BERITA JAKARTA – Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menyatakan proses penegakan hukum tidak boleh lagi bersifat tajam ke bawah seperti kasus yang menimpa Nenek Minah yang mencuri tiga buah kakao di perkebunan milik PT. Rumpun Sari Antan (RSA) diproses secara hukum.
“Sebagai contoh, ke depan tidak boleh lagi ada hukum hanya tajam ke bawah, tapi tumpul ke atas seperti kasus Nenek Minah, karena hanya mewujudkan kepastian hukum,” kata Listyo saat uji kelayakan dan kepatutan di Komisi III DPR RI, Rabu 20 Januari 2021 lalu.
Namun titah Kapolri Jendral Listyo Sigit Prabowo sepertinya tidak diterapkan oleh jajaran Koprs Bhayangkara khususnya di Kepulauan Riau.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Kepada Matafakta.com, advokat Mahatma Mahardhika mengungkapkan, kliennya Dedy Supriadi bersama anaknya, Dwi Bobby Santoso divonis bersalah Pengadilan Negeri (PN) Batam, selama 2 tahun atas perbuatan yang tidak dilakukannya.
Putusan itu, dibacakan Ketua Majelis Hakim Dwi Nuramanu di Pengadilan Negeri Batam dengan Nomor: 170/Pid.B/2020/PN.Btm tertanggal 18 Mei 2020 jo Putusan Pengadilan Tinggi Pekan Baru Nomor: 334/PID.B/2020/PT. PBR tertanggal 14 Juli 2020.
“Kedua putusan itu, terkait laporan polisi Nomor:LP-B/34/V/2019/SPKT-Kepri tanggal 2 Mei 2019 dan telah memiliki kekuatan hukum tetap. Namun, secara substansial tetap gagal, karena menyembunyikan kepalsuan laporan Kasidi alias Ahok,” ujarnya, Selasa (1/6/21) siang.
Menurut dia, putusan tersebut justru mencerminkan kesempurnaan praktek mafia hukum yang diorganisir Kasidi alias Ahok dalam Laporan Polisi Nomor:LP-B/34/V/2019/SPKT-Kepri tanggal 2 Mei 2019.
“Pelapor menuduh Dedy Supriadi dan anaknya Dwi Buddy Santoso serta Mohammad Jasa bin Abdullah, telah menggelapkan besi – besi scrap seberat 125 ton dan 60 ton tembaga, dengan kerugian sebesar Rp3,6 miliar,” ungkap dia.
Padahal, sambung Mahatma, kerugian dari Kasidi alias Ahok tersebut telah diselesaikan Mohammad Jasa bin Abdullah dengan cara mengurangi jumlah hutang Kasidi alias Ahok kepada Mohammad Jasa bin Abdullah berdasarkan bukti surat kesepakatan bersama tentang sisa pembayaran penjualan besi scrap impsa 4 Unit Crane Kontainer tanggal 24 Mei 2019.
Sebelumnya, JPU dari Kejati Kepri menuntut terdakwa ayah dan anak ini Pasal 372 KUHP. Padahal, Dedy Supriadi dan Dwi Buddy Santoso tidak ada kaitannya dengan besi 125 ton dan 60 ton tembaga yang dilaporkan Kasidi alias Ahok.
“Dedy Supriadi dan Dwi Buddy Santoso hanya berkaitan dengan besi scrap seberat 100 ton yang bukan milik Kasidi alias Ahok yang dijualnya kepada Sunardi atas perintah pemiliknya, Mohammad Jasa bin Abdullah,” katanya.
Itu sebabnya besi scrap seberat 100 ton tidak pernah disita penyidik untuk djadikan barang bukti dalam perkara guna menguatkan tindak pidana yang dipersangkakan.
Meskipun lanjut Mahatma, Jaksa menuntut memakai Pasal 372 KUHP, namun Majelis Hakim menvonis para terdakwa Dedy Supriadi dan Dwi Buddy Santoso bersalah melanggar pidana pencurian dalam pemberatan sebagaimana yang dimaksud Pasal 363 ayat (1) ke-4 KUHP.
Mahatma menduga penerapan Pasal 363 ayat (1) ke-4 KUHP merupakan “pesanan” Kasidi alias Ahok agar dapat sekaligus menjerat rivalnya dalam perdagangan besi tua di Batam yakni Usman alias Abi dan bersama adiknya bernama Umar.
Padahal Usman alias Abi dan Umar menurut kuasa hukumnya, Nasib Siahaan bukanlah pihak yang menjadi subjek dalam Laporan Polisi Nomor:LP-B/34/V/2019/SPKT-Kepri tanggal 2 Mei 2019, tiba-tiba ditetapkan sebagai tersangka, dengan dikenakan dugaan tindak pidana “pertolongan jahat penadahan,” ucap Mahatma didampingi advokat Nasib Siahaan yang merupakan kuasa hukum Usman alias Abi dan Umar.
Sebagaimana yang dimaksud Pasal 480 KUHP, berdasarkan gelar perkara atas petunjuk P-19 JPU, Nomor: B-74/K.10.4/Eoh.1/01/2020 tanggal 20 Januari 2020.
