BERITA JAKARTA – Langkah tegas penyidik Pidana Khusus Kejaksaan Agung (Pidsus Kejagung) menetapkan Mantan Dirjen Industri Kimia Farmasi dan Tekstil (IKFT) di Kementerian Perindustrian, Muhammad Khayam alias MK sebagai tersangka bagai mimpi disiang bolong.
Sebab, sejak Direktur Penyidikan Jaksa Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung, Kuntadi menetapkan sebagai salah satu tersangka terduga korupsi impor garam industri pada Rabu 2 November 2022 lalu tiba-tiba MK menghilang.
Pasalnya, sudah 6 kali bergulir persidangan korupsi impor garam industri di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) seolah “lemah” untuk membawa pria kelahiran Jakarta 1962 itu ke meja hijau untuk diadili.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Namun sebaliknya, Jaksa dengan menampilkan sosok “gagah” menyeret lima terdakwa lainnya ke persidangan Tipikor Jakarta, yakni Firdy Juwono (FJ), Yosi Afrianto (YA), Sammy Tan (SW), F Tony Tanduk (FTT) dan Yoni (YN) untuk diadili.
Akibatnya, terdakwa Firdy Juwono yang merupakan kompatriot mantan Dirjen IKFT, Muhammad Khayam alias MK pada Kementerian Perindustrian (Kemenprin) murka dengan sikap pengecut mantan atasannya tersebut.
“Jelas saya keberatan harusnya MK dihadirkan, karena beliau yang menandatangani dokumen, bukan saya. Kalau saya tidak bersalah dan tidak ada kaitannya dengan urusan impor garam industry,” kata Firdy usai persidangan Tipikor Jakarta, Rabu (21/6/2023) kemarin.
Terkait hal tersebut, Akademisi Universitas Trisakti, Dr. Abdul Fickar Hadjar mengatakan, siapapun yang menjadi tersangka atau terdakwa harus dihadirkan di Peradilan untuk membuktikan perbuatannya.
“Jaksa sebagai pihak yang paling bertanggungjawab untuk menghadirkan terdakwa di Pengadilan,” tegas Fickar.
Bahkan doktor hukum pidana itu mengatakan, Jaksa harus menggunakan kewenangannya untuk upaya paksa jika sudah dilakukan pemanggilan secara patut hingga tiga kali pemanggilan. Semua orang sama dimata hukum.
“Harus menggunakan upaya paksa jika sampai dengan 3 kali dipanggil tidak datang. Jika tidak datang Jaksa harus menggunakan upaya paksa membawa terdakwa ke Pengadilan,” tandas Fickar.
Mirisnya lagi, tak hanya Jaksa yang dibuat tak kuasa oleh “tekanan” Muhammad Khayam, Ketua Majelis Hakim, Eko Aryanto pun yang menjadi juru pengadil di Pengadilan Tipikor idem ditto alias sama dengan Jaksa Penuntut Umum.
Alasannya menurut Majelis Hakim Tipikor Jakarta, mereka tidak mempunyai kewenangan untuk meminta Jaksa Penuntut Umum menghadirkan bekas Direktur Industri Kimia Hulu Periode 2016-2018 tersebut.
“Kami tidak mempunyai kewenangan untuk meminta Jaksa menghadirkannya. Dalam putusan sela sudah kami sampaikan bahwa kami tidak mempunyai kewenangan untuk hal itu. Semua kembali kepada Jaksa,” ujar dia diruang sidang, Senin 19 Juni 2023 lalu.
Kini, reputasi Kejaksaan Agung untuk membongkar kasus korupsi kelas kakap ke kursi pesakitan pun dipertaruhkan demi “mempertahankan” seorang tersangka korupsi impor garam industri bernama Muhammad Khayam. (Sofyan)