BERITA JAKARTA – Pengusutan dugaan mafia tanah dalam pembebasan lahan di Kecamatan Cipayung Jakarta Timur pada tahun 2018 yang disinyalir melibatkan sejumlah oknum Pemerintah Daerah masih terus dikembangkan oleh Tim Penyidik Tipidsus Kejati DKI Jakarta.
Salah satunya, dengan melakukan penggeledahan di Kantor Dinas Pertamanan dan Hutan Kota Provinsi DKI. Aksi penggeledahan tersebut bertujuan guna mencari dan mengumpulkan bukti-bukti untuk kepentingan penyidikan.
Perlu diketahui, Tim Penyidik Kejati DKI memutuskan untuk menaikan status penyelidikan kasus itu ke tahap penyidikan berdasarkan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) Kepala Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta Nomor: Print-01/M.1/Fd.1/01/2022 tanggal 19 Januari 2022.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati DKI Jakarta, Abdul Qohar mengatakan, dalam penggeladahan tersebut, Tim Penyidik Pidsus Kejati DKI melakukan penyitaan terhadap surat penting seperti dokumen serta alat elektronik.
“Guna kepentingan penyidikan dugaan tindak pidana korupsi dalam kegiatan pembebasan lahan oleh Dinas Pertamanan dan Kehutanan Provinsi DKI Jakarta di Kecamatan Cipayung Kota Administrasi Jakarta Timur Tahun 2018,” terang Abdul Qohar, Kamis (20/1/2022) di Jakarta.
Menurutnya, setelah Tim Jaksa Penyidik mengumpulkan sejumlah barang dan alat bukti, nantinya Tim Jaksa Penyidik Pidsus Kejati DKI akan menetapkan tersangka.
Lebih lanjut dikatakan Qohar, anggaran yang digelontorkan Dinas Pertamanan dan Hutan Kota Provinsi DKI Jakarta sebesar Rp326 miliar lebih untuk pembebasan lahan di Kecamatan Cipayung yang kini telah dibangun Ruang Publik Terpadu Ramah Anak (RPTRA).
“Sesuai fakta penyidikan, pada tahun 2018, Dinas Pertamanan dan Kehutanan Provinsi DKI Jakarta memiliki anggaran untuk Belanja Modal Tanah sebesar Rp326 yang bersumber dari APBD Provinsi DKI Jakarta,” ucap Qohar.
Anggaran ratusan miliar tersebut untuk kegiatan pembebasan tanah taman hutan, makam dan RPTRA di wilayah Kota Administrasi Jakarta Timur.
“Dalam pelaksanaannya, diduga ada kemahalan harga yang dibayarkan sehingga merugikan Negara kurang lebih sebesar Rp26 miliar lebih,” tuturnya.
Kemahalan harga tersebut, lanjut Qohar, disebabkan dalam menentukan harga pasar tidak berdasarkan harga dari aset identik atau sejenisnya yang ditawarkan untuk dijual oleh pemilik lahan kepada Dinas Pertamanan dan Hutan Kota Propinsi DKI Jakarta.
“Sebagaimana diatur dalam Metode Perbandingan Data Pasar berdasarkan Standar Penilai Indonesia 106 (SPI 106),” tegasnya.
Diketahui, Kejati DKI Jakarta tengah melakukan pengusutan kasus dugaan korupsi pembebasan lahan di Kecamatan Cipayung sebagai tindak lanjut instruksi atau perintah Jaksa Agung Republik Indonesia ST Burhanuddin beberapa waktu yang lalu terkait pemberantasan mafia tanah. (Sofyan)