Menurut Nasib Siahaan, secara hukum, Usman alias Abi dan Umar tidak dapat dikualifikasikan telah membeli barang besi tua dari hasil suatu kejahatan atau barang gelap.
Selain tidak memiliki mensrea dan tidak mengetahui barang yang dibeli berasal dari kejahatan. Sejatinya memang bukan hasil kejahatan.
Usman alias Abi dan Umar mendapat penawaran resmi dari Sunardi, Direktur PT. Royal Standar Utama pada tanggal 24 April 2019, berdasarkan Surat Perjanjian Jual Beli Scrap Usman alias Abi dan Umar membayar, dengan harga Rp4500 per kilo gram. Harga wajar scrap di pasaran pada saat itu Rp4300 per kilo gram.
“Dalam Yurisprudensi Putusan No.770 K/Pid/2014 (Abdul Bahar, Moch Ismael dan Mulyono) dan No.607K/Pid/2015 (Srihardono) dimana terdakwa dalam putusan-putusan tersebut membeli barang dengan harga yang sama dengan harga pasar atau standar, sehingga barang tersebut tidak patut diduga berasal dari tindak pidana dan terdakwa tidak terbukti melakukan penadahan.,” ujar Nasib Siahaan kepada wartawan di Jakarta, Selasa (1/6/2021).
Dia menegaskan, kliennya Usman alias Abi dan Umar tergolong pembeli yang beritikad baik. Melakukan pembelian di siang hari secara sah sesuai perjanjian jual beli. Membayar pajak atas barang yangt dibeli. Barang tersebut keluar dari areal pergudangan PT. Ecogreen Oleochemicals dengan menggunakan Gate Pass yang ditandatangani pihak Satpam sampai level Manager Operasional.
“Ironisnya, Usman alias Abi dan Umar ditetapkan menjadi tersangka atas petunjuk Jaksa dari Kejati Kepri,” ujar Nasib meradang.
Pada tanggal 23 Oktober 2020, dilakukan ekspose hasil sidik antara penyidik Polda Kepri dengan para jaksa Kejati Kepri untuk memaparkan hasil penyidikan atas dasar P-19 dari Jaksa pada bulan Juni 2019, dengan petunjuk agar penyidik mendalami legal standing kepemilikan, memeriksa ahli taksasi harga dan memeriksa saksi ahli pidana dan perdata.
Dalam berita acara hasil ekspose menyatakan, unsur tindak pidana berdasarkan rumusan Pasal 480 KUHP yang disangkakan kepada Usman alias Abi dan Umar selaku tersangka tidak terpenuhi. Sehingga pada tanggal 25 Februari 2021, Aspidum Kejati Kepri, Edi Utama telah mengembalikan kepada penyidik SPDP Nomor: SPDP/22a/XII/2020/Dirreskrimum tanggal 21 Desember 2020 atas nama Usman als ABI dan Umar. Pada tanggal 28 April 2021 berkas perkara Usman alias Abi dan Umar belum memiliki syarat formil dan materil.
“Tanpa pernah ada pengembalian berkas perkara, tiba-tiba berkas perkara atas nama tersangka Usman alias Abi dan Umar dinyatakan lengkap berdasarkan pemberitahuan Wakil Kejati Kepri, Patris Yusrian Jaya kepada Kapolda Kepri, Nomor: B-435/L.10.1/Eoh.1/5/2021,” tungkasnya.
Tim Eksaminasi Diduga Masuk Angin
Atas diterbitkannya penetapan P-21 terhadap kliennya, Nasib Siahaan langsung melayangkan surat permohonan perlindungan hukum ke Jampidum Kejagung, Dr. Fadil Zumhana.
Awalnya, Nasib Siahaan bersuka cita, dalam tempo 2 hari sejak suratnya dilayangkan, Jampidum Kejagung RI mengirim Tim Eksaminator yang dipimpin Direktur Orharda pada Jampidum Kejagung RI, Gerry Yasid untuk melakukan pemeriksaan internal di Kejati Kepri pada tanggal 24 Mei 2021. Suasana jalannya pemeriksaan di Gedung Kejati Kepri Tanjung Pinang berlangsung cukup tegang.
“Ketua Tim Eksaminator, Gerry Yasid sempat membentak Raymund Hasdianto Sihotang Jaksa yang dianggap bertanggung jawab dalam merekayasa perkara sejak awal,” ujar salah seorang Jaksa yang tidak bersedia disebutkan namanya.
Sejatinya Tim Eksminator yang dipimpin Gerry Yasid telah berhasil menemukan berbagai penyimpangan dalam penetapan P-21, namun pada hari Senin 31 Mei 2021, angin berubah.
Tim Eksaminator berkesimpulan tak ada yang salah dalam penetapan P-21 pada berkas perkara atas nama tersangka Usman alias Abi dan Umar.
Perubahan arah angin itu terjadi sehari setelah Kasidi alias Ahok terbang dengan pesawat Batik dari Batam ke Jakarta pada tanggal 30 Mei 2021. Kini kelanjutan perkara Usman alias Abi dan Umar membutuhkan kesungguhan Jaksa Agung RI, ST. Burhanuddin dalam membenahi anak buahnya. (Sofyan)