BERITA JAKARTA – Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan memperkirakan utang Pemerintah pada tahun depan diprediksi akan mengalami lonjakan. Bahkan rasio utang Pemerintah bisa menyentuh 41,09 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB).
Kepala BKF Febrio Kacaribu mengatakan, kenaikan utang terjadi karena defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2021. Meski lebih kecil dari tahun ini, defisit anggaran di 2021 diprediksi sebesar Rp1.006,37 triliun atau 5,7 persen dari PDB.
“Dengan defisit melebar di 2021, walaupun sudah konsolidasi dibandingkan 2020, primary balance tetap dalam. Tidak heran rasio utang naik dari 37,6 persen ke 41,09 persen prediksinya,” kata dia dalam video conference di Jakarta, Jumat (2/10/2020).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Dia menambahkan, primary balance atau tambahan utang pada tahun depan sedikit turun ke 3,59 persen dari PDB dibandingkan 4,27 persen PDB di 2020. Oleh karena itu, kenaikan rasio utang merupakan risiko yang harus diambil oleh Pemerintah untuk tahun depan.
Meski begitu, Pemerintah akan mendorong supaya investasi yang masuk pada 2021 bisa lebih tinggi. Sejumlah upaya untuk menarik investasi telah dilakukan melalui penyelesaian RUU Omnibus Law Cipta Kerja yang saat ini tengah dibahas di DPR.
“Ini risikonya, sehingga walau kita tidak punya pilihan banyak, kita coba lakukan pilihan lain. Dengan equity misalnya, kita coba di 2021 dengan konteks investasi lebih banyak,” jelas dia.
Utang Pemerintah sampai dengan akhir Agustus 2020 sebelumnya tercatat sebesar Rp5.594,93 triliun. Utang Pemerintah mengalami kenaikan sebesar Rp160,07 triliun dibandingkan dengan bulan sebelumnya sebesar Rp5.434,86 triliun.
Rasio utang Pemerintah itu setara 34,53 persen terhadap PDB. Rasio utang Pemerintah terbilang masih aman karena masih jauh dari batas yang diperbolehkan dalam Undang-Undang (UU) Keuangan Negara, yaitu maksimal 60 persen dari PDB. (Usan)