BERITA BEKASI – Kepala Desa (Kades) Bantar Jaya, Kecamatan Pebayuran, Kabupaten Bekasi, Abu Jihad Ubaidilah atau biasa disapa, Abuy merasa prihatin terhadap nasib yang dialami warganya selaku Keluarga Penerima Manfaat (KPM) Program Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) dari Kementrian Sosial (Kemensos) melalui produk ‘E-Warong’ yang kurang layak untuk dikonsumsi.
Abuy menduga, produk E-Warong yang kurang layak dikonsumsi oleh warganya itu telah dijadikan ajang cari untung oleh para oknum baik itu Tenaga Kesejahteraan Sosial Kecamatan (TKSK) Pengawas Supplier Produk dan pihak terkait di program BPNT tersebut.
“Saya sangat prihatin dan sangat menyangkan kualitas produk bantuan pangan non tunai yang disalurkan melalui E-Warung sangat kurang layak dikonsumsi warga kami,” kata Abuy kepada Matafakta,com, Jumat (24/7/2020).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Keadaan ini, sambung Abuy, tidak menutup kemungkinan adanya indikasi keterlibatan para pejabat yang membidangi bantuan sosial selain TKSK dan Pengawas Supplier Produk dalam penyalurannya ke warga atau masyarakat yang produknya tidak layak dikonsumsi.
“Persoalan ini, bukanlah menjadi rahasia pribadi, tapi sudah menjadi buah bibir dikalangan masyarakat luas. Untuk itu, kita minta Kemensos segera turun tangan dan mengevaluasi kinerja penyalur BPNT,” tegasnya.
Diungkapkan Abuy, seperti yang terjadi di Kecamatan Pebayuran ini sudah beberapa kali pihak KPM sering mengutarakan keluhannya soal produk E-Warong yang kurang layak konsumsi baik secara langsung melalui pemberitaan media maupun unggahan di media sosial (medsos) namun tetap tidak ada perbaikan atau tindakkan.
“Kalaupun kita cermati kebutuhan pokok yang di salurkan dengan nominal bantuan Rp150 ribu ditambah dana dampak Covid-19 Rp50 ribu dan totalnya menjadi Rp200 ribu yang diterima KPM sehatusnya sudah mendapatkan produk yang sangat layak, tapi faktanya warga kami malah mendapatkan produk seperti itu,” sindirnya.
Dikatakan Abuy, seharusnya program ini bisa mengurangi beban masyarakat dan bisa mengurangi angka penderita gizi buruk yang di akibatkan kesulitan ekonomi. Terlebih lagi, dimassa pandemi Covid-19, sehingga berdampak terhadap asupan gizi masyarakat yang berpenghasilan rendah.
“Jadi yang terjadi sekarang bukan program untuk asupan gizi untuk masyarakat melainkan program asupan kantong besar. Kuat dugaan, program ini sudah menjadi bisnis haram diantara para oknum yang telibat dan memiliki kedekatan dengan para petinggi,” imbuhnya.
Masih kata Abuy, belum lama Desa Kami sempat didatangi pihak Kementrian Sosial dan Satgas Pangan terkait adanya aduan penarikan uang yang dilakukan pihak KPM di E-Warong. Sebab, warga sudah merasa jenuh dapat Rp200 ribu, tapi produk yang di terima jauh dari kata layak konsumsi.
“Saya saat itu, sempat menyampaikan apa yang dikeluhkan warga ke pihak Kementrian dan Satgas Pangan terkait produk yang di salurkan Supplier melalui E-Warong itu kualitasnya kurang layak. Namun, bukannya direspon positif saya malah ditudingan provokator oleh JK petugas Satgas Pangan,” ungkapnya.
Dilanjutkan Abuy, dimana letak kesalahannya selaku Kepala Desa Bantar Jaya yang menyampaikan keluhan warganya terkait kualitas program bantuan non tunai melalui E-Warong malah dituding sebagai provokator. “Situ, telah menyampaikan barang barang sembako yang kurang bagus berarti situ profokator,” ucap Abuy menirukan tudingan JK selaku Satgas Pangan.
Tudingan JK tersebut, tambah Abuy, sampai saat ini menjadi bahan pertanyaan besar dihatinya, apakah salah posisinya selaku Kepala Desa menerima laporan atau keluhan dari warganya sendiri selaku KPM penerima bantuan non tunai atau BPNT.
“Dari kejadian ini, saya meminta pihak Kementrian Sosial segera evaluasi ulang baik itu TKSK, Supplier maupun petugas E-Warong agar ada perubahan atau perbaikan kualitas sembako yang selama ini diterima KPM yang kurang layak untuk dikonsumsi manusia,” pungkasnya. (Mul)