Minggu Depan, Hakim PN Jaksel Vonis Pengusaha Robianto Idup

- Jurnalis

Rabu, 2 September 2020 - 10:40 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

PN Jakarta Selatan

PN Jakarta Selatan

BERITA JAKARTA – Vonis hakim bakal menentukan nasib pengusaha tambang batubara Komisaris sekaligus Owner PT. Dian Bara Genoyang (DBG) Robianto Idup. Rencananya, vonis tersebut akan dibacakan Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Selasa 8 September 2020 pekan depan.

Apakah putusan atau vonis terhadap terdakwa yang sempat buron dan kabur ke luar negeri (Denhaag, Belanda) dan di-red notice-kan itu bakal sama dengan tuntutan Jaksa selama 3 tahun 6 bulan (3,6) atau diperingan atau malah dibebaskan tergantung Majelis Hakim pimpinan Florensia Kendengan lah nantinya yang memutuskan.

Vonis tersebut bisa dipastikan usai Jaksa Penuntut Umum (JPU) Boby Mokoginta dan Marly Sihombing mengajukan replik (repon penggugat atas jawaban tergugat) yang kemudian disusul duplik (jawaban tergugat atas replik penggugat) lisan oleh tim penasihat hukum terdakwa dari kantor advokat Hotma Sitompul, Selasa (1/9/2020) kemarin.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

“Penasihat hukum masih menanggapi replik Jaksa,” kata Ketua Majelis Hakim Florensia Kendengan bertanya kepada tim pembela terdakwa Robianto Idup.

“Ya tapi secara lisan saja Bu Hakim. Pada prinsipnya kami tetap dengan pembelaan kami sebelumnya bahwa terdakwa Robianto Idup tidak melakukan tindak pidana sebagaimana di persalahkan Jaksa dalam dakwaan maupun tuntutannya,” kata Ditho Sitompul.

JPU Boby Mokoginta dan Marly Sihombing dalam repliknya juga pada intinya hampir sama dengan tuntutan yang dibacakan sebelumnya bahwa terdakwa Robianto Idup terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana penipuan terhadap kontraktor, Herman Tandrin PT. Graha Priman Energy (PT. GPE) hingga merugikan saksi korban Rp70 miliar lebih.

Aksi penipuan tersebut, dilakukan terdakwa setelah keduanya yaitu Robianto Idup sebagai pemilik PT. DBG dan Herman Tandrin dari PT. GPE melakukan kerja sama penambangan batubara awal tahun 2012 silam. Bahkan sebelum perjanjian tersebut dibuat, PT. GPE sudah membuat jalan dan pelabuhan untuk pengangkutan batubara di areal tambang PT. DBG.

Awalnya, tagihan atau upah kerja PT. GPE sendiri selaku kontraktor dibayarkan PT. DBG sesuai yang diperjanjikan. Hanya telat waktu sedikit saja. Kemudian dan berikutnya mundur, molor bahkan terakhir tidak dibayarkan sama sekali kendati telah ditagih berulangkali.

Baca Juga :  Saat Penyitaan, Penyidik Kejaksaan Ogah Jelaskan Asal Tindak Pidana

Oleh karena “nafas” kontraktor PT. GPE tergantung pada upah atau tagihan hasil kerjanya menggarap lokasi lahan milik PT. DBG yakni, Robianto Idup, sehingga pihak PT. GPE Herman Tandrin, terus didesak sampai akhirnya dilakukan pertemuan beberapa kali antara Robianto Idup dan Herman Tandrin.

Dalam pertemuan pertama, kedua dan ketiga, sebagaimana terungkap dalam persidangan, Robianto Idup selalu menyuruh dan membujuk Herman Tandrin PT. GPE untuk melanjutkan pekerjaannya, karena seluruh tagihan yang ditunggak akan dilunasi.

“Kerjalah, semua akan dibayar, dilunasi,” janji Robianto Idup ketika melakukan pertemuan dengan Herman Tandrin PT. PGE.

Mengingat keduanya tadinya berteman, Herman Tandrin percaya saja sama Robianto Idup hingga melanjutkan pekerjaan penambangan dan menambang lagi. Namun lagi-lagi apa yang ditawarkan atau yang dijanjikan Robianto Idup hanya bujuk rayu dan janji-janji palsu. Tiada dicairkan tagihan yang ditaksir mencapai Rp70 miliar lebih kendati batubara hasil penambangan PT. GPE dijual ke Singapura mencapai Rp71 miliar.

Menurut JPU, sebelum ada perselisihan antara Robianto Idup dengan Herman Tandrin pun sudah ada tagihan PT. GPE sebesar Rp22 miliar di PT. DBG. Ini diakui sendiri oleh pihak PT. DBG. Invoice inilah yang ditagih hingga diadakan pertemuan antara terdakwa Robianto Idup dengan Herman Tandrin.

Namun hasil pertemuan justru Robianto Idup bukannya membayar invoice tagihan yang sudah ada malah disuruh bekerja dulu baru akan dibayar sekalian tunggakan sebelumnya. Begitu berulangkali sampai tagihan PT. GPE menjadi bengkak lebih dari Rp70 miliar..

