BERITA JAKARTA – Seorang oknum Hakim berinisial M yang berdinas di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya diduga sebagai mafia hukum menjelang purna tugas alias pensiun sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS).
Pasalnya, oknum Hakim M dalam sepekan membebaskan dua orang terdakwa dalam perkara pidana yang berbeda.
Pada 24 Juli 2024, Hakim M dan dua Hakim yang duduk sebagai Majelis dalam perkara Pasal 338 KUHP, memvonis bebas terdakwa Gregorius Ronald Tannur. Padahal, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut 12 tahun penjara.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Enam hari kemudian yakni pada 30 Juli 2024, Hakim M juga memvonis bebas terdakwa Victor S. Bachtiar yang terjerat dalam kasus pidana mafia Kepailitan No: 952/Pid.B/2024/PN.Sby.
Dalam fakta persidangan telah terungkap dengan terang benderang peran terdakwa Victor S. Bachtiar, selaku Kuasa Hukum pemohon Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) membuat tagihan palsu kepada PT. Hitakara.
Padahal, tagihan seharusnya dialamatkan kepada PT. Tiga Sekawan. Akibatnya, dua buah Hotel milik PT. Hitakara, masuk ke dalam harta Pailit yang kini dikuasai Kurator.
“Saya telah melaporkan oknun Hakim M dan kawan-kawan ke Ketua Badan Pengawas Mahkamah Agung atau Bawas MA-RI pada 2 Agustus 2024, terkait dugaan suap dalam putusan perkara No: 952/Pid.B/2024/PN.Sby,” ujar Direktur PT. Hitakara, Jack Hartono, Rabu (7/8/2024).
Sementara itu, Ketua Badan Pengawas Mahkamah Agung (Bawas-MA), Sugiyanto berjanji akan melibas para hakim mafia tersebut.
“Terkait dengan pengaduan terhadap Majelis Hakim pemeriksa perkara atas nama terdakwa Gregorius Ronald Tannur, saat ini Tim Pemeriksa sudah bekerja mengumpulkan bahan-bahan yang diperlukan untuk keperluan pemeriksaan para terlapor,” tegasnya.
Selanjutnya, Tim Bawas MA meluncur ke Surabaya untuk melakukan pendalaman dan pemeriksaan kepada pihak-pihak terkait dan para pelapor untuk memastikan apakah benar ada pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH) dalam menjatuhkan perkara-perkara tersebut.
Sedangkan terkait dugaan pelanggaran KEPPH yang dilakukan Majelis Hakim pemeriksa perkara terdakwa Victor S. Bachtiar, Bawas MA, baru menerima pengaduan melalui email pada 2 Agustus 2024,.
“Sementara, untuk dugaan pelanggaran KEPPH yang dilakukan Hakim PN Balikpapan atas nama Lila Sari yang kini menjabat Ketua PN Tanjung Redep penyusunan Laporan Hasil Pemeriksaan atau LHP telah selesai dan tengah diajukan Nota Dinas Hukuman Disiplin oleh Ketua Bawas kepada pimpinan MA,” tukas Sugiyanto.
Mafia Peradilan di PN Balikpapan Terkonfirmasi Kebenarannya
Disisi lain, meskipun Arie Siswanto, SH, MH, Humas PN Balikpapan beralibi, pendaftaran perkara terhadap Penetapan Nomor: 253.Pdt/2023/PN.Bpp, melalui E-litigasi diterima di Kepaniteraan PN Balikpapan melalui PTSP tanggal 18 Oktober 2023 sudah sesuai prosedur, tetapi faktanya berbeda dengan hasil temuan pemeriksaan oleh Bawas MA.
Permohonan penetapan didalilkan melalui persidangan Hari Rabu, 25 Oktober 2023. Diputus pada waktu yang sama yakni, Hari Rabu, 25 Oktober 2023 dan Penetapan Nomor: 253.Pdt/2023/PN.Bpp, dikeluarkan pada hari yang sama pula yakni pada Hari Rabu, 25 Oktober 2023.
Padahal, dalam logika yang sederhana, usai sidang, Hakim LS membutuhkan waktu minimal satu hari untuk menyusun pertimbangan penetapan. Karena ini bukan “Perkara Tindak Pidana Ringan Lalu Lintas”. Sehingga Penetapan Nomor: 253.Pdt/2023/PN.Bpp itu normalnya baru dapat dikeluarkan pada 26 Oktober 2023.
Dari sini merebak dugaan, bahwa sejatinya tidak ada persidangan permohonan penetapan pada tanggal 25 Oktober 2023 itu. Namun Hakim LA faktanya mengeluarkan Penetapan Nomor: 253.Pdt/2023/PN.Bpp.
Kasusnya sendiri, bermula pada tanggal 11 Oktober 2023, dengan mengaku selaku Kuasa Hukum SUR (Pemohon I), R (Pemohon II) dan PI (Pemohon III), RA mengajukan permohonan penetapan teregister pada Rabu 18 Oktober 2023.
Kemudian pada 25-10-2023, atau lima hari kerja didalilkan bersidang, LS, Hakim pada PN Balikpapan pada hari yang sama, ujuk-ujuk mengeluarkan Penetapan No. 253/Pdt/P/2023/PN.Bpp.
Dari sini merebak kecurigaan, bahwa sejatinya diduga tidak ada persidangan permohonan penetapan pada tanggal 25 Oktober 2023 itu. Namun Hakim LA faktanya mengeluarkan Penetapan Nomor: 253.Pdt/2023/PN.Bpp.
Terungkap pula RA menuangkan keterangan palsu dalam permohonan penetapan. SUR selaku Pemohon I, dikontruksikan oleh RA sebagai Wadir II CV. MH. Padahal sejak tanggal 25 September 2023, SUR sudah keluar dari Persero CV. MH.
SUR sudah tidak lagi menjabat sebagai Wadir II CV. MH, berdasarkan Akte No. 07 masuk dan keluar sebagai Pesero serta Pengubahan Anggaran Dasar CV. MH yang dikeluarkan Notaris Hasanuddin, SH, M. Kn di Kota Samarinda pada tanggal 25 September 2023.
Kendati berdalih seolah-olah ada tipu muslihat sekalipun, sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 1328 KUHPerdata, SUR tetap tidak dapat membatalkan sebuah akte, hanya dengan bermodalkan Surat Pernyataan yang dibuatnya tertanggal 29-09-2023 yang diduga atas suruhan OBT dan RA.
Akte No. 07 yang dibuat Hasanuddin, SH, M. Kn Notaris di Kota Samarinda tanggal 25-09-2023, telah memenuhi syarat sesuai ketentuan Pasal 1320 KUHPerdata. Pembatalan akte harus melalui gugatan perdata yang masuk dalam wilayah contentieuse jurisdictie.
Secara rasional agak sulit menerima alibi yang diduga dibangun oleh RA, bahwa SUR menjadi korban “penyalahgunaan keadaan” atau “tipu muslihat” ketika menandatangani Akte Nomor 07.
Pertama, SUR sengaja datang jauh-jauh dari Belitung Timur ke Samarinda dengan kesadaran sendiri. Kedua, ada dokumentasi SUR tengah membaca dengan seksama isi minuta Akte 07, yang akan ditandatangani.
Ketiga, SUR telah menerima dana melalui transfer ke rekening atas nama dirinya, sebagai kompensasi keputusannya untuk keluarnya dari Persero. Keempat, SUR seorang yang berpendidikan tinggi dengan gelar S1.
Kelima, setelah menandatangani akte, SUR enggan langsung kembali ke Pulau Bangka sebelum bertemu H. US di Lapas Tenggarong. (Sofyan)