BERITA BEKASI – Viralnya sebuah video berdurasi 2,54 detik terkait putusan 6 bulan penjara oleh Pengadilan Negeri (PN) Unaaha, Kabupaten Konawe, Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra), memancing reaksi berbagai pihak, terutama dari dunia pers, Sabtu (6/4/2024).
Salah satunya, CEO Matafakta Media Pratama (MMP), Indra Sukma yang prihatin adanya peristiwa hukum yang menimpa rekan media di Unaaha, Kabupaten Konawe yang dijerat Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) atau pencemaran nama baik.
“Link yang dibagikan melalui akun fecabook-nya itu sudah berbentuk sebuah produk berita media yang sudah dipublikasikan. Diera digital atau medsos biasa masyarakat saling berbagi informasi,” terang Indra, Jumat (5/4/2024).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Jika ada, kata Indra, pihak yang keberatan dengan pemberitaan yang tersebar yang sudah berbentuk dalam sebuah produk berita itu, silahkan layangkan somasi ke redaksi media yang menerbitkan atau ke Dewan Pers untuk dimintakan Hak Jawab.
“Kalau main langsung pidana baik terhadap wartawan maupun masyarakat memang Jaksa maupun Hakim sudah tahu bahwa link berita yang disebarkan itu merupakan berita produk hoks atau tidak benar?. Apakah sudah melalui pembuktian bahwa itu hoaks atau bukan?,” jelasnya.
Sementara, lanjut Indra, terkait legalitas media Undang-Undang (UU) Pers Nomor: 40 Tahun 1999 media haruslah berbadan hukum kalau sekarang berbentuk Persroan Terbatas (PT). Artinya media yang mengangkat pemberitaan itu sudah memiliki badan hukum.
“Kalau soal terdaftar atau terverifikasi Dewan Pers itu adalah salah satu upaya Dewan Pers untuk menertibkan media, termasuk Uji Kompetensi Wartawan atau UKW yang sifatnya terus berproses untuk berupaya memenuhi itu. Jadi kalau belum terpenuhi, bukan berarti illegal,” jelasnya.
Lebih jauh Indra mengatakan, banyak rekan-rekan journalist dilapangan yang sudah belasan tahun bahkan puluhan tahun menggeluti profesi yang sudah menjadi jiwanya. Tak sedikit dari para rekan yang sudah kawakan mendirikan media terlebih lagi diera digital saat ini.
“Ya, karena memang sudah jiwanya. Artinya profesi ini sudah menjadi darah daging istilahnya. Namun membuka sebuah media memiliki tantangan tersendiri. Ditengah persaingan saat ini, tidak mudah mencari pemasukan untuk media sebagai pendompang operasionalnya,” ungkap Indra.
Makanya, lanjut Indra, banyak rekan-rekan media yang jatoh bangun tapi terus berusaha untuk tetap menyumbang dan berkontribusi dalam menjaga pembangunan agar jauh dari perbuatan tercela seperti Korupsi, Kolusi dan Nepotisme atau KKN.
“Ya, hidupnya sudah dihabiskan diprofesi ini. Istilahnya, sudah mendarah daging. Meski begitu, kita tetap harus mendukung upaya Dewan Pers. Tapi, kalau Dewan Pers tidak mengakui media-media yang belum terdaftar ini yang jadi masalah. Sebab, semua berproses sehingga terjadi di PN Unaaha itu,” ulasnya.
Bahkan, tambah Indra, diera digital saat ini, berseliweran berbagai informasi yang diberikan masyarakat melalui media social (medsos) lebih dulu ketimbang pemberitaan para awak media dengan berbagai macam kemasan atau sajian seperti, Infoteiment, Podcast dan lain-lain, termasuk para artis dan presenter.
“Sementara sebagian pihak sibuk mau mengembiri untuk membatasi media dan mempenjarakan journalist atau wartawan. Itulah perkembangan jaman namun prosedur dan penegakkan hukum juga tetap jangan dikesampingkan setelah semua melewati pembuktian,” pungkasnya. (Hasrul)