BERITA JAKARTA – Dalam pers release Mabes Polri pada Selasa 2 Maret 2022, Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus (Tipideksus) Bareskrim Polri mengadakan gelar perkara penangkapan dan penahanan ketiga orang petinggi Koperasi KSP Indosurya yang menipu masyarakat sekitar Rp15 trilium dengan penipuan modus investasi skema ponzi berkedok Koperasi.
Sebelumnya, Koperasi Indosurya menawarkan deposito dengan bunga 8 – 10 persen setahun, namun ketika jatuh tempo, bunga dan modal para nasabah tidak bisa ditarik.
Berita dari Brigjen Whisnu Hermawan Dirtipideksus Mabes Polri sebelumnya menyampaikan bahwa pada hari Jumat 25 Februari 2022 mengiyakan bahwa ada 3 petinggi Koperasi Indosurya telah ditahan yakni, Suwito Ayub, Henry Surya dan June Indria.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Namun anehnya, pada hari Selasa 2 Maret 2022, Whisnu meralat pernyataan dengan mengatakan bahwa 2 ditahan dan 1 orang petinggi Koperasi Indosurya kabur karena alasan sakit.
Menanggapi hal tersebut, LQ Indonesia Law Firm, Firma Hukum yang mengawal kasus Koperasi Indosurya dan sebagai kuasa hukum pelapor pidana di Mabes Polri mengungkapkan kegusarannya atas kaburnya tahanan dari Mabes Polri tersebut.
“Info dalam yang kami dapat benar 3 orang ditahan, termasuk Suwito Ayub, namun bukan ditahan di Rutan Mabes, tapi malah diberikan perlakuan spesial boleh pulang ke rumah dalam pengawalan Anggota Polri, nanti Selasa harus balik untuk ekspose. Pas Selasa mau diseret pers release Mabes, ternyata Suwito Ayub sudah kabur,” kata Kabid Humas LQ Indonesia Law Firm, Sugi, Kamis (3/3/2022).
Alasan Brigjen Whisnu Hermawan, Dirtipideksus Mabes Polri dikasih pulang ke rumah, karena sakit. Padahal setahu kami selaku Lawyer, tahanan sakit itu ada prosedurnya di rawat jalan di Pusdokes atau Rawat Inap di RS Polri Kramat Jati, Jakarta Timur, bukan di kasih pulang ke rumah.
“Kaburnya, tahanan yang ada dalam pengawasan dan pemantauan Tipideksus menjadi aib dan bukti bobroknya sistem Polri apalagi ketika menangani kasus tersangka berkantong tebal. Bukti uang adalah panglima bukan hukum adalah panglima di Negeri ini,” sindir Sugi.
Sementara itu, Ketua Pengurus LQ Indonesia Law Firm, Advokat Alvin Lim, SH, MSc, CFP, CLA selaku menyampaikan, Firma hukum kami sudah mengingatkan penyidik Tipideksus Mabes Polri bahwa para tersangka Koperasi Indosurya ini diancam TPPU 20 tahun penjara sehingga sudah memenuhi syarat obyektif untuk penahanan sesuai KUHAP.
Selain itu, lanjut Alvin, juga memenuhi syarat subyektif untuk penahanan yaitu dikawatirkan melarikan diri dan menghilangkan barang bukti serta mengulangi perbuatan. Namun, penyidik dan atasan penyidik, Dirtipideksus dengan angkuhnya menjamin bahwa para tersangka tidak mungkin bisa kabur karena pasport mereka sudah ditahan.
“Sekarang terbukti yang dikawatirkan LQ Indonesia Law Firm terjadi, tahanan kabur. Hal ini jelas – jelas menciderai rasa keadilan bagi para korban dan membuktikan sekali lagi bahwa janji yang digaungkan Kapolri Presisi Berkeadilan masih pepesan kosong,” tandasnya.
Petinggi Koperasi Indosurya Diperlakukan Istimewa
Kabis Humas dan Media LQ Indonesia Law Firm, Sugi melanjutkan, salah satu korban Koperasi Indosurya yang menghadiri acara pers release Indosurya di Mabes Polri terheran-heran melihat bahwa di depan umum ketika ada media, Henry Surya di kawal Polisi dengan rapi dan baik, tapi dibelakang layar, ketika pers release sudah selesai, Henry Surya bebas berkeliaran dan berbicara dengan asisten pribadinya tanpa pengawalan polisi dan tanpa tangan di borgol. Padahal bukan jam dan ruang besuk.
