BERITA JAKARTA – Bila kepolisian kalah dengan preman maka buat apa polisi digaji dengan alokasi Anggaran Pendapatan Belanja Negara yang sangat besar? Kalau tupoksinya saja gagal dijalankan!
“Maunya dapat anggaran yang gede tapi malfungsi. Nyata kejadian itu terlihat jelas, daya tangkal yang seharusnya dapat dicegah malah terkesan dibiarkan,” kata pengamat politik, Samuel F Silaen, Senin (30/9/2024).
Untuk urusan pribadi dan kelompoknya begitu sigap dalam bentuk pengepungan dan seterusnya, apakah tugas dan fungsi polisi sudah berubah jadi backingnya pertambangan, dunia malam dan seterusnya?.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Kejadian yang begitu vulgar dipertontonkan oleh polisi sebagai garda terdepan dalam menjaga, mengayomi masyarakat tak dapat dicegah tangkal. Buat apa mereka di gaji? Mending jadi preman supaya dapat order dan angpao!,” sindir Silaen.
“Kalau tidak ada anggaran maka tidak mungkin itu preman berjalan atau bergerak cepat, setahuku preman lebih perhitungan dari relawan manapun di dunia ini khususnya di Indonesia,” tambahnya.
Relawan masih mau bergerak tanpa mengharapkan embel-embel imbalan dan seterusnya. Kalau tahu ada pihak yang dapat ‘angpao’ maka relawan, cuma bisa ‘ngedumel’ tanpa dapat berbuat apa-apa.
“Beda dengan ‘preman’ dia tahu kawannya dapat ‘angpao’ maka pasti langsung ditanyakan kalau tidak jujur maka bisa langsung di ‘sikat’ bahkan bisa sampai babak belur,” jelas mantan fungsionaris DPP KNPI ini.
Terkait kasus pembubaran diskusi publik yang terjadi di Hotel Grand Kemang, sangat tidak dapat diterima akal sehat dan sangat memalukan Indonesia dimata dunia internasional, karena hari gini masih ada tindakan premanisme membubarkan acara di hotel!.
“Hotel itu itu adalah daerah atau wilayah tempat yang terbatas dan sangat dilindungi undang-undang, sebab ini bisa menjadi ketakutan orang luar negeri berkunjung ke Indonesia, karena hotel bisa diserang oleh sekelompok preman,” ujarnya.
Terlepas itu, kata Silaen, bagian dari orderan oknum yang tidak senang manusia Indonesia di cerahkan otak dan hatinya dari tindakan kezaliman penguasa yang ugal-ugalan dan cenderung barbar.
“Perbuatan dan tindakan premanisme sangat bertentangan dengan aturan hukum dan konstitusi yang merupakan fondasi demokrasi Indonesia,” jelas Silaen
Bila polisi gagal, tambah Silaen, dalam menyelesaikan kasus premanisme yang terjadi pada diskusi publik yang maksud dan tujuannya baik maka lebih baik polisi berganti posisi dengan preman.
“Sebab sudah lamban bergerak, mungkin saja karena obesitas akibat makan uang haram yang dirampas dari harta warisan bangsa Indonesia,” pungkasnya. (Red)