BERITA JAKARTA – Kinerja mumpuni ditunjukkan punggawa Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakarta Barat yang kembali menghentikan 4 perkara untuk mengenapkannya menjadi 44 perkara tindak pidana umum yang dihentikan melalui mekanisme Keadilan Restoratif atau Restorative Justice (RJ).
Kepala Seksi Pidana Umum (Kasie Pidum) Sunarto mengatakan, sejauh ini pihaknya telah menghentikan proses penuntutan perkara tindak pidana umum sebanyak 44 perkara.
“Sampai saat ini Kejari Jakarta Barat telah melaksanakan penghentian proses penuntutan sebanyak 44 perkara tindak pidana umum berdasarkan Keadilan Restoratif atau Restorative Justice,” kata Kasi Pidum Sunarto, Senin (28/8/2023).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Selain itu bidang Pidum, akan terus melakukan inventaris perkara-perkara yang dapat dilakukan penghentian perkara melalui RJ.
“Yang mana tentunya sudah sesuai Peraturan Jaksa Agung atau Perja Nomor 15 tahun 2020 yaitu sejak penerimaan SPDP sampai dengan penerimaan berkas tahap satu saya selalu mengikuti perkembangan perkara tersebut,” terang Sunarto.
Pemberhentian proses penuntutan empat perkara berdasarkan RJ oleh Kejari Jakarta Barat disetujui oleh Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jam Pidum) Dr. Fadil Zumhana Harahap atas permohonan dari Kajari Jakarta Barat, Iwan Ginting diantaranya perkara tindak pidana pencurian, perkara penganiyaan dan tindak pidana penadahan.
Jampidum Fadil Zumhana, melalui Pusat Penerangan Hukum (Puspenkum) Kejaksaan Agung mengumumkan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif diantaranya Tersangka Muhammad Dicky bin Yarmansyah yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
Kemudian kasus pencurian tersangka atas nama Muhamad Agus Saputra bin Abdulloh yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP. Selanjutnya Tersangka Dede Iskandar Saripudin bin Ilhamudin dari Kejaksaan Negeri Jakarta Barat yang disangka melanggar Pasal 480 Ayat (1) KUHP tentang Penadahan.
Dan Tersangka Muhammad Abdul Azis alias Babeh bin Purwanto yang juga dari Kejaksaan Negeri Jakarta Barat, disangka melanggar Pasal 351 ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
Menurut Fadil pemberian penghentian penuntutan terhadap empat kasus tindak pidana tersebut dilakukan berdasarkan keadilan restoratif lantaran telah dilaksanakan proses perdamaian dimana tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf.
“Tersangka belum pernah dihukum, tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana dan ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 tahun,” ujar Fadil.
Selain itu, proses perdamaian dilakukan secara sukarela dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan, dan intimidasi.
“Tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar,” tandasnya.
Selanjutnya, Jam Pidum memerintahkan kepada Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Barat untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum. (Sofyan)