BERITA SEMARANG – Berdasarkan Undang – Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia, bahwa Kejaksaan telah melaksanakan tugas dan wewenangnya dalam bidang pidana, perdata dan tata usaha negara serta dalam bidang ketertiban dan ketenteraman umum.
Lompatan perubahan kinerja lebih baik ditandai dengan adanya reformasi birokrasi yang dicanangkan oleh Kejaksaan Agung Republik Indonesia.
Hal itu disampaikan Koordinator Penghubung Komisi Yudisial (PKY) Jawa Tengah, Muhammad Farhan saat ditemui di kantornya di Jalan Pamularsih Semarang, Selasa (14/7/2020).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Menurutnya, konsep dan perubahan sistem sebagaimana yang diatur dalam pedoman pelaksanaan reformasi birokrasi sudah sangat baik, tinggal bagaimana konsistensi dalam mengimplementasikan dilapangan dan disemua satuan kerja, sehingga penyalahgunaan kekuasaan dapat dihindari.
“Pelaksanaan program reformasi birokrasi menargetkan tercapainya tiga sasaran hasil utama, yaitu peningkatan kapasitas dan akuntabilitas organisasi, pemerintah yang bersih dan bebas KKN, serta peningkatan pelayanan publik,” jelas Farhan.
Selain itu, berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2018 tentang Strategi Nasional Pencegahan Korupsi (Perpres Stranas PK), terdapat tiga sektor prioritas pencegahan korupsi yaitu, perijinan dan tata
niaga, keuangan negara, serta penegakan hukum dan reformasi birokrasi.
“Salah satu sub aksi pada sektor penegakan hukum dan reformasi birokrasi adalah tentang pembangunan zona integritas. Kejaksaan merupakan salah satu aktor penegakan hukum, sehingga pada tahun 2020 juga mencanangkan zona integritas menuju Wilayah Bebas Korupsi (WBK) dan menuju Wilayah Birokrasi Bersih Melayani (WBBM),” ungkap Farhan.
Disebutkan bahwa hukum diciptakan guna memelihara hak-hak manusia dan tanggung jawab manusia, entah itu sifatnya individu maupun kolektif, sebagaimana tujuan dari hukum itu sendiri mengatur tata tertib masyarakat. Salah satu tantangan di bidang hukum dewasa ini adalah mewujudkan keadilan dan kepastian hukum secara agregat dan simultan.
Namun di negeri ini, sambung Farhan, tantangan tersebut hampir dipastikan tidak dapat dipenuhi. Para penegak hukum lebih cenderung mengutamakan kepastian hukum daripada mewujudkan rasa keadilan masyarakat. Sehingga kepercayaan masyarakat atas hukum di Indonesia masih rendah.
Disampaikan bahwa hasil survei yang dikeluarkan oleh Indo Barometer pada Januari 2020, tiingkat kepercayaan publik terhadap lembaga penegakan hukum tertinggi KPK 81,8 persen, MA atau kehakiman 75,4 persen, Kejaksaan RI 52,9 persen, dan Polri 51,9 persen.
“Artinya, lembaga penegakan hukum harus terus berupaya memperbaiki kualitas kinerja yang lebih baik lagi. Adanya oknum yang tersangkut masalah hukum, tidak lantas menyurutkan semangat untuk terus melaksanakan tugas sebaik-baiknya,” sela Farhan.
Sementara di Era Revolusi Industri 4.0 (the fourth industrial revolution) tidak hanya memberikan kemudahan, tetapi juga menimbulkan kejahatan baru yang rumit dan pelik.
Teknologi informasi dengan kecanggihan dan karakteristiknya tersendiri dimanfaatkan secara keliru sebagai sarana melakukan berbagai jenis kejahatan, seperti carding, pemalsuan data (data forgery), penyebaran virus untuk merusak ataupun membajak data secara sengaja, cyber-bullying, prostitusi online juga cyber terorism.
“Hal ini menjadi tantangan baru yang membutuhkan penanganan ekstra cermat dan memerlukan pemahaman serta keahlian tersendiri. Ini merupakan salah satu tantangan tugas penegakan hukum yang demikian luas, beragam dan kompleks, sehingga tidak dapat dihindari akan ditemukannya tantangan aktual berkenaan munculnya aneka ragam, corak dan modus berbagai jenis (baru) tindak pidana yang tergolong sebagai kejahatan luar biasa dan serius (serious crime),” bebernya.
Menurut Farhan, harus ada upaya-upaya untuk terus meningkatkan kapasitas SDM. Namun yang tak kalah penting meningkatkan integritas. (Nining)