BERITA JAKARTA – Terpidana penipuan, Robianto Idup, sepertinya bakal menjalani penjara selama 1 tahun 6 bulan penjara. Pasalnya, salinan putusan kasus penipuan yang sudah inkrah oleh Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, sudah dikirimkan ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakarta Selatan.
“Salinan putusan kasus penipuan itu, sudah dikirimkan ke pihak terkait. Kejari Jakarta Selatan, selaku eksekutor sudah bisa menjalankan tugasnya mengeksekusi terpidana sesuai putusan MA yang sudah inkrah,” terang Suharno.
Hal itupun, dibenarkan, Jaksa Penuntut Umum (JPU), Bobby Mokoginta, bahwa salinan putusan kasasi MA yang menghukum Robianto Idup, telah diterima pihaknya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Sesuai tahapannya, Kejari Jakarta Selatan selaku eksekutor selanjutnya bekerja sesuai prosedur hukum yang berlaku,” tegasnya.
Dikatakan Bobby, pihaknya tengah melakukan langkah persuasif meminta penasihat hukum terpidana, Hotma Sitompul agar menyerahkan kliennya untuk menjalani hukuman sesuai keputusan MA selama 1,5 tahun atau 18 bulan penjara.
“Kalau masih bisa langkah-langkah persuasive, kenapa harus jemput paksa, Kita mengharapkan terpidana kooperatif,” ujar Bobby.
Lebih jauh Bobby mengatakan, kalaupun terpidana lari dari tanggungjawab hukum akibat perbuatan sendiri, tetap akan repot, karena sampai kapanpun akan selalu dikejar eksekutor untuk dieksekusi.
“Kita selaku eksekutor melaksanakan putusan MA yang sudah beberapa bulan terakhir inkrah sepenuhnya atas perintah Undang-Undang. Setiap perkara yang sudah inkrah harus dieksekusi,” tandasnya.
Sebelumnya, terpidana Robianto Idup dibebaskan Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan pimpinan, Florensia Kendengan dari segala dakwaan maupun tuntutan hukum.
Padahal saat itu, Robianto Idup ditahan karena sempat buron, masuk DPO dan red notice sampai akhirnya dipulangkan dari Denhaag, Belanda.
Putusan onzlagh Majelis Hakim itu menuntut Jaksa eksekutor harus mengeluarkannya dari dalam tahanan. Namun, Jaksa tidak cukup berhenti disitu.
Diajukan Kasasi ke MA untuk menguatkan requisitor sebelumnya yang meminta Robianto Idup dipenjara selama 3,5 tahun akhirnya, MA pun, menganulir putusan PN Jakarta Selatan.
Kasus penipuan ini terjadi dari awal hingga penghujung 2012 berawal kerja sama antara Robianto Idup selaku komisaris PT. Dian Bara Genoyang (DBG) dengan Herman Tandrin dari PT. Graha Prima Energi (GPE) untuk penambangan batubara di Kalimantan.
Dalam kerjasama itu, termasuk membuat jalan dan akses-akses lainnya (pelabuhan). Ada sedikit kendala penambangan, namun PT. GPE tetap menghasilkan sedikitnya Rp74 miliar tambang batubara dari areal tambang milik PT. DBG tersebut.
Sayangnya, sebagaima terungkap dalam persidangan, uang hasil penjualan batubara ke Singapura itu tidak dipergunakan membayar jasa PT. GPE sebagai penambangnya. Uang yang dihasilkan PT. GPE tersebut justru dipergunakan PT. DBG untuk keperluan lain.
Ancaman PT. GPE menyetop pelaksanaan pekerjaan, karena tidak dibayar hanya janji-janji akan segera dibayar jika PT. GPE melaksanakan lagi pekerjaan. Namun hal itu semua tetap saja tinggal janji dan tak pernah direalisasi pencairan tagihan berupa upah atau jasa kerja. (Sofyan/Dewi)