BERITA JAKARTA – Persidangan perkara perdata atas gugatan Arwan Koty melawan PT. Indotruck Utama di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Utara, persidangan dalam agenda pemeriksaan dua orang saksi yang dihadirkan oleh tergugat, Bayu Triwidodo dan Tommy Tuasihan.
Dipersidangan, saksi Bayu Tri Widodo mengaku diperintahkan Soleh untuk mengambil Excavator milik Arwan Koty di yard PT. Indotruck Utama sebagai tempat yang ditentukan dalam perjanjian jual beli antara Arwan Koty dengan PT. Indotruck Utama.
Namun, berdasarkan Surat Tugas No.107/TUS-ST/I/2017 tertanggal 18 November 2017 ditunjukan saksi yang juga merupakan bukti yang diajukan PT. Indotruck Utama, bahwa pengambilan Excavator bukan di Yard PT. Indotruck Utama, namun disebutkan dalam Surat Tugas tersebut, pengambilan di PT. Kaypitransmalindo yang merupakan perusahaan lain.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Hal tersebut, tidak sesuai dengan Perjanjian Jual Beli (PJB) Excavator antara Arwan Koty dengan PT. Indotruck Utama, menjadi pertanyaan surat tugas tersebut adalah untuk mengambil Excavator milik orang lain namun dijadikan bukti oleh PT. Indotruck Utama.
Selain itu, saksi Bayu Tri Widodo juga menunjukan foto yang juga diajukan tergugat dari PT. Indotruck Utama sebagai bukti. Dalam foto tersebut, saksi menyatakan, bahwa saksi telah mengambil dan menaikkan Excavator Arwan Koty. Berdasar hukum foto tersebut tidak serta merta dapat membuktikan bahwa Excavator dalam foto tersebut adalah Excavator milik Arwan Koty.
Menurut hukum yang dapat membuktikan adalah berita acara serah terima, bukan hanya sekedar foto. Lebih lanjut, saksi Tommy Tuasihan yang dikenalkan Soleh dan Susilo dari PT. Indotruck Utama kepada Arwan Koty menyatakan, pernah memberikan pinjaman kepada Arwan Koty untuk pelunasan pembelian Excavator dari PT. Indotruck Utama.
Namun, ketika Kuasa Hukum Arwan Koty menanyakan mengenai perjanjian jual beli antara, Arwan Koty dengan PT. Indotruck Utama, saksi Tommy Tuasihan tidak mengetahui perjanjian jual beli Excavator tersebut.
Kemudian, ketika Hakim menanyakan kepada Saksi Tommy Tuasihan apakah Excavator tersebut telah diserahkan dan diterima oleh Arwan Koty? Saksi Tommy Tuasihan menyatakan, Excavator telah diserahkan dan diterima Arwan Koty, hanya berdasarkan informasi secara lisan dari Soleh.
Selain itu, saksi Tommy Tuasihan yang mengaku juga mengangkut Excavator tersebut ke Nabire mengaku tidak memiliki dokumen pengangkutan.
Istri penggugat wanprestasi, Arwan Koty secara spontan berteriak: “bohong”, “bohong,” saat saksi Tommy Tuasihan memberikan keterangan. Pasalnya, wanita itu, tidak kuasa menahan perasaannya manakala mendengarkan kesaksian saksi yang bertolakbelakang dari alat bukti dan fakta-fakta.
“Kami ini kan korban Pak. Tetapi keterangan saksi yang kami nilai penuh rekayasa menjadi tidak menunjukkan bahwa kami telah diperlakukan seenaknya, dizolimi, dirugikan dan dipermainkan,” ujar istri Arwan Koty perihal tindakannya teriak di ruang sidang hingga mengagetkan Ketua Majelis Hakim, Fahzal Hendri.
“Kami ini konsumen Pak, yang selama ini berusaha keras mempertahankan hak-hak. Kami tahu betul bahwa kami rakyat kecil yang awam hukum lagi, sementara yang kami hadapi “gajah”. Namun karena merasa dipermainkan dan merasa berhak atas apa yang kami perjuangkan atau tuntut itu, iya kami berjuang dengan segala daya dan upaya untuk mendapatkan serta mempertahankan hak tersebut,” ujar isteri Arwan Koty di Jakarta, Jum’at (6/11/2020).
Saksi tergugat Tommy Tuasihan yang bekerja sebagai GM PT. Bahtera Lintas Globalindo di Pelabuhan Tanjung Priok itu dibawah sumpah dalam kesaksiannya mengatakan, dirinya bekerjasama dengan Soleh untuk mengirimkan barang penggugat berupa Excavator dua unit ke Nabire.
Atas koordinasi dengan Soleh (ekspedisi) Tommy Tuasihan telah memuat barang alat berat Excavator Volvo EC 210D dan Excavator Volvo EC 350DL dan telah sampai di Pelabuhan Nabire dengan menggunakan kapal LCT Anugrah Indasah.
Namun demikian, Tommy Tuasihan mengakui kepada Majelis hakim bahwa pengiriman barang tanpa dokumen atau daftar penerima barang di tempat tujuan.
Mendengar kesaksian tersebut Majelis hakim menunjukkan keheranannya. “Kok bisa barang kamu kirim dan kamu bilang telah sampai tujuan tapi tanpa bukti dokumen sudah sampai dan tandatangan penerimanya tidak ada. Dimana tanggungjawabmu sebagai ekspedisi,” tanya Fahzal.
Atas kenyataan sangat dirugikan, Arwan Koty selaku penggugat wanprestasi memohon Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara agar memberikan keadilan terhadap pihaknya.
Melalui tim penasihat hukumnya dari kantor Hukum AGD & Partners dibeberkan bahwa penggugat memesan barang untuk keperluan tambang di Nabire, berupa Excavator dua unit dibayar lunas ke PT. Indotruck Utama (IU) pada tahun 2017 lalu.
Namun barang yang dibeli dan dipesan tersebut sampai saat ini belum diterima hingga Arwan Koty harus menempuh jalur hukum atas kerugian yang diderita penggugat sekitar Rp5 milliar itu.
Ahli hukum Prof Dr Atja Sonjaya SH MH menegaskan dalam Pasal 1457 KUHPerdata disebutkan bahwa “Jual beli adalah suatu persetujuan dengan mana pihak yang satu mengikat dirinya untuk menyerahkan suatu barang dan pihak yang lain untuk membayar harga barang yang dijanjikan“.
Itu artinya kewajiban pembeli adalah melunasi pembelian atau harga barang yang disepakati sedangkan kewajiban penjual menyerahkan barang yang telah dilunasi sesuai kesepakatan penjual dan pembeli yang dalam hal ini perjanjian jual beli. (Dewi)