JPU juga mengungkapkan bahwa PT. DBG mengklaim terjadi keterlambatan kerja atau tidak capai target dan longsor hingga merugikan mereka, tetapi klaim tersebut tidak dapat diterima PT. GPE. Sebab, intansi terkait sebelumnya sudah mengisyaratkan bakal terjadi longsor di lokasi sesuai kemiringannya. Sedangkan mengenai target tidak tercapai hal itu sepenuhnya disebabkan kandungan batubara tidak sebesar yang diprediksi PT. DBG.

Baca Juga :  Harta dan Aset Dirampas Rafael Alun Trisambodo Gugat KPK

PT. GPE sendiri bekerja sesuai titik-titik yang ditentukan PT. DBG. Jika kandungan batubara banyak di titik yang ditunjuk tersebut maka batubara yang dihasilkan PT. GPE akan melampaui target sebagaimana yang terjadi beberapa kali.

“Jadi, berbagai klaim dari pihak terdakwa atau PT. DBG itu, tidak didukung dengan bukti-bukti dokumen sama sekali,” kata Jaksa.

Mengenai pledoi terdakwa Robianto Idup yang disampaikan tim pembelanya dari kantor advokat Hotma Sitompul SH, Selasa 25 Agustus 2020 yang menyatakan kliennya tidak dapat dihukum (pidana) karena masuk ranah keperdataan, Jaksa menyatakan hal itu tidak bisa pula diterima.

Meningat fakta-fakta yang terungkap selama persidangan berupa keterangan saksi yang juga didukung alat bukti dokumen menunjukkan adanya tindak pidana penipuan yang begitu telak dilakukan Robianto Idup.

Tidak itu saja, dalam kasus yang sama telah dihukum Dirut PT. DBG, Imam Setiabudi. Bahkan putusannya sudah mempunyai kekuatan hukum tetap. Dalam putusan itu, secara meyakinkan disebutkan Robianto Idup terlibat dalam kasus penipuan sama bahkan diklasifikasikan sebagai aktor intelektual kasus tersebut.

Saksi korban sendiri Herman Tandrin berkeyakinan kalau tak ada tindak pidana dalam perkara Robianto Idup yang bersangkutan (Robianto Idup) dan Iman Setiabudi tidaklah bisa dilaporkan pidana ke polisi. Kenyataannya diproses sidik sampai dengan P21, tahap dua, disidangkan bahkan dipidana.

Dalam keterangan Herman Tandrin di persidangan juga menyebutkan bahwa terdakwa Robianto Idup sebagai Owner dan pemegang saham mayoritas PT. DBG. Dengan demikian dalih Robianto Idup bahwa Komisaris tidak ikut bertanggung jawab atas kasus di PT. DBG tidak dapat diterima dan harus dikesampingkan oleh Majelis Hakim dalam amar putusannya.

“Kewajiban kami menyelesaikan pekerjaan sudah kami dilaksanakan sebaik-baiknya, tetapi hak kami ketika ditagih tidak dicairkan jelas sekali kami sangat dirugikan,” pungkas Herman Tandrin saat diperiksa sebagai saksi korban. (Dewi)

Berita Terkait

LQ Indonesia Law Firm Ingatkan Kafe “Kaizen Coffee” Segera Kosongkan Tempat
Saat Penyitaan, Penyidik Kejaksaan Ogah Jelaskan Asal Tindak Pidana
Nah Lho…!!!, Saksi Panitera MA Tak Kenal Dengan Terdakwa Marthen Napang
Rugi Rp2,7 Miliar, Kuasa Hukum WNA Minta Dirut PT. Smart Jaya Ditangkap
Kasus Investasi, Christine Gunardi & DKK Resmi Ditetapkan Tersangka
Kejari Blitar Hentikan Proses Penuntutan Melalui Keadilan Restoratif
Harta dan Aset Dirampas Rafael Alun Trisambodo Gugat KPK
Usut TPPU Majelis Hakim Minta Jaksa Hadirkan Sandra Dewi
Berita ini 4 kali dibaca

Berita Terkait

Rabu, 23 Oktober 2024 - 10:26 WIB

LQ Indonesia Law Firm Ingatkan Kafe “Kaizen Coffee” Segera Kosongkan Tempat

Rabu, 23 Oktober 2024 - 08:56 WIB

Saat Penyitaan, Penyidik Kejaksaan Ogah Jelaskan Asal Tindak Pidana

Rabu, 23 Oktober 2024 - 08:40 WIB

Nah Lho…!!!, Saksi Panitera MA Tak Kenal Dengan Terdakwa Marthen Napang

Senin, 21 Oktober 2024 - 12:09 WIB

Rugi Rp2,7 Miliar, Kuasa Hukum WNA Minta Dirut PT. Smart Jaya Ditangkap

Jumat, 18 Oktober 2024 - 17:09 WIB

Kasus Investasi, Christine Gunardi & DKK Resmi Ditetapkan Tersangka

Berita Terbaru