BERITA YOGYAKARTA – Pengamat media sosial Institute for Digital Democracy (IDD) Yogyakarta menilai unggahan konten peneliti BRIN yang telah membuat kegaduhan, kian membuktikan bahwa warganet Indonesia belum memahami sepenuhnya apa itu budaya digital.
“Sejatinya bila kita memahami budaya digital dengan baik di Indonesia, tentulah seorang peneliti tidak akan sembarangan memberikan komentar bercabang di media sosial,” kata Bambang Arianto kepada Matafakta.com, Kamis (27/4/2023).
Bila kita, sambung Bambang, memahami dengan baik kultur budaya digital, tentu konten yang akan kita unggah di media sosial harus dicermati terlebih dahulu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Apakah konten yang akan kita unggah tersebut bisa menimbulkan multitafsir atau tidak? Apalagi menyinggung SARA inikan bisa berbahaya sekali dan bisa menciptakan pembelaan sosial bila itu berkaitan dengan kewargaan,” jelasnya.
Ingat kultur warganet Indonesia masih reaktif dan sangat mudah sekali di buat gaduh. Artinya, bila kita tidak cermat dalam mengunggah konten di media sosial, tentu dikhawatirkan akan menimbulkan kegaduhan yang bisa menyulut potensi pembelaan sosial yang berkepanjangan.
“Mari kita sebagai warganet menjadikan pembelajaran terhadap kasus peneliti BRIN untuk lebih berpikir jernih dan rasional sebelum mengunggah konten di media sosial,” pesannya.
Bila semisalnya tengah menghadapi masalah atau persoalan pribadi lebih baik jangan bermain media sosial. Dikarenakan biasanya persoalan pribadi akan menyulut emosi yang tidak terkendali.
“Apalagi media sosial itu akan mengajak kita untuk membaca berbagai komentar dan konten yang dampaknya bisa membuat menyulut emosi seseorang,” pungkas Bambang. (Indra)