BERITA JAKARTA – Ketua Majelis Hakim Dian Erdianto didampingi dua Hakim Anggota, Slamet Widoso dan Lebanus Sinirat menyatakan terdakwa Abu Hasan terbukti pidana penipuan dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dengan hukuman 8 tahun penjara serta denda Rp1 miliar dengan subsidair 6 bulan kurungan, Jumat (27/1/2023).
Putusan yang diberikan Majelis Hakim itu, sebagaimaana diatur dalam Pasal 378 joncto 64, joncto Pasal 55 ayat (3) Undang-Undang RI No. 8 Tahun 2010, tentang TPPU dan Pasal 4 Undang-Undang No. 4 Tahun 2010.
Dalam amar putusanya, Majelis Hakim menyatakan tidak sependapat dengan Kuasa Hukum terdakwa yang mengatakan bahwa terdakwa tidak menikmati uang hasil kejahatan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Majelis Hakim juga meyakini bahwa terdakwa telah sah melakukan tindak pidana penipuan secara berlanjut, dengan nilai kerugian total Rp26 miliar, terdakwa juga telah melakukan transfer uang dan membelajakan uang hasil tindak pidana sebagaimana dalam unsur TPPU.
Selain itu, Majelis Hakim juga tindak sependapat dengan Kuasa Hukum terdakwa Abu Hasan yang mengatakan TPPU tidak terbukti. Majelis Hakim menyatakan bahwa unsur TPPU sudah terpenuhi dan terdakwa telah dinyatakan bersalah.
Hal yang meberatkan terdakwa adalah terdakwa telah menikmati uang hasil kejahatan tindak pidana. Sementara hal yang meringakan terdakwa adalah terdakwa belum pernah melakukan tindak pidana dan berlaku sopan dipersidangkan.
Hakim juga menyatakan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) bagi Majelis Hakim terlalu berat bagi terdakwa maka agar dipandang adil dan setimpal dengan perbuatanya maka Hakim memutuskan seadil-adilnya.
Barang bukti berupa Mobil CX3 ,Book Scener, Sebidang tanah beserta rumah di Serpong dan uang tunai Rp9 juta dan Rp138 juta dikembalikan kepada saksi Joni Tanoto. Atas putusan tersebut terdakwa menyatakan banding.
Sebelumnya, JPU Subhan Noor Hidayat, menuntut terdakwa Abu Hasan selama 12 Tahun penjara serta sebesar Rp1 miliar dengan subsidair 1 tahun penjara.
Kasus ini bermula saat terdakwa mengajak saksi korban Joni Tanoto bekerja sama dalam rangka pembebasan lahan seluas 500 hektar di Kawasan Bogor, Jawa Barat.
Terdakwa mengatakan, lahan tersebut nantinya dapat dimiliki secara pribadi, ataupun sebagai investasi untuk dijual lagi.
Lebih lanjut terdakwa menyebutkan kepada korban bahwa dari 500 hektar tanah tersebut, sudah ratusan hektar yang telah dibebaskan. Namun, terdakwa kekurangan modal dan menawarkan korban untuk menginvestasikan dananya sebesar 50 persen.
Kenyataannya, tanah yang dimaksud merupakan tanah aset Negara dari obligor yang dalam penguasaan atau pengawasan BPPN.
Lalu, terdakwa mengajak saksi korban Joni Tanoto ke lokasi. Untuk meyakinkan saksi, terdakwa juga menghubungi saksi Suhagus untuk mencabut plang bertuliskan “Tanah Milik Negara dalam Penguasaan Kementerian Keuangan”. (Dewi)