BERITA SEMARANG – Balai Litbang Agama Semarang (BLAS) mengkaji kekerasan seksual pada Perguruan Tinggi Keagamaan Negeri (PTKN). Kajian yang rampung tahun 2023 tersebut, dilakukan mengingat kekerasan seksual pada jenjang lembaga Pendidikan Tinggi menempati posisi pertama.
Hal itu disampaikan Kepala BLAS, Moch. Muhaemin saat diseminasi kajian dan kebijakan mitigasi kekerasan seksual di PTKN di UIN Sunan Ampel Surabaya, Jawa Timur, Kamis (28/3/2024).
“Perguruan tinggi menempati posisi pertama dalam hal kekerasan seksual di lembaga pendidikan menurut data Komnas Perempuan tahun 2022,” jelas Muhaemin.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Menurutnya, kajian dengan tema kekerasan seksual tindak lanjut dari amanat Kementerian Agama (Kemenag) yang memasukkan isu kekerasan seksual ke dalam Rencana Aksi Nasional Outlook Kemenag 2023.
Selain itu, adanya instruksi Menteri Agama (Menag), tentang tindak lanjut hasil pelaksanaan Rapat Kerja Nasional Kementerian Agama Tahun 2023.
Ditambahkannya, dalam upaya peningkatan pemanfaatan hasil kajian, BLAS mengagendakan sosialisasi dan diseminasi hasil kajian tentang kekerasan seksual di PTKN tersebut ke beberapa Perguruan Tinggi. Salah satunya adalah UIN Sunan Ampel Surabaya.
Kepala Badan Litbang dan Diklat Kemenag RI, Prof. Dr. Suyitno, M. Ag dalam kesempatan yang sama mengaku, prihatin dengan frame gejala kekerasan seksual meningkat di Perguruan Tinggi Keagamaan Negeri.
“Trend yang terjadi dalam kasus ini pelakunya melibatkan dosen. Mengapa dosen ? karena ada relasi kuasa,” ujar Prof. Suyitno.
Dikatakannya, kekerasan seksual yang terjadi menjadi pekerjaan rumah bersama, karena kasus ini tidak hanya terjadi di Kampus PTKN saja, namun sudah menyasar di Pondok Pesantren (Ponpes).
“Selama ini penanganannya tidak serius dan tidak ada tindak lanjut yang tegas berupa punishment. Ada kesan kongkalikong atau kerjasama,” paparnya..
Dijelaskannya, apapun prestasi yang didapat suatu Kampus kalau ada kasus kekerasan seksual di dalamnya, dipastikan Kampus tersebut akan anjlok dan hilang prestasinya.
“Bagaimanapun juga prestasi Kampus menjadi taruhannya,” sambung, Prof. Suyitno.
Sementara itu, Sekretaris Badan Litbang dan Diklat Kemenag RI, Prof. Dr. M. Arskal Salim GP, M.Ag mengatakan, kasus kekerasan seksual di Perguruan Tinggi sudah cukup meresahkan dengan berbagai macam modus yang muncul.
“Mengapa kasus itu terjadi, mengapa kasus tidak terselesaikan, hal inilah yang akan menjadikan trauma bagi korban kekerasan seksual,” jelas Prof. M. Arskal Salim.
Sehingga, lanjutnya, perlu adanya langkah yang konkrit dengan menjalankan regulasi yang sudah dicanangkan secara nasional atau sectoral di PTKN secara cermat.
Lebih lanjut dijelaskannya, bahwa kekerasan seksual terjadi tidak lepas dari karena relasi kuasa. Dengan kekuasaannya ada kesempatan untuk menindas dengan melakukan kekerasan seksual.
Sedangkan Rektor UIN Sunan Ampel Surabaya, Prof. Dr. Akh. Muzakki, M.Ag Grad. Dip. SEA, M.Phil. Ph.D, menyebut saat Pendidikan Agama dan Perguruan Tinggi bertemu muncul kebajikan, maka kebaikan akan muncul dalam skala besar.
Begitu juga saat Agama dan Perguruan Tinggi bertemu yang muncul keburukan, maka keburukan juga akan muncul dalam skala besar.
Prof. Muzakki menjelaskan, jika di Kampusnya terjadi kekerasan seksual maka akan ditindak tegas. Di UIN Sunan Ampel tidak terjadi kekerasan seksual, kalau sampai terjadi akan kami tindak tegas.
“Disini ada 197 orang Satgas KS yang tersebar diseluruh Kampus UINSA. Kalau sampai terjadi dan tidak terdeteksi itu berarti modusnya sangat tinggi alias super canggih,” pungkas Prof. Muzakki. (Nining)