BERITA JAKARTA – Salah satu elite Partai Gerindra, Rahayu Saraswati ikut memantau perkembangan kasus dugaan pemerkosaan yang dialami PU gadis remaja berusia 15 tahun yang dilakukan anak Anggota DPRD Kota Bekasi, Jawa Barat, berinisial AT (21).
Rahayu yang juga Ketua Jaringan Nasional Anti Tindah Pidana Perdagangan Orang (Jarnas TPPO) mengaku, telah mendengar kondisi korban yang trauma akibat kekerasan seksual yang disertai dugaan pemaksaan prostitusi.
“Dari informasi yang saya dapatkan, dampak yang dialami korban PU adalah secara mental, fisik dan seksual, dimana korban sampai harus menjalani tindakan secara medis,” kata Rahayu dikutif dari laman Tribun, Rabu (2/6/2021) kemarin.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Rahayu pun prihatin dengan upaya pelaku untuk berdamai dengan keluarga korban berupa tawaran pernikahan. Meski prihatin, Rahayu tidak kaget dengan adanya tawaran pernikahan dari tersangka pemerkosaan kepada korbannya.
“Kenapa saya tidak kaget? Karena hal itu, bukan pertama kali terjadi di Indonesia. Terlalu sering, dengan harapan bisa menghindari stigma ataupun proses hukum kepada pelaku,” jelasnya.
Sebagai aktivis anti perdagangan orang, kami sering mendengar kesaksian para pendamping korban pemerkosaan di daerah-daerah yang harus berhadapan dengan pihak keluarga bahkan aparat penegak hukum yang justru mendorong agar pelaku dan korban menikah.
“Ini hanya, semata-mata agar terhindar dari stigma dan aib dan juga menghindar adanya tuntutan hukum dan prosesnya yang bisa berkepanjangan. Pandangan dan sikap seperti ini harus disudahi,” tegasnya.
Dikatakan Rahayu, pemerkosaan dalam hubungan berpacaran kerap terjadi namun sangat sulit dibuktikan secara hukum di negara seperti Indonesia. Padahal, kekerasan seksual bisa berbentuk banyak hal dalam hubungan, seperti intimidasi hingga pemaksaan.
“Rayuan seperti: ‘Kalau kamu sayang sama aku, kamu harusnya mau berhubungan intim denganku’ bukan hal yang aneh lagi,” ujar Rahayu.
Kejar Terduga Pelaku Lain
Sebagai informasi, AT telah ditetapkan polisi sebagai tersangka untuk kasus pemerkosaan. Akan tetapi, dugaan kasus TPPO masih dalam penyelidikan pihak Polres Metro Bekasi Kota.
Menurut Rahayu, bukti psikologis, fisik dan kesaksian korban semestinya sudah cukup untuk mendorong aparat menegakkan keadilan terkait UU No.35 tahun 2014, tentang Perubahan UU No.23 tahun 2002, tentang Perlindungan Anak dan UU No.21 tahun 2007, tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang.
Karena itu, Rahayu beserta Yayasan Parinama Astha mendukung penjatuhan hukuman seberat-beratnya kepada tersangka. Meski demikian, dia juga meminta aparat untuk menghukum pelaku-pelaku lain yang mungkin terlibat dalam pemaksaan prostitusi.
Sebab, sambung Rahayu, sebagaimana tertulis di UU, setiap orang yang berhubungan intim dengan anak dibawah usia 18 tahun adalah perbuatan pidana.
“Namun, jangan dilupakan bahwa ada pelaku-pelaku lain yang masih lepas dari jeratan hukum, yaitu mereka yang melakukan pemerkosaan terhadap PU selama dirinya mengalami pemaksaan pelacuran oleh pelaku,” tegasnya.
Setiap dari mereka, lanjut Rahayu, berdasarkan Undang-Undang (UU) yang disebut telah melakukan hubungan intim dengan anak dibawah usia 18 tahun dan tentunya melakukannya dalam konteks pelacuran dan eksploitasi seksual, sehingga masuk dalam kategori pelaku perdagangan anak.
“Kami meminta agar pihak aparat penegak hukum juga menggunakan kekuatan Cyber Crime Unit untuk mengejar para pengguna jasa dan klien perdagangan anak,” imbuhnya.
Rahayu menambahkan, bahwa dia dan Yayasan Parinama Astha akan terus mengawal proses kasus yang menimpa korban PU tersebut hingga tuntas dan meminta pelaku dihukum seberat-beratnya sesuai dengan UU yang berlaku. (Edo)