BERITA JAKARTA – Pengamat politik digital, Bambang Arianto, memberikan komentar terkait hasil survey bursa Ketum PBNU dari Indostrategic, Jumat 8 Oktober 2021 kemarin.
Menurut peneliti media sosial di Institute for Digital Democracy (IDD) ini trendingnya nama ulama muda Nahdlatul Ulama (NU) Gus Baha menjadi hal yang lumrah di era demokrasi digital.
“Memang beberapa hari ini, kunci Gus Baha di semua platfotm media sosial cukup banyak dibicarakan,” kata Bambang kepada Matafakta.com, Minggu (10/10/2021).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Dikatakan Bambang, bila dianalisis bisa dimaknai beberapa hal. Pertama, bahwa pemilihan Ketum PBNU cukup fenomenal dan sangat dinantikan banyak pihak mengingat NU merupakan Ormas terbesar di Indonesia dan punya magnet bagi kekuatan politik apapun di Indonesia.
Kedua, lanjut Bambang, kemunculan nama Gus Baha bisa dimaknai sebagai sentilan bagi model kepemimpinan PBNU. Pasalnya selama ini PBNU terkesan tidak bisa menjaga jarak dengan pemerintah.
“Meski mengklaim menjadi mitranya Pemerintah, tapi publik berharap NU bisa tetap kritis dengan berbagai kebijakan Pemerintah,” jelasnya.
Sebab bagaimanapun tidak semua kebijakan Pemerintah itu pro rakyat. Jadi diperlukan peran dari semua simpul gerakan masyarakat sipil salah satunya ormas NU untuk tetap kritis.
Selain itu, tambah Bambang, sentilan warganet juga terkait keinginan KH. Said Aqil Sirodj yang ingin kembali maju untuk ketiga kalinya. Meski tidak dilarang, tapi banyak warganet yang ingin adanya regenerasi dalam tubuh PBNU kedepan.
“Meski nama Gus Baha santer dibicarakan warganet, tapi tidak mudah untuk langsung masuk kandidat Ketum PBNU. Sebab, tetap harus melewati sebuah mekanisme muktamar, seperti mendapatkan dukungan baik dari DPC maupun DPW NU,” pungkasnya. (Indra)