BERITA BEKASI – Sekjen LKBH Himpunan Putra Putri Keluarga Besar TNI AD (HIPAKAD’63) Joko S Dawoed sekaligus sebagai kuasa hukum warga Perumahan Bulak Kapal Permai (BKP) wilayah RW014, Kelurahan Jatimulya, Kecamatan Tambun, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, tidak akan membiarkan tanah negara hasil dari kewajiban pengembang berupa lahan fasos-fasum seluas 8.150 M2 itu hilang.
“Tragis ya, kalau sampai kezholiman ini berhasil luar biasa bisa dapat tanah luas, bernilai dan setrategis tanpa modal besar cukup dengan main sulap AJB yang diduga palsu itu yang kemudian ditingkatkan menjadi sertifikat,” kata Joko kepada Beritaekspres.com, Selasa (23/6/2020).
Dikatakan Joko, kalau betul sebagai pembeli yang benar ketika sertifikat itu muncul dari proses yang tidak benar harusnya kita kroscek sama-sama agar tidak menimbulkan masalah dikemudian hari baik dari warga Perumahan Bulak Kapal Permai setempat maupun pembeli lokasi lahan yang tengah bermasalah tersebut.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Sebenarnya kalau kita simak dengan pikiran yang jernih lokasi lahan seluas 8.150 M2 yang kini sudah menjadi dua sertifikat atas nama Bhoen Herwan Irawadi yang kemudian pindah tangan ke Yoyok Sudarlim dan Suroyo itu semua masih Perjanjian Perikatan Jual Beli atau PPJB. Artinya mulai dari Yoyok sampai ke Suroyo belum bayar dong kan aneh ada apa?,” sindir Joko.
Dijelaskan Joko, dari atas nama sertifikat, Bhoen Herwan Irawadi ke Yoyok Sudarlim dengan Perjanjian Perikatan Jual Beli (PPJB) tahun 2014. Sementara, dari Yoyok Sudarlim ke Suroyo yang kini kembali melaporkan 11 orang warga Perumahan BKP yang gigih mempertahankan lahan fasos-fasum tersebut ternyata masih dengan PPJB.
“Coba itu kita simak dengan pikiran yang jernih mulai dari atas nama sertifikat Bhoen Herwan Irawadi ke Yoyok Sudarlim tahun 2014 dengan PPJB. Kemudian dari Yoyok Sudarlim ke Suroyo tahun 2018 yang katanya sudah membeli juga ternyata masih PPJB. PPJB itu, tidak menyebabkan beralihnya kepemilikan tanah dari si penjual dan pembeli. Ini turun termurun semuanya masih PPJB kan aneh,” jelas Joko.
PPJB itu lanjut Joko, sifatnya non otentik, hal itu menyebabkan PPJB tidak mengikat tanah sebagai obyek perjanjiannya dan tentu, tidak menyebabkan beralihnya kepemilikan tanah dari penjual ke pembeli. Umumnya, PPJB mengatur bagaimana penjual akan menjual tanahnya kepada pembeli. Namun demikian, hal tersebut belum dapat dilakukan karena ada sebab-sebab tertentu.
“Lucunya, Suroyo katanya beli dari Yoyok Sudarlim tapi masih berdasarkan PPJB. Lah itu, Yoyok Sudarlim sama Bhoen Herwan Irawadi juga masih PPJB, kenapa Suroyo ngak langsung aja ke Bhoen artinya PPJB antara Yoyok sama Bhoen kan batal beli, kenapa musti PPJB lagi ke Suroyo dari Yoyok kan dia batal beli artinya juga Yoyok bukan pemilik tanah. Inia da istilah mau coba-coba dulu ada keraguan,” kata Joko.
Ini semua sambung Joko, muaranya ada di laporan polisi bernomor: TBL/718/II/2011/PMJ/Dit. Reskrimum sejak tahun 2011 yang hingga kini tahun 2020 masih mandek di Polda Metro Jaya (PMJ), terkait dugaan pemalsuan Akte Jual Beli (AJB) No.76/BP.23/V/1988 tanggal 12 Januari 1988 yang menjadi dasar lahirnya dua sertifikat SHM No.8793 luas 2.910 M2 dan SHM No.8794 luas 5.240 M2 atas nama Bhoen Herwan Irawadi yang ini dipersoalkan warga Perumahan Bulak Kapal Permai (BKP).
“Pertanyaannya, dasar warga ngotot mempertahankan lokasi lahan itu apa?. Dasar warga adanya surat yang kini juga masih tercatat di BPN yang ditandatangani 7 unsur Pemerintah diantaranya, Bupati Bekasi, Kepala Agraria dan Dinas PU ketika itu bahwa lokasi tersebut diperuntukan sebagai lahan fasos-fasum sarana pendidikan dan sebagainya,” ungkap Joko.
Selain itu lanjut Joko lagi, dari hasil penyidikan polisi melalui Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan (SP2HP) bahwa Sekretaris Kelurahan dan Camat Tambun tidak merasa menandatangani surat AJB yang kini melahirkan dua sertifikat tersebut. Bahkan, di SP2HP tersebut, Bhoen Herwan Irawadi atas nama sertifikat sendiri sempat kaget bahwa namanya ada di sertifikat dan tidak merasa memiliki lokasi lahan yang kini menjadi sengketa dengan warga Perumahan BKP.
“Tapi ya gitu, sayangnya penyidik Polda Metro Jaya tidak menuntaskan laporan warga tersebut cukup aneh juga, sehingga sekarang dibawah terus memicu konflik. Tragisnya lagi, polisi giliran warga yang dilaporkan proses berjalan. Sementara, giliran laporan warga mandek. Kami semua menuntut keadilan atas kezholiman yang luar biasa ini,” pungkas Joko. (Indra)