BERITA JAKARTA – Tertangkapnya Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Edhy Prabowo bukanlah sebuah prestasi buat KPK RI, karena sesungguhnya informasi itu sudah lama beredar, terkait tindak tanduk Menteri KKP RI asal Gerindra itu. Hal tersebut, dikatakan Pengamat Politik Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Studi Masyarakat dan Negara (LAKSAMANA), Samuel F. Silaen.
“Kabar soal tindak tanduk Edhy Prabowo asal Gerindra itu sudah lama, hanya tinggal persoalan waktu saja, karena diberikan KPK waktu untuk memperbaiki, tapi tak kunjung digubris,” kata Silaen kepada Matafakta.com, Kamis (26/11/2020).
Diungkapkan Silaen, polemik kongkalikong seputar izin ekspor benih lobster (benur) sudah lama mengemuka luas diberbagai kalangan media massa, liputan demi liputan baik cetak maupun elektronik sangat vulgar diperbincangkan. Mungkin masalah jam terbang sang Menteri yang kurang, sehingga tidak bisa melihat maut didepan tengah mengintainya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“KPK menyikat Menteri KKP asal partai besutan Prabowo Subianto itu hanya persoalan waktu saja, KPK RI sekarang baik kok, pertama di nesehati. Sebab kisruh yang mengemuka soal perusahaan yang dapat izin ekspor benur itu jadi persoalan mendasar yang sedang ‘dimainkan’ oleh oknum tertentu dilingkungan Gerindra, hingga hebohnya luar biasa,” jelas Silaen.
Tak ayal, sambung Silaen, KPK hanya menyikat yang sudah tuman alias sudah terlalu meminjam istilah kerennya Bang Rhoma, selama tidak terlalu alias tuman, maka KPK tidak terlalu hirau. Sesungguhnya persoalan korupsi ini ibarat fenomena gunung es yang tidak terlihat itu jauh lebih besar.
“Itulah gambaran kasar yang terjadi di republik ini, komentar para banyak pengamat dimedia mssa. Kalau ada yang ‘apes’ maka sejenak perilaku rakusnya birokrat senyap dan diam sementara waktu saja. Lalu setelah hiruk-pikuk tenang atau selesai maka kembali lagi berjalan seperti biasa,” sindirnya.
Dikatakan Silaen, banyak pakar menyoroti keberanian KPK dibawah nahkoda, Firli dan kawan-kawan, itu hanya pujian penghiburan ditengah issue tak sedap yang menimpa KPK pasca operasi revisi UU KPK yang baru. KPK RI selama ini ada kesan jelek bahwa KPK sibuk dengan urusan diri sendiri.
“Tentu kalau bukan karena terlalu alias terlalu tuman (dalam bahasa jawa, sunda) dan vulgar dalam menjual pengaruh kekuasaan dilingkungan Menteri KKP maka seyogyanya, Edhy Prabowo tidak akan dicokok KPK,” ujarnya.
Silaen menduga, masih banyak praktek koruptif yang lebih besar dari pada apa yang menimpa Menteri KKP, tapi dimainkan cantik jadi tidak terendus oleh media dan telinga ruangan sebelah. Mungkin saja memang belum apes bahasa spritualitasnya.
“Jadi, kalau Fadli Zon mengatakan korupsi adalah oli pembangunan, inilah hasilnya, maka tentu punya implikasi terhadap moral hazard birokrat yang jadi pemangku kepentingan orang banyak,” imbuhnya.
Perilaku koruptif itu, tambah Silaen tidak akan pernah habis jadi zero. Sebab itu, cerita panjang soal cerita ditaman Eden kota mula- mula ada.
“Sesungguhnya korupsi itu tak dapat dihindarkan didalam dunia politik, sebab tak ada makan siang gratis, nah tentu semua yang menduduki jabatan politik karena penempatan dan rekomendasi politik tak terlepas dari intrik-intrik koruptif, hanya bisa di minimalisir saja agar tidak tuman alias terlalu,” pungkasnya. (Indra)