BERITA JAKARTA – Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Utara kembali menggelar persidangan terdakwa Abu Hasan perkara penipuan dengan modus jual tanah negara, Selasa (20/12/2022).
Persidangan yang dipimpinan Ketua Majelis Hakim, Dian Erdianto dengan Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) menghadirkan saksi ahli Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), DR. Yenti Danasih.
Ahli TPPU berpendapat yang dimaksud Pasal 5 UU TPPU adalah penerima uang hasil kejatan dalam hal ini yang patut diduga memenuhi unsur adalah pelaku yang tidak terlibat pidana asal transaksi yang mencurigakan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Jati diri antara penerima dan pemberi alasannya masuk akal atau tidak, kemudian jumlah. Dan apabila semua wajar tapi ternyata uang hasil kejahatan uang itu dapat diambil kembali,” terangnya.
Ahli juga memberikan pendapatnya mengenai Pasal 3 dan Pasal 5 , menurut ahli ada dua kategori pelaku aktif dan pasif. Pada prinsipnya, pelaku aktif adalah mentransfer, memindahkan menghibahkan hasil dari azas jahat untuk itu harus ada pidana asal.
Sementara, lanjut Ahli, pelaku pasif itu siapapun yang menerima hibah, transferan, pembayaran menggunakan uang hasil kejahatan.
Terkait profile orang (pelaku TPPU) biasanya menghindari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dengan cara menyembunyikan hasil kejahatan tersebut.
“Kejahatan ekonomi tidak cukup dipidana orangnya saja juga tugas para penegak hukum melacak dan mengembalikan kepada yang berhak,” jelas Ahli.
Masih kata Ahli, dalam menentukan TPPU tidak harus nominal yang fantastis, jika digunakan untuk mencicil suatu barang itu modus hanya tidak bisa dilakukan penyitaan terhadap harta yang tercemar sesuai dengan KUHAP.
“Apakah aset yang disita bisa untuk mengganti kerugian korban, selain mempidana bisa melacak yang kemudian bisa dikembalikan kepada yang berhak?, Ahli menjawab, penjelasan penyitaan tentang harta yang tercemar, berbeda dengan pidana korupsi.
Lebih jauh Ahli menegaskan, kapan pelaku TPPU diterapkan yaitu setelah kejahatan asal selesai menghasilkan uang harta kekayaan baru bisa diterapkan.
“Pidana penipuan penggelapan itu masih pidana asal ketika dia menikmati hasil penipuan tadi barulah dikatakan TPPU, kita harus lihat kejahatan asalnya dulu,” jelasnya.
Dikatakan Ahli, untuk menyatakan hartanya bersih TPPU terdakwa harus membuktikan bahwa hartanyana bukan dari hasil kejahatan. Apa bila tidak bisa membuktikan maka Hakim dapat menilai untuk menguatkan dakwaan JPU.
“Apa bila terdakwa tidak bisa membuktikan dari kejahatan asal maka itu tergantung kepada Hakim, JPU selaku eksekutor dapat merampas aset untuk dikembalikan kepada korban tentunya setelah ada putusan Hakim,” tuturnya.
“Penyitaan harus sesuai dengan hak korban. Tidak harus atas nama orang lain atas nama sendiri pun bisa dikategorikan TPPU,” tambah Ahli.
JPU Membacakan Keterangan Terkait Terdakwa Abu Hasan
Karena saksi Julian Himawan Hidayat tidak dapat hadir, maka JPU Subhan Noor Hidayat membacakan keteranganya yang pada intinya, terdapat fasilitas pembiayaaan sebesar Rp150 juta pada tahun 2021.
Pembiayaan itu, dengan jaminan mobil debitur atas nama Abu Hasan yang diketahui pembayaranya melalui rekening Abu Hasan ke rekening virtual Bank Permata. JPU juga membacakan keterangan saksi Darsini dari BPN, Ahli Bidang Pertanahan dan Ahli Pidana.
Dalam dakwaan JPU dijelaskan kasus ini bermula saat terdakwa mengajak saksi korban Joni Tanoto bekerja sama dalam rangka pembebasan lahan seluas 500 hektar di Kawasan Bogor, Jawa Barat.
Terdakwa mengatakan, lahan tersebut nantinya dapat dimiliki secara pribadi, ataupun sebagai investasi untuk dijual lagi.
Terdakwa juga mengatakan bahwa lahan tersebut nantinya dapat dimiliki secara pribadi, ataupun sebagai investasi untuk dijual lagi.
Lebih lanjut, terdakwa menyebutkan kepada korban bahwa dari 500 hektar tanah tersebut, sudah ratusan hektar yang telah dibebaskan. Namun, terdakwa kekurangan modal dan menawarkan korban untuk menginvestasikan dananya sebesar 50 persen.
Kenyataannya, tanah yang dimaksud merupakan tanah aset Negara dari obligor yang dalam penguasaan atau pengawasan Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN).
Selanjutnya, terdakwa mengajak saksi korban Joni Tanoto ke lokasi. Bahwa untuk meyakinkan saksi, terdakwa juga menelepon saksi Suhagus untuk mencabut plang bertuliskan “Tanah Milik Negara Dalam Penguasaan Kementerian Keuangan”.
Perbuatan terdakwa tersebut diatur dan diancam pidana sebagaimana dalam Pasal 378 KUHP Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Atau Kedua: Pasal 3 UU RI Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang atau Ketiga, Pasal 4 UU RI Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dan Kementerian Keuangan. (Dewi)