BERITA JAKARTA – Semestinya jabatan seorang Hakim, Jaksa, Panitera serta Panitera Pengganti (PP) atau disebut Aparat Penegak Hukum (APH) mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor: 10 Tahun 1947, tentang sumpah jabatan.
Mereka harus teguh melaksanakan isi dalam sumpah jabatannya. Selain itu jabatan merupakan amanah dari Sang Khalik yang kelak bakal dimintai pertanggungjawabannya.
Namun faktanya tidak demikian, sejumlah pelanggaran kerap dilakukan para aparat penegak hukum di negeri seribu pulau. Mulai dari suap, gratifikasi hingga perbuatan lancung lainnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Seperti yang terjadi di Kejaksaan Negeri (Kejari) Surabaya yang konon kabarnya menjanjikan tidak melanjutkan penyidikan dugaan korupsi pemberian fasilitas kredit dari Bank BNI Cabang Surabaya yang mencapai puluhan miliar kepada PT. Atlantik Bumi Indo (PT. ABI).
“Karir saya sebagai jaminannya kalau perkara ini naik lagi,” aku sumber Matafakta.com, meniru ucapan aparat penegak hukum, Selasa (25/5/2021) kemarin.
Padahal para, APH itu telah berjanji dengan menyebut nama Tuhannya yang berbunyi:
“Bahwa saya untuk mendapat jabatan saya ini, baik dengan langsung maupun dengan tidak langsung, dengan rupa atau kedok apapun juga, tidak memberi atau menyanggupi akan memberi sesuatu, kepada siapapun juga. Bahwa saya akan setia dan taat kepada Negara Republik Indonesia“
Namun yang terjadi sumpah tinggalah sumpah. Meski pun saat pengucapan sumpah tersebut dihadapan kitab suci tak menjadi persoalan.
Menanggapi hal itu, Mantan penasehat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Abdullah Hehamahua, mengemukakan pandangannya soal dugaan pelanggaran kinerja APH.
Abdullah menyebutkan, Jaksa Pinangki Sirna Malasari yang tersangkut dalam pusaran kasus Joko Soegiarto Tjandra alias Djoko Tjandra.
“Kalau hal itu (perbuatan tercela) bagi saya bukan perkara baru. Fakta yang teranyar bagaimana Jaksa di Kejaksaan Agung terlibat dalam kasus Djoko Tjandra,” ujar Abdullah Hehamahua, Rabu (26/5/21) malam.
Abdullah mengungkapkan, para jaksa-jaksa yang berdinas diberbagai daerah di Indonesia, melihat perilaku Jaksa di Gedung Bundar tersebut.
“Mereka berpikir, mengapa kita di daerah tidak bisa berperilaku seperti Jaksa di Kejaksaan Agung,” ucap Abdullah.
Dia menambahkan, tentu Jaksa yang berperilaku seperti itu (tidak terpuji), bukan mantan Jaksa yang pernah bertugas di KPK.
“Lain halnya, jika mantan Jaksa KPK ketika lembaga anti rasuah itu diobok-obok oleh rezim seperti sekarang ini, sehingga mantan penyidik dan Jaksa KPK berperilaku aneh-aneh dan tidak senonoh,” pungkasnya. (Sofyan)
BeritaEkspres Group