BERITA JAKARTA – Klien LQ Indonesia Law Firm salah satu pelapor PT. MPIP baru mendapatkan SP2HP dari Subdit II Fiskal, Moneter dan Devisa (Fismondev) Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Metro Jaya (PMJ).
Kepada Matafakta.com, Kepala Bidang Humas dan Media LQ Indonesia Law Firm mengatakan, klien LQ Indonesia Law Firm, sangat kecewa saat menerima Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan (SP2HP) yang ditandatangani Kasubdit, Abdul Azis.
“Klien sedih dan kecewa melihat bukti SP2HP sejak LP tanggal 9 April 2020, hingga hari ini 1 September 2021, sudah 17 bulan berjalan, hampir 2 tahun, sama sekali para terlapor belum diperiksa sama sekali oleh penyidik, apakah ini bukan yang namanya mandek,” kata Sugi, Sabtu (4/9/2021).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Jadi, sambung Sugi, LQ Indonesia Law Firm, bukan menebar fitnah, tapi itulah kenyataannya, karena bukti laporan polisi masih rapih terarsip dengan baik. Begitu juga di Fismondev Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Metro Jaya (PMJ).
“Jangan sebut LQ Indonesia Law Firm fitnah, karena LQ selalu menyampaikan fakta. Ini bukti surat dari Polda Metro Jaya sendiri yang menerangkan bahwa selama 17 bulan, penyidik kesulitan karena tidak dapat menghadirkan terlapor sama sekali,” tegasnya.
Dikatakan Sugi, panggilan sudah 6 kali dilayangkan Unit IV Fismondev Ditreskrimsus Polda Metro Jaya dan rencana tindak lanjut hanya akan kembali memanggil untuk yang ke 7 kalinya. Lalu, jika tidak hadir, akan panggil terus 8, 9, 10 dan seterusnya tanpa ada kepastian hukum.
“Maaf, kalau kita bandingkan ketika Dokter Richard Lee atau Habib Rizieq dipanggil, 2 kali mangkir bisa dijemput paksa. Dalam kasus masih dalam lidik, langsung Penyidik mampu tambah alat bukti dengan periksa saksi ahli dan naikkan status ke penyidikan agar bisa jemput paksa,” ungkapnya.
Tapi kini, lanjut Sugi, terhadap terlapor “kelas atas”, taringnya polisi atau penyidik mendadak hilang ada apa? Apakah ini bukan “tajam ke bawah dan tumpul ke atas? LQ Indonesia Law Firm selalu bela masyarakat, bisa hubungi kami di 0817-489-0999 untuk konsultasi.
“Sebelum meninggal almarhum Neta S Pane selaku Ketua Indonesia Police Watch (IPW) sempat mengingatkan Polda Metro Jaya atas penanganan kasus Mahkota yang mangkrak dan mengingatkan Kapolri akan janjinya Hukum akan tajam ke atas,” tutur Sugi mengingatkan.
Saat itu, lanjut Sugi, 2 Februari 2021, Neta S Pane membandingkan penanganan kasus Mahkota (PT. MPIP dan MPIS) yang mandek dengan penanganan Jouska yang ngebut. Misalnya, Polri memberi keistimewaan dalam kasus yang diduga melibatkan Mahkota Properti Indo Permata milik Raja Sapta Oktohari.
Menurut almarhum Neta, terbukti kasus itu jalan di tempat dan tidak ada proses lebih lanjut. Sebaliknya, dalam kasus Jouska, Polri berlari kencang dan hingga kini sudah 23 orang diperiksa. Untuk itu, IPW mendesak Kapolri Sigit bisa bersikap komit dengan Program Presisinya agar Polri tidak tebang pilih dalam menangani kasus, terutama yang melibatkan putra Osman Sapta Odang (OSO) tersebut.
“Sayangnya, 7 bulan setelah almarhum Neta berbicara dan mengingatkan, kasus Mahkota masih saja mandek. Ini bukan fitnah, baca saja nih SP2HP nya, semua orang hukum juga tahulah. Masa kami Lawyer harus mengajari bagaimana Polda memproses Laporan Pidana, Polda itu lebih pandai, namun sayangnya kepandaian itu langsung lenyap ketika memproses kasus Investasi Bodong atau terlapor kelas kakap,” sindirnya.
Kasus Mahkota hanya 1 dari sekian banyak kasus mandek lainnya seperti Narada dan Kresna Sekuritas. Bahkan permintaan SP2HP tidak diberikan unit 4 karena koordinasi tidak dilaksanakan, makanya di unit 4 kasus OSO, Narada dan Kresna Sekuritas semuanya mandek, malah kasus yang sudah diganti rugi sengaja diperkeruh.
Akibat ulah oknum Polda, tambah Sugi, bukan LQ Indonesia Law Firm, tapi masyarakat korban investasi bodong. Jika para aparat penegak hukum meminta uang kepada korban apa bedanya dengan kriminal, bukankah itu adalah dugaan tindak pidana Korupsi?.
“Seharusnya, ilmu hukum digunakan dalam proses penegakan hukum, bukan ilmu sogok dan suap menyuap, ngak heran investor asing ngak berani masuk dan ekonomi Indonesia selalu nyungsep, karena kepastian hukumnya tidak ada,” pungkas Sugi. (Sofyan)