BERITA JAKARTA – Bila terjadi kerusuhan di negeri ini maka yang patut dimintai pertanggung jawabannya itu Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan antek-anteknya yang ‘patgulipat’ bersekongkol merusak tatanan demokrasi dan supermasi hukum.
Indikatornya jelas, sebab tidak ada kekuatan politik yang dapat memobilisasi perangkat Aparatur Negara dari tingkat pusat hingga sampai ke daerah-daerah diseluruh Nusantara, sama seperti ketika di Pilpres.
“Sangat jelas bahwa Presiden Jokowi berbeda jawabannya ketika menjawab pertanyaan wartawan soal Putusan MK RI Nomor: 90 tahun 2023, Presiden menegaskan harus dilaksanakan karena sudah final dan mengikat,” kata pengamat politik, Samuel F Silaen kepada Matafakta, Jumat (23/8/2024).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Namun, berbeda dengan jawabannya terhadap Putusan Nomor 60 dan 70 tahun 2024, justru Presiden mengatakan, harus menghormati keputusan masing-masing lembaga. Artinya Presiden Jokowi bermain aman,” tambah Silaen.
Dapat ditarik kesimpulan sementara bahwa gerak cepat Baleg DPR RI untuk merevisi Undang-Undang (UU) Pilkada sarat dengan muatan kepentingan politik dinasti yang ingin mengaborsi Putusan MK RI.
“Lebih tepatnya membegal Putusan MK RI yang notabene kejadian yang hampir mirip dengan putusan MK RI yang meloloskan putranya Presiden Jokowi menjadi Cawapres ketika itu,” kritik Alumni Lemhanas Pemuda 2009 itu.
Hari ini bila elemen masyarakat Indonesia tidak bergerak untuk membendung syahwat politik yang diusung “KIM Plus” maka dapat dibayangkan bahwa Pilkada serentak 2024 akan melahirkan tirani politik yang rakus dan tamak.
“Karena, diperkirakan ada sekurang-kurangnya 150-an Calon Kepala Daerah dibeberapa daerah dibuat melawan kotak kosong. Ini kezaliman politik yang luar biasa,” tegas Silaen.
Namun unjuk rasa besar hari ini telah mengurungkan niat busuk penguasa dan antek-anteknya, untuk tidak memaksakan kehendaknya mengetok UU Pilkada secepat kilat yang jauh dari alam demokrasi.
“Karena publik menilai UU Pilkada tersebut adalah pesanan ‘invisible man’ yang menghendaki mulusnya rencana jahat penguasa dan antek-anteknya,” imbuh Silaen.
Pengesahan revisi UU Pilkada dikebut hanya semalam jelas mengangkangi putusan MK dan bentuk nyata dari penyelewengan konstitusi dan menyimpang dari cita-cita perjuangan demokrasi tahun 1998 secara telanjang!.
“Bila tidak dilakukan perlawanan keras hari ini maka ini tragedi demokrasi, kembali ke titik nadir,” pungkas Silaen. (Sofyan)