BERITA JAKARTA – Mirawati terdakwa II dalam perkara dugaan suap impor bawang putih mengaku syok dan kaget atas dakwaan yang dibacakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
“Majelis hakim yang mulia, atas dakwaan JPU atas nama terdakwa Mirawati, setelah menerima dan membaca berkas perkara dan dakwaan, saya syok dan sangat kaget,” ujar Mirawati dalam eksepsi yang dibacakan di hadapan Majelis hakim, Selasa (7/1/2020).
Dalam eksepsinya Mirawati juga menjelaskan, bahwa dirinya hanyalah ibu rumah tangga biasa yang tidak pernah mengambil dan merampok uang negara, bahkan mencicipi fasilitas negara, dirinya mengaku sebagai perempuan biasa yang menghidupi anak-anaknya sendiri tanpa didampingi suami.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Saya adalah perempuan biasa, perempuan tanpa suami yang menafkahi, perempuan biasa yang berusaha menghidupi anak-anak sendiri, perempuan yang harus berpisah dengan suami karena dipukuli membabi buta oleh eks suami, lihat muka saya, hancur, dipukul babak belur, tersungkur ditendang-tendang,” paparnya.
Sementara itu, penasehat hukum Mirawati, Deasiska Biki, memberikan tanggapan dalam eksepsinya terkait pengeledahan dan penyitaan beberapa barang milik terdakwa II di PT. Asiatech, Jalan Cilandak KKO No.10, Cilandak Timur, Pasar Minggu dan di Jalan Manggis No.88 RT002/RW01, Kelurahan Ciganjur, Jagakarsa, Jakarta Selatan.
“Bahwa saat penggeledahan terjadi, penyidik KPK tidak menghadirkan Penasehat Hukum atau pihak keluarga terdakwa II. Berdasarkan keterangan dari pihak keamanan PT. Asiatech serta asisten rumah tangga di kedua lokasi tersebut, saat penggeledahan dilakukan, proses serta dokumen yang terkait dengan penggeledahan justru diketahui, ditanda tangani dan diberikan KPK kepada Jerry Tamasoa yang merupakan mantan suami terdakwa II yang sudah bercerai pada tahun 2017 dengan akta nomor 1593/AC/2017/PAJS yang notabene sudah tidak mempunyai hubungan apapun dengan terdakwa II,” urainya.
Deasiska juga menyayangkan sikap KPK yang tidak mengakui melakukan penggeledahan meski pihaknya sudah dua kali meminta klarifikasi secara surat tertanggal 28 Agustus 2019 dan 4 Oktober 2019.
“Lebih ironis lagi meski faktanya benar-benar telah melakukan penggeledahan di beberapa tempat, namum pihak KPK dalam berkas perkara yang ada sama sekali tidak mengakui telah melakukannya atau justru menyatakan tidak melakukan penggeledaha dalam perkara ini,” katanya.
Atas dasar uraian tersebut Penasehat Hukum Terdakwa II berkesimpulan dalam eksepsinya bahwa Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tidak berwenang secara absolut dan juga relative untuk memeriksa dan mengadili perkara ini karena bukan merupakan perkara pidana.
“Bahwa surat dakwaan JPU tidak jelas, tidak lengkap atau kabur karena sama sekali tidak menguraikan fakta yang sesungguhnya terjadi sehingga harus dinyatakan tidak diterima atau dibatalkan,” jelasnya.
Seperti diketahui Mirawati, salah satu karyawan di PT. Asiatech dan Elviyanto, Direktur PT. Asiatech serta I Nyoman Dhamantra, anggota Komisi VI DPR RI periode 2014-2019, didakwa menerima suap senilai Rp2 miliar dan janji berupa uang sebesar Rp1,5 Miliar. Mereka diduga mengupayakan pengurusan Surat Persetujuan Impor (SPI) bawang putih di Kementerian Perdagangan dan Rekomendasi Impor Produk Holtikultura (RIPH) di Kementerian Pertanian untuk kepentingan Chandry Suanda alias Afung, Direktur PT Cahya Sakti Agro (CSA).
Atas perbuatan tersebut KPK mendakwa mereka melanggar Pasal 12 ayat (1) huruf a atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP. (Bambang)
Beritaekspres.com