BERITA BEKASI – Pada prinsipnya, mutasi rotasi merupakan bentuk penyegaran kinerja dan apresiasi bagi peningkatan kompetensi dan pelayanan pemerintahan terhadap masyarakat yang lebih professional lagi kedepan.
Hal tersebut, dikatakan, Sosiolog Fisip Unisma dan Sekum BKMB Bhagasasi, DR. Andi Sopandi, M.Si, menanggapi adanya penolakan dari pihak luar terkait rencana rotasi dilingkup Pemerintah Kota (Pemkot) Bekasi, Jawa Barat.
“Pada prinsipnya, mutasi rotasi merupakan bentuk penyegaran kinerja dan apresiasi bagi peningkatan kompetensi dan pelayanan pemerintahan yang lebih professional,” terang Andi kepada Matafakta.com, Selasa (19/3/2024).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Akan tetapi, kata Andi, mutasi seringkali menimbulkan kontroversi dari berbagai hal seperti, (a) perubahan Pj Kepala Daerah, (b) jelang Pilkada, (c) kepentingan politis pejabat sebelumnya dan (d) kepentingan relasi terkait program pembangunan atau proyek daerah.
“Ke-4 hal ini sering kali menimbulkan polemik kepentingan terutama faktor ke-3 dan 4 sangat dominan,” ujar Andi.
Sehingga, sambung Andi, Aparatur Pejabat Daerah Esselon 2 dan 3, memgalami kegamangan untuk menyeimbangkan kepentingan pejabat sebelumnya yang akan manggung lagi dan kepatuhan PJ. Walikota.
“Umumnya Pj Walikota seringkali diabaikan, karena dianggap hanya sementara kekuasaannya,” imbuh Andi.
Ketika PJ Walikota Bekasi melakukan penyegaran terkait peningkaran koordinasi kinerja pemerintahan, maka muncul konflik kepentingan.
“Idealnya setiap ASN harus mematuhi keputusan pejabat Walikota yang resmi dan tidak berpolitik praktis,” tegasnya.
Termasuk, tambah Andi, keputusan PJ Walikota Bekasi menyikapi kasus kasus ASN dalam tubuh KONI yang di Ketuai mantan Walikota Bekasi sebelumnya.
“Kondisi ini sangat mirip ketika masa Walikota Rahmat Effendi diganti oleh Pj Walikota dari Kesbangpol Provinsi sangat kental konflik kepentingan menjelang Pilkada,” pungkasnya. (Dhendi)