BERITA JAKARTA – Ahli Hukum Pidana dan Pengamat Hukum, Prof. DR. Dwi Seno Widjanarko, SH, MH ikut angkat bicara, terkait tudingan serius yang harus segera ditindaklanjuti Pemerintah, khususnya Kapolri.
“Saya rasa motto Kapolri “Presisi Berkeadilan” sudah bagus dan benar, hanya saja pelaksanaan dilapangan yang tidak berjalan efektif. Jika benar ada dugaan pemerasan dan gratifikasi maka oknum polisi terkait hendaknya dicopot dan dikenai sanksi sesuai aturan internal Polri yang berlaku,” katanya kepada wartawan, Rabu (8/9/2021).
Dikatakan Prof. Dwi Seno, mengenai laporan polisi yang sudah ada “restorative justice” itu sudah jelas diatur dalam Peraturan Kapolri (Perkap) No. 6 Tahun 2019.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Dalam Pasal 12 berisi syarat Formiil dan Materiil seperti telah terjadi perdamaian, sudah ada ganti rugi, tidak akan menuntut, bila itu sudah terpenuhi maka tidak ada alasan bagi penyidik Polri untuk melanjutkan perkara,” jelasnya.
Justru apabila tidak dilakukan timbullah permasalahan seperti laporan balik dari pihak yang sudah melakukan ganti rugi namun kewajiban pelapor tidak terpenuhi. Hendaknya dalam menangani perkara, Penyidik mengikuti asas “Ultimum Remedium” bahwa pidana adalah jalan terakhir apabila jalan musyawarah tidak bisa terpenuhi.
“Gunakan unsir budaya ketimuran dimana, kita mengutamakan musyawarah untuk mufakat mencari win-win solusi. Memenjarakan seseorang tidak memperbaiki masalah selain menjadi beban Pemerintah terkait biaya APBN untuk proses hukum dan biaya di Lapas,” imbuhnya.
Pelaku pun, tambah Prof. Dwi Seno, di dalam penjara bisa terpengaruh belajar dari penjahat dan hilangnya nilai ekonomis selama pelaku di penjara. Oknum Polri inilah penyebab hancurnya citra Korps Bahayangkara.
“Kapolri sebagai pimpinan Polri harus berani tegas. Apabila Pernyataan “Polda Sarang Mafia” tidak benar disanggah dan periksa oknum-oknum terkait. Jika benar maka segera tindak oknum Polri dan perbaiki agar tidak berlarut,” tungkas Dosen Universitas Bhayangkara dan STIH Painan ini yang dulunya mantan pimpinan Kejaksaan RI.
Sebelumnya, Sugi selaku Kepala Bidang (Kabid) Humas LQ Indonesia Law Firm menyampaikan adanya oknum-oknum yang menyebabkan Polda Metro Jaya (PMJ) menjadi Sarang Mafia Hukum.
Pertama, sambung Sugi, adanya oknum Fismondev meminta uang sejumlah Rp500 juta dengan dalih untuk diberikan ke Dirkrimsus Polda Metro Jaya untuk memuluskan SP3 Laporan Polisi para korban yang sudah ada Restorative Justice atau perdamaian.
Lalu adanya pula oknum Inspektorat Pengawasan Daerah (Itwasda) Polda Metro Jaya yang diduga menerima gratifikasi untuk mempengaruhi hasil gelar perkara Laporan Polisi (LP) yang sudah ada “restorative justice”.
“Sehingga, timbul kekeruhan dan merugikan para korban investasi bodong yang jumlahnya ratusan di LQ Indonesia Law Firm. Kami ada bukti screen shoot whatsapp dan rekaman untuk mengklarifikasi dugaan adanya oknum Mafia Hukum di Polda Metro Jaya,” ungkapnya.
Jika Kapolri dan Kapolda tambah Sugi, ingin mendengarkan rekaman bisa hubungi kami LQ Indonesia Law Firm di 0818-0489-0999 supaya jangan dianggap fitnah.
“Tujuan kami sebagai Kuasa Hukum dan Advokat adalah agar keadilan ditegakkan Polri bukan malah merugikan masyarakat khususnya korban investasi bodong,” pungkasnya. (Sofyan)