BERITA JAKARTA – Kasus dugaan pengelembungan piutang PT. Humpuss Patragas dan PT. Humpuss Trading dari nilai sekitar Rp172 miliar menjadi Rp414 miliar dalam proses pengurusan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) telah berakhir bahagia.
Pasalnya, tiga Kurator yakni, Ranto Simanjuntak, Delight Chyril dan Astro P Girsang yang dipersangkakan dalam Laporan Polisi No. LP/B/398/VI/2021/Bareskrim Polri tanggal 30 Juni 2021, telah mendapatkan keadilan karena terbukti tidak melakukan perbuatan pidana dalam menjalankan tugas dan profesinya sebagai Kurator dan Pengurus.
Sebab, Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dittipideksus) Bareskrim Polri menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) terhadap 2 Kurator Pengurus PKPU, Ranto Simanjuntak dan Delight Chyril.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Kabar penghentian perkara tersebut, dikemukakan Kuasa Hukum Ranto Simanjuntak dan Delight Chyril, yaitu Petrus Bala Pattyona dan Andreas Nahot Silitonga.
Menurut Petrus, SP3 itu diteken Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dirtipideksus) Bareskrim Polri Brigjen Pol. Whisnu Hermawan pada tanggal 21 Maret 2022.
Petrus mengungkapkan Ranto dan Delight pernah dijemput paksa pada 16 Maret 2021 dengan dugaan pidana penggelembungan piutang PT. Humpuss Patragas dan PT. Humpuss Trading dari nilai sekitar Rp172 miliar menjadi Rp414 miliar.
Sebelumnya, penyidik memanggil tiga orang pengurus, yaitu, Ranto Simanjuntak, Astro P Girsang dan Delight Chyril. Dibuktikan dengan 3 surat panggilan polisi. Namun, pada saat itu, Astro tidak dibawa, karena Positif Covid-19.
Senada dengan Petrus, kuasa hukum ketiga Kurator lainnya yakni Andreas Nahot Silitonga juga menjelaskan bahwa perkara kliennya telah dihentikan penyidikannya.
“Kami memberikan informasi yang sebelumnya ada pemberitaaan klien kami, Ranto dan Delight. Kedua kurator yang sempat menjadi tersangka dan kemudian melakukan proses hukum yang sampai saat ini telah dihentikan penyidikannya,” ucap Andreas, Rabu (13/4/2022) sore.
Andreas Nahot Silitonga menilai kasus yang dialami kliennya merupakan bentuk kriminalisasi yang kerap terjadi di kalangan Kurator dalam kasus Kepailitan atau Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU).
“Ini menjadi suatu hal yang positif sekali dalam proses hukum dan bisa menjadi preseden bagi para Kurator karena belakangan ini banyak Kurator terkena kasus hukum seperti klien kami,” jelasnya.
Menurutnya, sejak awal proses PKPU, ketiga Kurator tersebut sudah melakukan proses PKPU sesuai aturan yang berlaku dalam UU Kepailitan dan PKPU.
“Kami meyakini proses ini sejak awal tidak ada masalah, tapi karena ada Laporan dan Penyidik melakukan Proses Hukum, itu kami hargai sebagai sebuah Proses Pencarian Keadilan,” urainya.
Kronologi Dugaan Penggelembungan Piutang
Awalnya, tiga Kurator yakni, Ranto Simanjuntak, Astro Pangihutan Girsang dan Delight Chyril ditunjuk berdasarkan Putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tanggal 16 Maret 2021 sebagai Tim Pengurus yang melakukan proses Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) PT. Kasih Industri Indonesia.
“Dimana klien kami pada saat itu masuk proses PKPU berdasarkan Putusan Pengadilan, dimana putusan Pengadilan itu diajukan oleh 2 Kreditur dari Humpuss Grup dengan nilai tagihan Rp172 miliar,” ungkap Petrus Bala Pattyona dan Andreas Nahot Silitonga selaku Kuasa Hukum dari tiga Kurator.
Sejalan proses PKPU, para Kreditur diminta mengajukan Pendaftaran Tagihan untuk Proses Verifikasi. Dimana Kreditur mengajukan Tagihan Pokok dengan Bunga dan Denda yang jumlahnya tembus Rp414 Miliar.
“Tagihan itu sejak tahun 2013 sampai 2021, sudah 8 tahun, dengan Kesepakatan Bunga 18 perssen pertahun. Jadi disitulah ada bahasa penggelembungan. Padahal, bukan penggelembungan itu faktanya,” tegas kedua Kuasa Hukum tiga Kurator.
Proses PKPU juga memiliki tenggat waktu khusus, dimana sampai waktunya, pihak debitur belum pernah mengajukan bukti-bukti untuk menyanggah tagihan RP414 miliar tersebut.
“Saya mengibaratkan itu kalau kita naik kereta, kita tidak tepat waktu, ya kita ketinggalan dan kereta itu tetap jalan sesuai waktunya. Simpelnya seperti itu,” pungkas Andreas Nahot Silitonga. (Sofyan)