BERITA JAKARTA – Walikota Medan Nasution seharusnya ditahan dan diproses ke Pengadilan seperti Habib Rizieq, karena menyebabkan terjadinya kerumunan massa di Kesawan City Walk hingga membuat Kota Medan menjadi zona merah Covid-19. Hal tersebut ditegaskan, Ketua Presidium Ind Police Watch (IPW), Neta S Pane.
“IPW mendesak Pemerintah Jokowi tidak tebang pilih dalam melakukan penegakan hukum. Kapolda Metro Jaya, Irjen Nana dicopot gegara kasus Rizieq, Kapolda Sumut Irjen Panca juga harus dicopot Kapolri Sigit,” kata Neta kepada Matafakta.com, Selasa (20/4/2021).
Sebab, sambung Neta, Polda Sumut sudah mengabaikan penegakan Protokol Kesehatan (Prokes) yang ditetapkan Pemerintah. Akibatnya, Kota Medan kembali masuk ke zona merah penyebaran Covid-19.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Artinya, baik Walikota Medan dan Kapolda Sumut telah mengabaikan Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 07 Tahun 2021 tentang Perpanjangan Pembatasan Kegiatan Masyarakat Berbasis Mikro dan Mengoptimalkan Posko Penanganan Covid-19 di Tingkat Desa dan Kelurahan Untuk Pengendalian Penyebaran Covid-19,” jelas Neta.
Dari data covid-19.go.id tercatat di wilayah Sumut ada dua daerah yang masuk menjadi zona merah penyebaran Covid-19, yakni Kota Medan dan Kabupaten Deli Serdang. Di Kota Medan sendiri, penyebaran Covid-19 sempat terkendali dan masuk ke zona orange setelah melakukan penekanan dan pengawasan sejak akhir Maret.
“Kembalinya Kota Medan masuk zona merah, salah satu penyebabnya banyaknya masyarakat yang berkerumun, terutama di Kesawan City Walk. Kawasan ini digagas sebagai The Kitchen Of Asia oleh Walikota Medan, Bobby Nasution dan menantu Presiden Jokowi ini membiarkan terjadinya kerumunan setiap hari ditempat ini,” ulasnya Neta.
Dengan kondisi ini, seharusnya Polda Sumut turun tangan melaksanakan program Pemerintah yakni penanggulangan dan pencegahan Covid-19. Pasalnya, Covid-19 sebagai Bencana Nasional yang ditetapkan Presiden Jokowi melalui Keppres Nomor 12 Tahun 2020 belum dicabut.
“Apalagi dalam Inpres Nomor 6 Tahun 2020 tentang Peningkatan Disiplin Dan Penegakan Hukum Protokol Kesehatan Dalam Pencegahan Dan Pengendalian Covid-19, aparat kepolisian bertanggung jawab dalam pencegahan dan pengendalian Covid-19,” imbuhnya.
Hal ini, lanjut Neta, sangat jelas tertuang dalam Inpres tersebut pada diktum Kedua, angka 5 khusus kepada Kapolri untuk: huruf a. memberikan dukungan kepada Gubernur, Bupati/Walikota dengan mengerahkan kekuatan Kepolisian Negara Republik Indonesia untuk melakukan pengawasan pelaksanaan Protokol Kesehatan dimasyarakat.
Sementara dalam huruf b disebutkan, bersama Panglima TNI dan instansi lain secara terpadu dengan Pemerintah Daerah menggiatkan patroli penerapan Protokol Kesehatan dimasyarakat. Huruf c menyatakan, melakukan pembinaan masyarakat untuk berpartisipasi dalam upaya pencegahan dan pengendalian Covid-19.
“Sedang huruf d adalah mengefektifkan upaya penegakan hukum terhadap pelanggaran Protokol Kesehatan. Huruf D dalam inpres ini, telah diterapkan Polri untuk menjerat Habib Rizieq dengan tuduhan melakukan penghasutan, sehingga menimbulkan kerumunan di Petamburan yang dianggap melanggar aturan mengenai pandemi Covid-19,” ingatnya.
Kerumunan itu, tambah Neta, terjadi berkaitan dengan undangan pernikahan putri Habib Rizieq sekaligus peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW. Sebelumnya, penegakan hukum mengenai kerumunan massa itu juga menimpa Wakil Ketua DPRD Tegal, Wasmad Edi Susilo yang menggelar hajatan dengan menggelar konser dangdut ditengah pandemi Covid-19.
“Kendati Pengadilan Negeri Kota Tegal menjatuhi vonis enam bulan dengan masa percobaan satu tahun. Untuk itu, demi kesetaraan hukum, IPW mendesak Walikota Medan ditahan dan diproses hukum sama seperti Habieb Rizieq. Kapolri harus mencopot Kapolda Sumut yang melakukan pembiaran hingga Kota Medan kembali menjadi zona merah Covid 19,” pungkasnya. (Usan)