BERITA JAKARTA – Persidangan Arwan Koty terduga laporan palsu terhadap pihak PT. Indotruck Utama kembali digelar Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan. Kali ini persidangan mendengarkan keterangan ahli hukum pidana, Dr. Muzakir.
Dihadapan Majelis Hakim pimpinan, Arlandi Triyogo, Muzakir mengungkapkan setiap korban tindak pidana memiliki hak dan kewajiban melaporkan apa yang dideritanya kepada yang berwajib Kepolisian.
Namun dia (saksi pelapor) adalah awam hukum dan bukan penyidik. Oleh karenanya yang menentukan ada atau tidak tindak pidana terkait laporannya tersebut ditentukan oleh penyidik Kepolisian itu sendiri selaku pihak penerima laporan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Sejauh laporannya didukung alat bukti, walaupun akhirnya disetop penanganannya oleh penyidik, pelapor atau korban tidak bisa dilaporkan balik oleh pihak yang dilaporkan,” tutur Muzakir, Rabu (25/8/2021).
Apalagi, kata Muzakir, kalau penyetopan dilakukan masih dalam tahap penyelidikan. Sebab, proses hukumnya masih belum tahap penyidikan yang berarti belum ada tersangka, karena memang belum ada seseorang yang dirugikan atau dicemarkan nama baiknya terkait pengaduan yang distop tahap penyelidikan tersebut.
“Kalau masih tahap penyelidikan kan belum membawa efek apa-apa terhadap pihak yang dilaporkan. Karena itu pula, penyelidikan tidak bisa dipraperadilankan. Berbeda kalau sudah tahap penyidikan, bisa saja ada pihak yang berkeberatan bahkan merasa dirugikan,” tutur Muzakir dalam sidang virtual tersebut.
Namun begitu, jelas Muzakir, sejauh dalam laporan itu dapat ditunjukkan kerugiannya, ada bukti-buktinya maka dia korban kejahatan terlepas dari proses hukum pengaduannya distop. Dengan posisi itu, pelapor memperoleh jaminan hukum dengan dimilikinya alat bukti.
“Dengan dia punya alat bukti dia punya pula jaminan tidak dapat dilaporkan balik,” urai Muzakir.
Menanggapi tindakan Jaksa menambahkan Pasal 317 KUHP dalam surat dakwaan, sementara dalam tahap penyidikan hanya Pasal 220 KUHP, menurut Muzakir, Jaksa tidak bisa menambah pasal apalagi tidak sejenis.
“Pasal 220 KUHP dengan Pasal 317 KUHP kan berbeda jenis. Penyidikannya dari mana, Jaksa harus dapat membuktikannya. Siapa korbannya, siapa pelapornya, harus dibuktikan pula? Kalau tidak bisa buktikan, maka dakwaan itu menjadi kabur dan batal demi hukum,” tutur Muzakir.
Menjawab pertanyaan Arwan Koty yang didampingi penasehat hukum Aristoteles Siahaan SH dan Efendi Sidabariba SH bahwa gugatan wanprestasi dari pihaknya yang dikabulkan PN Jakarta Utara salah satu bukti adanya transaksi alat berat namun belum kunjung diterima hingga kini.
Dikatakan Muzakir bahwa putusan Pengadilan harus ditaati. Kalau belum diserahkan alat berat yang dibeli lunas oleh pembeli, penjual itu berarti punya itikat buruk yang kriminal terhadap pembelinya.
“Apalagi kalau sudah lebih dari empat tahun penjual tak kunjung menyerahkan berarti penjual itu ingin memiliki barang tersebut. Bagi penjual dan pembeli kan berlaku aturan main serahkan uang pembeliannya maka penjual memberikan barangnya kepada pembelinya,” pungkas Muzakir. (Sofyan)