BERITA JAKARTA – Baru baru ini trending issue terjadi dagelan di dunia politik warga +62 ada entitas yang menggugat masa jabatan Ketua Umum Partai Politik. Disisi lain ada juga yang mau membatasi masa jabatan Anggota Parlemen.
“Yang tak kalah penting adalah menambah durasi masa jabatan Kepala Desa menjadi 9 tahun,” kata Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Studi Masyarakat dan Negara (LAKSAMANA), Samuel F. Silaen kepada wartawan di Jakarta, Jumat (7/7/2023).
Silaen berucap, apa yang sedang terjadi di negeri ini ibarat lawakan komedian seperti masuk ke lorong labirin yang mirip lingkaran setan yang tidak berujung. Apa yang mau diperbaiki, dimulai dari mana untuk memperbaikinya itu tidak jelas.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Tidak ada fokusnya, karena begitu banyaknya masalah yang membelenggu bangsa Indonesia ini. Ada apa?,” tanya Aktivis Organisasi Kemasyarakatan Pemuda (OKP) itu.
Dikatakan Silaen, issue yang berkembang dilapangan +62 adalah bagaimana caranya mengalihkan perhatian masyarakat Indonesia dari permainan para koruptor yang mencuri uang rakyat Indonesia triliunan secara sistematis makin terlihat nyata.
“Huru-hara dimainkan oleh para komparador seperti di dunianya mafioso dan menonton film-film Holywood. Rakyat disuguhi tontonan menarik agar pejabat, elite politik yang korupsi bebas berpesta pora,” ungkapnya.
Lebih jauh Silaen mengatakan, ibarat pribahasa majikan lempar tulang belulang kepada anjingnya, lalu anjing-anjing berebut tulang belulang, hingga mempertaruhkan nyawanya demi mendapatkan tulang-belulang yang di lemparkan itu.
“Sementara majikan begitu enaknya menikmati dagingnya. Rakyat tidak menyadari kelakuan tersebut, karena masyarakat dibikin lupa karena tahu begitu laparnya rakyat, bagaimana caranya rakyat memenuhi kebutuhan hidupnya yang pas-pasan, Senin-Kamis,” jelasnya.
Sementara pejabat, elite-elite dan oligarki begitu serakahnya menumpuk harta kekayaan yang berlimpah bahkan konon kabarnya disiapkan untuk tujuh turunan. Itu gambaran umum yang sedang terjadi di negeri+62 ini.
“Ada yang mati mengenaskan di lumbung padi, artinya banyak rakyat Indonesia mati di negeri yang begitu kaya-raya ini. Apa sebabnya itu terjadi, karena banyak pejabatnya hanya sibuk urus dirinya sendiri dan tidak memikirkan rakyat,” tutur Silaen.
Kalau itu terjadi siapa yang kita persalahkan, Presiden?, apa pemilik Partai? pejabat- pejabat Pemerintah atau Negara? Rakyat tidak dapat berbuat apa-apa, karena posisinya sangat di lemahkan.
“Kaum terdidik juga tidak bisa lagi diharapkan karena sepertinya tersandera juga oleh kepentingan politik yang membelitnya. Investasi yang paling menguntungkan di negeri +62 ini adalah korupsi, makanya semua berlomba-lomba untuk korupsi,” ujarnya.
Kalau apes ia ketangkap, lalu dihukum beberapa tahun, setelah itu negosiasi maka keluar cepat dengan hasil-hasil yang di korupsi itu, masih bisa sisa 50 persen dari nilai jumlah korupsinya.
Hal demikianlah yang membuat tingkat korupsi di Indonesia ini tidak akan turun apalagi berkurang. Sebab korupsi sistemik dianggap sebagai jalan untuk mencapai kaya raya dengan tingkat resiko yang rendah dan kompromistis.
“Hukum bisa dibeli dengan hasil korupsi tersebut maka setelah keluar penjara masih banyak sisa uangnya,” pungkas Silaen, Alumni Lemhanas Pemuda 2009 ini. (Indra)