat perbuatan terdakwa M. Khayam bersama Yosi Arfianto, Fredy Juwono, Yoni, Sanny Wikodhiono alias Sanny Tan dan Frederik Tony Tanduk memanipulasi rencana kebutuhan garam impor yang mengakibatkan PT. SLM menerima kuota garam impor yang berlebihan.
Sehingga, tambah Jaksa, Yoni dan Sanny Tan memperoleh keuntungan dengan cara mengganti kemasan garam impor ke dalam kemasan lokal seolah-olah sebagai produk lokal untuk mengelabui garam yang konsumsi dari garam impor dan dapat diperdagangkan dengan harga yang lebih tinggi dari harga garam lokal, sehingga garam lokal tidak laku dan harganya rendah.
“Merugikan keuangan negara atau perekonomian negara sebesar Rp7.623.116.842,68 dan merugikan perekonomian negara atau kerugian rumah tangga petani garam sebesar Rp105,09 miliar yang merupakan bagian dari total hilangnya laba petani garam nasional sebesar Rp5,31 triliun,” pungkasnya. (Sofyan)