SIAGA 98: Perampasan Harta Pejabat Tak Wajar Harus Jadi Kewenangan KPK

- Jurnalis

Minggu, 16 April 2023 - 20:44 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Foto: Koordinator Aktivis SIAGA 98:  Hasanuddin

Foto: Koordinator Aktivis SIAGA 98: Hasanuddin

BERITA JAKARTA – SIAGA 98 mencurigai ada upaya mengenyampingkan atau mengambil alih peran KPK dalam penindakan kekayaan yang tak wajar atau tidak sah (illicit enrichment) dalam RUU Perampasan Aset.

Salah satu aset yang dapat dirampas adalah kekayaan tak wajar pejabat publik, sebagaimana Pasal 2 ayat (1) huruf k draft Rancangan Undang-Undang atau RUU Perampasan.

“Aset pejabat publik yang tidak seimbang dengan penghasilannya atau yang tidak seimbang dengan sumber penambahan kekayaannya dan tidak dapat dibuktikan asal usul perolehannya secara sah maka aset tersebut dapat dirampas berdasarkan Undang-Undang ini,” terang Koordinator SIAGA 98, Hasanuddin, Minggu (16/4/2023).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Namun, sambung Hasanuddin, tidak ada pengaturan khusus bahwa perampasan aset di dalam RUU tersebut diserahkan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

“Semestinya kewenangannya diberikan kepada KPK, sesuai UU Nomor: 28 Tahun 1999, tentang penyelenggara negara yang bersih dan bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) jo Pasal 69 UU KPK Nomor: 30 Tahun 2002, tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor: 19 Tahun 2019, tentang perubahan kedua atas UU Nomor: 30 Tahun 2002, tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,” jelas Hasanuddin.

Baca Juga :  Modus Proyek PL, Celah Oknum Petinggi Kejagung Untuk Korupsi

Dikatakan Hasanuddin, melalui Pasal 69 inilah KPK memiliki tugas menerima dan memeriksa Laporan Harta Kekayaan Pejabat Negara (LHKPN). Namun dalam hal terdapat harta kekayaan tak wajar penyelenggara negara, KPK harus menyelidiki dan membuktikan pidana asalnya, sehingga perampasan aset harus terbukti pidana asalnya.

“Sehingga KPK dipaksa menerapkan Pasal 18 ayat (1) huruf a UU Nomor: 31 Tahun 1999, tentang Pemberantasan Pidana Korupsi. Pidana tambahan, perampasan barang bergerak yang berwujud atau yang tidak berwujud atau barang tidak bergerak yang digunakan untuk atau yang diperoleh dari tindak pidana korupsi, termasuk perusahaan milik terpidana dimana tindak pidana korupsi dilakukan, begitu pula dari barang yang  menggantikan barang-barang tersebut,” ulasnya.

Perampasan Aset Sebagai Bagian Dari Pemidanaan

Melalui Draft RUU Perampasan aset ini, KPK memiliki kewenangan mengajukan perampasan in rem sebagai bagian dari padanan pembuktian terbalik. Sebab itu, Draft RUU Perampasan aset dari tindak pidana korupsi atau penyelenggara yang memiliki harta tak wajar berdasarkan LHKPN sejatinya menjadi kewenangan KPK.

“Ini sejalan dengan Pasal 1 ayat (2) aset tindak pidana adalah aset yang diperoleh atau diduga berasal dari tindak pidana atau sarana dalam melakukan tindak pidana Draft RUU Perampasan Aset,” jelasnya.

Baca Juga :  LQ: Jangan Jadikan Drs. Hijanto Fanardy Menjadi Pengemis Keadilan

Sehingga, perampasan aset sebagaimana dimaksud Draft RUU Perampasan Aset tidak bersifat serta merta tanpa kausalitas sebab-akibat, landasan historis dan keterkaitan antar peraturan perundang-undangan, khususnya perampasan aset dari tindak pidana korupsi dan penyelenggara negara.

Kecurigaan Ini, Terindikasi Dari Dua Hal:

Pertama, tidak dimuatnya pasal khusus yang mengatur hal ini menjadi kewenangan KPK, dan, Kedua, tidak diikutsertakan dalam pembahasan dan penandatangan draft RUU, meskipun KPK melalui Jubirnya menyatakan bahwa keitidakikutsertaan KPK dengan pertimbangan draft ini kewenangan eksekutif, dan KPK adalah lembaga independen penegak hukum.

SIAGA 98 Memaknai Sebagai Sikap Protes KPK Dalam Bentuk Lain

Dengan pengaturan kewenangan diberikan kepada KPK, sebagai lembaga negara yang bersifat independen dan bebas dari pengaruh kekuasaan manapun, maka ini menjadi malapetaka bagi penyelenggara negara, Eksekutif, Legislatif dan Yudikatif, sebab kedeputian pencegahan KPK, dapat mengajukan perampasan harta kekayaan tak wajar (ellicit enrichment) penyelenggara negara kepada Pengadilan secara langsung. (Sofyan)

Berita Terkait

Membongkar Dugaan Korupsi Alat Intelijen di Kejaksaan Agung
Keterpilihan Pimpinan KPK Gambaran Buruk Independensi Penegakan Hukum
Publik Meragukan Proyek Intelijen Kejagung
Dugaan Proyek “Dagelan” Intelijen di Kejaksaan Agung
Modus Proyek PL, Celah Oknum Petinggi Kejagung Untuk Korupsi
Miris…!!!, Kantor Pemenang Tender Ratusan Miliar Kejagung Tak Punya Karyawan
Netralitas Pemerintah Pada Pilkada 2024 di Jawa Tengah
LQ: Jangan Jadikan Drs. Hijanto Fanardy Menjadi Pengemis Keadilan
Berita ini 6 kali dibaca

Berita Terkait

Jumat, 22 November 2024 - 22:49 WIB

Membongkar Dugaan Korupsi Alat Intelijen di Kejaksaan Agung

Jumat, 22 November 2024 - 09:03 WIB

Keterpilihan Pimpinan KPK Gambaran Buruk Independensi Penegakan Hukum

Jumat, 22 November 2024 - 08:33 WIB

Publik Meragukan Proyek Intelijen Kejagung

Kamis, 21 November 2024 - 09:55 WIB

Dugaan Proyek “Dagelan” Intelijen di Kejaksaan Agung

Rabu, 20 November 2024 - 08:16 WIB

Modus Proyek PL, Celah Oknum Petinggi Kejagung Untuk Korupsi

Berita Terbaru

Foto: Saat Petugas Kepolisian Melakukan Olah TKP di Lokasi Kejadian di Depan Gedung PWI Bekasi Raya

Seputar Bekasi

Ini kata Terduga Pelaku Penganiaya Wartawan di Depan Gedung PWI Bekasi

Sabtu, 23 Nov 2024 - 14:49 WIB

Foto: Saat Investigasi ke Kantor PT. PSP Pemenang Proyek Rp950 Miliar Kejaksaan Agung

Berita Utama

Membongkar Dugaan Korupsi Alat Intelijen di Kejaksaan Agung

Jumat, 22 Nov 2024 - 22:49 WIB

Kejaksaan Negeri Blitar

Hukum

Kejari Blitar Terapkan Keadilan Restoratif

Jumat, 22 Nov 2024 - 21:04 WIB