Matulessy: Pasal RUU KUHP Perlu Dikaji Secara Mendalam

- Jurnalis

Selasa, 15 Juni 2021 - 12:31 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Barbalina Matulessy, SH, M. Hum

Barbalina Matulessy, SH, M. Hum

BERITA MALUKU – Munculnya RUU KUHP ternyata membuat kontroversi dalam beberapa pasalnya yang masih perlu untuk dilakukan pendalaman soal makna dari tiap pasal dalam RUU KUHP tersebut. Hal itu, dikatakan Advocad dan Konsultan Hukum, Barbalina Matulessy, SH, M. Hum.

“Pasal yang perlu dilihat kembali adalah Pasal 281 dan Pasal 282, tentang Pasal Contempt Of Court atau menghina Peradilan,” terang Matulessy ketika berbincang dengan Beritaekspres.com, Selasa (15/6/2021).

Menurut Matulessy, dalam Pasal 281 RUU KUHP yang berbunyi bahwa, setiap orang akan dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 tahun perlu dikaji secara mendalam. Kategori II, (a) tidak mematuhi perintah Pengadilan atau penetapan Hakim yang dikeluarkan untuk kepentingan proses Peradilan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

(b) Bersikap tidak hormat terhadap Hakim atau Persidangan atau menyerang integritas atau sifat tidak memihak Hakim dalam sidang Pengadilan atau (c) secara melawan hukum merekam, mempublikasikan secara langsung, atau membolehkan atau dipublikasikan segala sesuatu yang dapat mempengaruhi sifat tidak memihak Hakim dalam sidang.

“Khusus untuk huruf a yang dimaksud tidak mematuhi perintah Pengadilan dan penetapan Pengadilan dapat menjadi ruang untuk mengkriminalisasi advokat pada hal profesi advokat mempunyai kewajiban dalam proses pembelaan terhadap kliennya di Pengadilan dan hal itu juga diatur dalam Pasal 14 dan Pasal 15 UU Advokat,” terangnya.

Baca Juga :  Sidang Kasus Gratifikasi, RS Akui 2 Unit Mobil Untuk Dapatkan Proyek

Diungkapkan Matulessy, Advokat bebas mengeluarkan pendapat atau pernyataan dalam membela perkara yang menjadi tanggung jawabnya didalam sidang Pengadilan dengan tetap berpegamg pada kode etik profesi dan peraturan perundang-undangan sebagaimana diatur dalam Pasal 15 UU Advokat.

Dalam Pasal 16 UU Advokat Jo putusan MK No:26/PUU-XI/2013 yang berbunyi, bahwa Advokat tidak dapat dituntut baik secara Perdata maupun secara Pidana dalam menjalankan tugas profesinya dengan itikad baik untuk kepentingan pembelaan klien di dalam maupun di luar sidang Pengadilan.

“Namun itu, menuai kontroversi jika melihat lagi Pasal 282 RUU KUHP yang berbunyi, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun,” jelasnya.

Dikatakan Matulessy, kategori Advokat yang dalam menjalankan pekerjaannya secara curang yakni, mengadakan kesepakatan dengan pihak lawan klien, pada hal mengetahui atau sepatutnya menduga bahwa perbuatan tersebut dapat merugikan kepentingan pihak kliennya.

Atau, sambung Matulessy, mempengaruhi Panitera, Panitera Pengganti, Juru Sita, Saksi, Juru Bahasa, Penyidik, Penuntut Umum atau Hakim dalam perkara, dengan atau tanpa imbalan.

Baca Juga :  Markus Zarof Ricar Kasus Ronald Tannur Segera Diadili

Terhadap Pasal 282 ini pun juga bagi saya dalam formulasi deliknya sangat multitafsir, sehingga sangatlah bertentangan dengan asas rumusan delik pidana harus jelas (Lex Certa) dan rumusan delik pidana harus tegas tanpa ada analogi (Lex Stricka).

“Bagi saya, pasal tersebut diatas sangat tidak jelas, dikatakan demikian karena dalam UU Advokat sudah sangat jelas diatur secara eksplisit mengenai batasan tindakan yang dapat dilakukan oleh profesi Advokat, sehingga tidak perlu lagi diatur di dalam RUU KUHP,” ujarnya.

Terhadap kedua Pasal tersebut, Matulessy menyebutnya sebagai pasal karet dan berpotensi mengekang kebebasan berpendapat bukan hanya untuk Advokat tetapi juga bagi teman-teman pers dalam kebebasan persnya.

Dia menambahkan, bukan hanya sampai di situ saja, pasal ini juga akan sangat mudah mengkebiri akademisi hingga kelompok masyarakat sipil yang mungkin saja berusaha menyuarakan penilaian mereka terhadap Hakim atau Pengadilan yang dianggap tidak imparsial.

“Pada hal, menyuarakan pendapat terhadap tindakan penguasa, dalam hal ini termasuk Hakim atau Pengadilan untuk negara penganut sistem demokrasi seperti kita di Indonesia merupakan hal yang biasa,” pungkasnya. (Indra)

Berita Terkait

Sidang Kasus Gratifikasi, RS Akui 2 Unit Mobil Untuk Dapatkan Proyek
Markus Zarof Ricar Kasus Ronald Tannur Segera Diadili
Kejagung Usut Dugaan Keterlibatan Panitera PN Surabaya
Dua Pejabat Dinas Kebudayaan DKJ Nginap di Hotel Prodeo
Ketua Majelis Hakim Eko Aryanto Ogah Terbitkan Surat Panggilan Sidang
Rumusan Pada Tindak Pidana “Mens Rea dan Actud Reus”
Hakim Tunggal PN Jaksel Kabulkan Gugatan Prapid Boyamin Cs
DPO Terpidana TPPU Ditangkap di Rumah Duka Heaven Jakarta Utara
Berita ini 15 kali dibaca

Berita Terkait

Jumat, 17 Januari 2025 - 16:41 WIB

Markus Zarof Ricar Kasus Ronald Tannur Segera Diadili

Rabu, 15 Januari 2025 - 13:04 WIB

Kejagung Usut Dugaan Keterlibatan Panitera PN Surabaya

Senin, 6 Januari 2025 - 20:27 WIB

Dua Pejabat Dinas Kebudayaan DKJ Nginap di Hotel Prodeo

Senin, 6 Januari 2025 - 15:41 WIB

Ketua Majelis Hakim Eko Aryanto Ogah Terbitkan Surat Panggilan Sidang

Sabtu, 4 Januari 2025 - 14:53 WIB

Rumusan Pada Tindak Pidana “Mens Rea dan Actud Reus”

Berita Terbaru

Kapuspenkum Kejagung, Harli Siregar

Berita Utama

Kejati Kalbar Kasasi Vonis Bebas Kasus Tambang WNA Asal China

Sabtu, 18 Jan 2025 - 17:52 WIB

Dirlantas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Latif Usman

Megapolitan

Tilang Elektronik Bakal Dikirim ke WhatsApp, Begini Penjelasannya

Jumat, 17 Jan 2025 - 20:54 WIB

LQ Indonesia Law Firm

Berita Utama

Laporan Ditolak, LQ Indonesia Law Firm: Apa Gunanya Komisi Yudisial

Jumat, 17 Jan 2025 - 19:39 WIB