BERITA JAKARTA – Singgih Prananto Siam alias Ahiang terdakwa kasus dugaan pengedar narkotika jenis sabu-sabu, akhirnya divonis selama 8 tahun penjara di Pengadilan Negeri (PN), Jakarta Pusat, Rabu (12/6/2024).
Menurut pertimbangan Majelis Hakim pimpinan Teguh Santoso, Ahiang terbukti memiliki, menyimpan dan menguasai narkotika golongan 1 bukan tanaman dengan total seluruhnya 0,852 gram.
“Menyatakan terdakwa Singgih Prananta Siam terbukti bersalah memiliki, menyimpan dan menguasai narkotika golongan 1 bukan tanaman sebanyak 0,852 gram,” ucap Hakim Teguh.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Menjatuhkan hukuman pidana selama 8 tahun penjara serta denda Rp1 miliar. Apabila tidak dibayar maka diganti hukuman selama 3 bulan,” tambah Hakim Teguh.
Sebagai informasi, sebelumnya Jaksa Penuntut Umum (JPU), Ismi Khairunisa menuntut Ahiang selama 9 tahun penjara.
Atas putusan tersebut, Kuasa Hukum Ahiang, Raden Nuh menyatakan banding atas vonis Majelis Hakim yang menurutnya tidak adil.
“Karena fakta persidangan dalam surat dakwaan Penuntut Umum tertulis nama Ajun Jaksa Aditya Hilmawan Prabowo,” jelasnya.
Namun, sambung Raden, Majelis Hakim menyebutkan bahwa Penuntut Umumnya adalah Ismi Khairunisa. Itu saja surat dakwaannya tidak sah.
Kemudian, lanjut Raden, dalam persidangan terungkap bahwa Ahiang saat ditangkap Penyidik Polsek Sawah Besar, Jakarta Pusat tidak pernah menunjukan surat penangkapan.
“Bahkan surat penahanan dari Majelis Hakim PN Jakarta Pusat, tidak pernah ada selama persidangan,” ungkapnya.
“Jadi persidangan klien kami ada dugaan hanya dijadikan pesanan saja. Jadi tidak ada konsen Majelis Hakim bahwasanya hak-hak azasi manusia terabaikan,” sambungnya kecewa.
Selain itu, Raden menambahkan, kesaksian para saksi pun saling bertentangan dan tidak berkesesuaian, tetapi menjadi bahan pertimbangan Majelis Hakim.
“Jadi Majelis Hakim ini tidak memperhatikan apapun dan sudah berprasangka, sehingga pada akhirnya putusannya seperti ini,” imbuhnya.
Ditambah lagi, sejak awal penyidikan, penuntutan terdakwa tidak pernah didampingi oleh Kuasa Hukum. Dan kami akan mempertanyakan kepada Hakim Pengadilan Tinggi.
Perlu diketahui terkuaknya peristiwa hukum tersebut tatkala Jaksa menghadirkan saksi fakta Yana Tresna alias Boyan anggota polisi dari Polsek Sawah Besar Jakarta Pusat.
Boyan hanya bisa terdiam, saat ditanya oleh Kuasa Hukum Singgih Prananta, Raden dihadapan Ketua Majelis Hakim Teguh Santoso, perihal surat perintah penangkapan.
“Tidak adanya surat perintah penangkapan. Kemudian saksi penangkapan yang katanya tertangkap tangan, tetapi tidak mengetahui maksud tertangkap tangan,” ucap Raden.
Kemudian keterangan antara saksi penangkap yakni Fitrianto, Muhammad Nur Arvin dan Boyan saling tidak berkesesuaian.
KETERANGAN SAKSI SATU SAMA LAIN BERBEDA
Saksi pertama Fitrianto mengatakan Singgih dibawa ke Polsek Mangga Besar, saksi kedua mengatakan di Polsek Mangga Dua dan saksi ketiga mengatakan di Polsek Mangga Dua Selatan.
“Jadi keterangan tiga saksi berbeda. Untuk itu kami optimis Majelis Hakim bakal membebaskan klien kami dari surat dakwaan Jaksa,” ujarnya.
Sebab menurut Raden, dalam ketentuan KUHAP tersangka yang tertangkap tangan harus disegera diserahkan ke pihak Polsek terdekat.
Selain itu prosedur penangkapan ketiga orang saksi tersebut tidak mengetahuinya.
“Kami berharap Majelis Hakim mempertimbangkan kesaksian para saksi penangkap yang tidak bisa membuktikan keterangannya di persidangan,” imbuh Raden.
Dalam persidangan sebelumnya, Senin 1 April 2024, Kuasa Hukum Singgih, Raden bertanya kepada saksi M. Nur Arvin.
“Saudara saksi. Saudara saksi tadi mengatakan bahwasanya saat Singgih ditangkap sedang apa?,” tanya Advokat Raden.
“Saat ditangkap dia (Singgih) sedang berjalan kaki,” ucap saksi. “Apakah ada perbuatan yang melanggar hukum?,” tanya Raden kepada saksi M Nur Arvin.
“Menurut informasi yang saya dapatkan, dia ada transaksi langsung kami lakukan penangkapan,” jelasnya.
Anda mengatakan, berdasarkan informasi pada 23 Januari 2024 dalam Berita Acara Penyidikan saksi mengatakan tanggal 23 Januari 2024 Pukul 18.00 WIB saya bersama tim mendapat informasi.
“Inikan BAP saudara kan, benar tidak?” “Apa yang anda lakukan pada tanggal 23 Januari 2024?” tanya Raden. Saksi menjawab, “Kami melakukan observasi,” jawab M Nur Arvin.
Advokat Raden kembali menanyakan, “Apakah tau prosedur jika mendapatkan informasi. Apakah saksi tahu peraturan Kapolri Nomor: 6 tahun 2019, tentang penyidikan tindak pidana?,” cecarnya.
Mendengar sejumlah pertanyaan Kuasa Hukum terdakwa Singgih, saksi M. Nur Arvin hanya terdiam.
“Saudara saksi, saat ditangkap apakah dia (terdakwa) sedang membuat narkoba atau tidak,”. “Adakah saat ditangkap ada pembeli narkoba. Adakah saat ditangkap dia menjual narkoba, memproduksi,” cecar Raden lagi. (Sofyan)