BERITA JAKARTA – Kinerja Ketua Majelis Hakim Astriwati di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat patut dipertanyakan. Pasalnya, saat memimpin persidangan pidana penipuan atas nama terdakwa, Muhamad Alfisyahrin Efri Erlangga, tidak mengetukan palunya tanda dimulainya persidangan “sidang terbuka untuk umum”.
Pantauan Matafakta.com, diruang dipersidangan, hal tersebut terjadi setelah Hakim Astriwati menutup persidangan kasus perkara Perdata. Namun, ketika memimpin sidang kasus pidana terdakwa Alfisyahrin, Hakim Astiwati hanya mengetukan palunya saat menutup persidangan.
Sayangnya, baik Jaksa Penuntut Umum (JPU), Ratna Sitanggang maupun Tim Kuasa Hukum terdakwa, M. Alfisyahrin Efri Erlangga, Asep dan kawan-kawan tidak langsung melakukan interupsi saat persidangan berlangsung.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Advokat Asep, sempat mengatakan bahwa sidang belum dibuka Ketua Majelis Hakim. “Kok sidangnya belum dibuka,” ucap Advokat Asep saat terdakwa Alfinsyahrin akan duduk di samping kuasanya.
Menanggapi hal tersebut, Praktisi Hukum, Togu Sitorus, SH mengatakan, dampak tidak dibukanya persidangan jelas melanggar hukum acara yang diatur dalam Pasal 153 ayat (3) UU No. 8 Tahun 1981, tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dan UU Kekuasaan Kehakiman No. 48 Tahun 2009 Pasal 13 ayat (3).
“Jelas itu. Karena menjalankan proses persidangan tanpa terlebih dahulu membuka persidangan adalah kesalahan fatal. Sebab dalam Pasal 153 ayat (3) UU No. 8 Tahun 1981, tentang KUHAP berakibat batalnya putusan demi hukum,” ujarnya, Selasa (10/5/2022) sore.
Togu sapaan akrabnya menjelaskan, selain dugaan pelanggaran hukum acara KUHAP, Hakim Astriwati berpotensi melanggar Undang-Undang (UU) Kekuasaan Kehakiman No. 48 Tahun 2009 Pasal 13 ayat (3).
“Berbunyi, tidak dipenuhinya ketentuan sebagaimana pada ayat (1) dan ayat (2) mengakibatkan putusan batal demi hukum,” tegasnya.
Dalam UU No. 48 Tahun 2009, tentang Kekuasaan Kehakiman Pasal 13 ayat (1) berbunyi “Semua sidang pemeriksaan Pengadilan adalah terbuka untuk umum, kecuali Undang – Undang menentukan lain.
Ayat (2) “Putusan pengadilan hanya sah dan mempunyai kekuatan hukum apabila diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum.
Ayat (3) “Tidak dipenuhinya ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) mengakibatkan putusan batal demi hukum.
Dan Pasal 153 KUHAP berbunyi: (1) pada hari yang ditentukan menurut Pasal 152 Pengadilan bersidang.
(2) a. Hakim Ketua sidang memimpin pemeriksaan di sidang Pengadilan yang dilakukan secara lisan dalam bahasa Indonesia yang dimengerti oleh terdakwa dan saksi;
1. Ia wajib menjaga supaya tidak dilakukan hal atau diajukan pertanyaan yang mengakibatkan terdakwa atau saksi memberikan jawaban secara tidak bebas.
(3) Untuk keperluan pemeriksaan, hakim ketua sidang membuka sidang dan menyatakan terbuka untuk umum kecuali dalam perkara mengenai kesusilaan atau terdakwanya anak-anak.
(4) Tidak dipenuhinya ketentuan dalam ayat (2) dan ayat (3) mengakibatkan batalnya putusan demi hukum. (Sofyan)