Hal tersebut, smabung Sugi, sempat didokumentasikan korban dan foto diberikan kepada LQ Indonesia Law Firm dan Media sebagai bukti kekecewaan para korban Koperasi Indosurya bahwa penahanan Henry Surya dan kaburnya Suwito Ayub hanyalah dagelan dan sandiwara modus para oknum.
“Sudah jadi korban penipuan, sekarang ditipu lagi oleh oknum Polri yang memberikan perlakuan spesial kepada para tahanan. Apa gunanya ditahan jika bisa bebas berkeliaran dan infonya para tahanan malam pulang ke rumah. Hancur sudah keadilan dan hukum di Indonesia,” sindirnya.
Dikatakan Sugi, Alvin Lim selain memberikan edukasi hukum mengenai teknis pelaksanaan aset sitaan juga membeberkan modus dugaan oknum Mabes Polri dalam permainan kasus Indosurya dan perlakuan spesial serta kejanggalan dalam penanganan kasus terutama tentang aset sitaan. Aset sitaan tidak otomatis akan diberikan kepada korban seusai Pasal 46 KUHAP harus diurus di Pengadilan dan akan diberikan kepada nama yang tertera di putusan.
“Oleh karena itu, LQ Indonesia Law Firm membantu para korban Indosurya yang ingin di bantu dalam proses administrasi untuk ikut mengajukan permohonan agar aset tidak disita negara seperti dalam kasus First travel. Informasi lebih lanjut bisa hubungi Hotline LQ 0817-489-0999 untuk konsultasi gratis,” jelas Sugi.
Para korban Indosurya menyangka bahwa uang yang dipajang dalam pers release adalah uang Indosurya padahal itu uang kasus uang palsu, banyak korban Indosurya terkecoh. Diduga oknum Mabes bermain dalam aset sitaan kasus Indosurya, kerugian Indosurya Rp15 triliun, seharusnya Mabes mengusut kemana larinya dana tersebut bersama PPATK, bukannya pake drama kaburnya tahanan.
Dirtipideksus harus buka berapa aset yang sudah disita beserta rinciannya secara transparan. Beberapa kali kami datang dan tanyakan, penyidik dan atasan penyidik selalu tertutup dan enggan menjelaskan detail aset sitaan padahal itu hak klien kami para korban. Modus oknum menghilangkan barang bukti dan kongkalikong dengan Para tersangka bisa saja terjadi dan sering terjadi di lapangan oleh oknum Polri.
Misal dalam sebuah penggeledahan ada aset Rp1 miliar yang ditulis hanya Rp200 juta, sisanya Rp800 juta diambil oknum, di berita ada kejadian seperti itu. Atau ada aset yang diidentifikasi Polri tapi tidak dimasukkan dalam list sitaan dan dibelakangnya, oknum Polri menerima sogokan atau gratifikasi atas upaya menyembunyikan aset kejahatan.
Melihat kaburnya tahanan yang sudah ditahan, jelas ada oknum di Tipideksus dan kemungkinan lemahnya iman Anggota Polri melihat kerugian Rp15 triliun, bisa saja terjadi. Dijalanan aja kalo diberhentikan oknum polisi, kasih Rp50 ribu rupiah bisa damai di tempat. Demi Rp50 ribu rupiah saja dijual kehormatan Polri oleh oknum Polisi apalagi kasus Rp15 triliun, tak heran tahanan kabur.
Selain tidak adanya transparansi dalam penyidikan mengenai aset sitaan, juga LQ Indonesia Law Firm menyoroti pelayanan Mabes Tipideksus terhadap salah satu pelapor dan korban Indosurya yang diusir ketika datang ke Mabes untuk menanyakan perkembangan kasusnya.
Menjadi bukti omong kosong Brigjen Whisnu Hermawan, bahwa pelayanan Polri gratis dan Polri membantu korban. Itu perkataan di media, kenyataannya, korban datang ke Mabes anak buah Whisnu usir.
“Bukti janji Kapolri Presisi Berkeadilan, masih pepesan kosong. Biar masyarakat melihat bagaimana tebang pilih masih terjadi di kepolisian dan Uang adalah Panglima. Institusi Polri yang kita cintai dijadikan budak uang oleh kriminal kerah putih,” pungkas Sugi dengan emosi. (Sofyan)