BERITA JAKARTA – Mantan Komisioner Komisi Kejaksaan (Komjak) Kamilov Sagala menilai perkara yang melilit Asisten Tindak Pidana Umum (Aspidum) Kejaksaan Tinggi, Jawa Barat, saat ini berada dalam pengawasannya.
Sementara, kata Kamilov, Kepala Kejaksaan (Kajari) dan Kepala Seksie Pidana Umum (Kasie Pidum) Kejari Karawang adalah sebagai pengendali perkara.
Sebab kata Kamilov biasa disapa, kasus pidana KDRT terhadap terdakwa Valencya alias Nency Lim merupakan ruang lingkup pidana umum yakni orang dan harta benda (Oharda).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Hal itu, sesuai dengan Pedoman Nomor 3 Tahun 2021, tentang Pengelompokan Jenis Tindak Pidana dan Pembagian Penanganan Perkara pada bidang Tipidum.
“Artinya, kemungkinan yang bertanggungjawab adalah pengendali penanganan perkara secara langsung yakni Kajari Karawang dan Kasipidum sebagai titik perkara,” jelas Kamilov, Selasa (16/11/2021).
Saat ditanya, apakah Kepala Kejaksaan dan Wakil Kepala Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Barat bakal “terciprat” perkara dimaksud?
Kamilov hanya mengatakan, Kajati dan Wakajati Jabar diduga terkena sanksi moril, karena masih dibawah jajarannya.
“Kejati Jabar kena sanksi moril, karena Kejari Karawang dibawah jajarannya,” tandas Kamilov menanggapi kasus tersebut.
Seperti diketahui, Jaksa Agung ST. Burhanuddin meminta kepada jajarannya, perkara tindak pidana ringan agar diselesaikan melalui keadilan restoratif alias kekeluargaan, tanpa harus menjalani persidangan.
Namun yang terjadi justru sebaliknya, perkara Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) atas nama terdakwa, Valencya alias Nency Lim, malah bergulir ke Pengadilan Negeri (PN) Karawang, Jawa Barat.
Al-hasil, terdakwa Nency Lim pun dituntut pidana selama satu tahun penjara oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) di Kejaksaan Negeri (Kejari) Karawang pada, Kamis 11 November 2021 kemarin.
Akibat dari aksi ‘pembangkangan’ tersebut, Jaksa Agung ST. Burhanuddin, memerintahkan Jaksa Agung Muda Bidang Pidana Umum (Jampidum) Kejagung untuk melaksanakan eksaminasi khusus.
“Jaksa Agung merespons cepat atau atensi khusus memerintahkan Jampidum untuk segera melakukan eksaminasi khusus,” kata Kapuspenkum Kejagung RI, Leonard Eben Ezer Simanjuntak kepada wartawan, Senin (15/11/2021) kemarin.
Leonard mengatakan, telah meminta keterangan sembilan orang dari Kejati Jabar, Kejari Karawang serta Jaksa yang terlibat dalam penanganan perkara tersebut.
Dari eksaminasi khusus ini, pihaknya menilai seluruh Jaksa yang terlibat dalam penuntutan itu tidak memiliki kepekaan.
“Dari tahap prapenuntutan sampai tahap penuntutan baik dari Kejari Karawang maupun dari Kejati Jabar, tidak memiliki sense of crisis atau kepekaan,” jelasnya.
Selain itu, kata Leonard, terdapat sejumlah arahan ataupun pedoman pimpinan Korps Adhyaksa yang diabaikan oleh para Jaksa ini.
Pertama, sambung Leonard, adalah Pedoman Nomor: 3 Tahun 2019, tentang Tuntutan Pidana Perkara Tindak Pidana Umum tertanggal 3 Desember 2019.
Kemudian Pedoman Nomor 1 Tahun 2021, tentang Akses Keadilan Bagi Perempuan dan Anak Dalam Perkara Pidana serta Tujuh Perintah Harian Jaksa Agung.
“Sehingga mengingkari norma atau kaidah, hal ini dapat diartikan tidak melaksanakan perintah atau arahan pimpinan,” ungkap Leonard.
Menurut Leonard, Jaksa juga kerap menunda-nunda pembacaan tuntutan sebanyak empat kali dengan sejumlah alasan kepada Majelis Hakim.
“Misalnya, terkait rencana penuntutan yang diajukan ke Kejati Jabar pada 28 Oktober 2021 namun persetujuan tuntutan baru diterima pada 3 November lalu,” pungkasnya Leonard.
Sayangnya, Leonard belum membeberkan lebih lanjut mengenai kesimpulan dari hasil keseluruhan eksaminasi khusus yang dilakukan oleh Kejagung tersebut.
Leonard hanya menyebutkan bahwa Jamwas akan melakukan pemeriksaan fungsional terhadap para Jaksa yang menangani perkara tersebut. Bahkan, Aspidum Kejati Jabar untuk sementara ditarik ke Kejagung untuk menjalani pemeriksaan. (Sofyan)