BERITA BEKASI – “Awalnya ruwet dan tidak menguntungkan bahkan menimbulkan sengketa hukum antara Pemerintah Kota Bekasi dengan Foster Oil & Energy Pte Ltd (FOE) sebagai Mitra Kerjasama Operasional atau Joint Operation Agreement (JOA).
Hal itu dikatakan Ketua Jaringan Nusantara Watch (JNW), Indra Sukma menyoroti keadaan Perusahaan Perseroan Daerah (Perseroda) Migas Kota Bekasi yang kini tengah dilaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
“Dari tidak menguntungkan selama 13 tahun sejak 2011 hingga sekarang menguntungkan bagi Pemerintah Daerah. Namun sayangnya, ada miss persepsi publik di Kota Bekasi, terkait bisnis Migas Kota Bekasi,” terang Indra, Kamis (18/7/2024).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Dikatakan Indra, Sumur Blok Jatinegara sejatinya adalah milik Pertamina dari tahun 1980 dan tanah sekitar sudah diganti rugi, sehingga yang mempunyai hak Kontraktor dari SKK Migas adalah Pertamina.
“Sedangkan Migas Kota Bekasi dan Foster adalah pihak yang mengikat kerjasama untuk mengoperasikan sumur tersebut dari tahun 2011 hingga siap produksi tahun 2017,” ungkap Indra.
Sebelum berubah, kata Indra, menjadi Perusahaan Perseroan Daerah (Perseroda), dahulu BUMD ini hanya sebatas Perusahaan Daerah (PD), dimana saat itu belum terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 54 Tahun 2017, tentang BUMD.
“Ini amanah, dimana seluruh Pemda harus melakukan penyesuaian Badan Hukum BUMD, baik itu menjadi Perumda ataupun Perseroda. Saat ini, status PD Migas Kota Bekasi telah berubah menjadi Perseroda, karena sudah ada Perdanya Nomor 07 tahun 2022,” imbuhnya.
Kerjasama Migas dengan FOE yang kemudian KSO dengan Pertamina adalah sebagai mitra, dimana tugas PD Migas hanya lokasi, perijinan dan mengkondisikan masyarakat sekitar. Bahkan Migas Kota Bekasi belum pernah mengeluarkan modal untuk operasi sumur.
“Penyertaan awal Rp3,15 miliar saat itu hanya untuk gaji pegawai waktu awal berdiri. Sedangkan FOE mengeluarkan modal hingga jutaan dollar, teknologi dan tenaga ahli untuk pengeboran. Jadi FOE yang keluar modal,” jelasnya.
Dahulu, lanjut Indra, FOE hanya memberikan 10 persen sharing partisipasi interes-nya kepada Kota Bekasi. Namun, sekarang setelah adanya dading atau negosiasi ulang sesuai anjuran Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP) saat ini naik menjadi 15 persen.
“Bahkan dengan komitmen tambahan sampai 20 persen nantinya. Tahun berikutnya sebenarnya PT. Migas Kota Bekasi sudah bisa memberikan PAD yang cukup besar. Kalau kemarin tahun 2022 baru hanya Rp200 juta,” tuturnya.
Keberhasilan itu, sejak Apung Widadi (Dirut Migas baru) dipercaya membenahi carut-marutnya pengelolaan Migas Kota Bekasi selama 13 tahun mulai dari persoalan hukum dan hutang pihak ketiga Rp15 miliar, termasuk gaji pegawai selama 2 tahun sebesar Rp2,2 miliar.
“Sekarang semua sudah selesai. Baru mau nafas tahun depan Deviden ad Interim sudah lumayan miliaran bukan Rp200 jutaan lagi untuk PAD, tapi sekarang malah di dorong ke KPK. Tragis nasib Migas Kota Bekasi,” pungkas Indra.
Sebelumnya, PT. Minyak dan Gas Bumi (Perseroda) Kota Bekasi mendapat kunjungan Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Banten untuk melakukan study banding, terkait keberhasilan pengelolaan Minyak dan Gas Bumi milik BUMD Pemerintah Kota Bekasi.
Selain itu, PT. Migas Kota Bekasi juga dibawah kepemimpinan Direktur yang baru, Apung Widadi sukses menyabet dua penghargaan diajang Top BUMD Awards 2024 dengan predikat Bintang 3 dan Top CEO BUMD 2024.
Predikat bintang 3 diberikan dengan memperhatikan sejumlah indikator diantaranya memiliki pencapaian kinerja dan kepemimpinan serta manajerial yang baik. Sukses untuk Perseroda PT. Migas Kota Bekasi. (Aji Prasetyo)