BERITA JAKARTA – Sebagai pencari keadilan Peter Sidharta merasa Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Utara (Jakut) telah memberikan pertimbangan yang berkeadilan terhadap dirinya.
Peter Sidharta dibebaskan dari segala tuntutan hukum setelah menjalani proses persidangan panjang dan Hakim menilai tidak ada fakta-fakta yang menunjukkan bahwa terdakwa, Peter Sidharta, melakukan tindak pidana pemalsuan, sebagaimana pasal yang didakwakan kepadanya.
“Saya pribadi punya kebangaan sendiri mengikuti persidangan tuduhan pemalsuan kliennya yang kental dengan transparansi, kejujuran dan kebenaran,” kata Advokat, Yayat Surya Purnadi yang didampingi rekannya, Sutrisno dan Indra Kasyanto dari Kantor YSP & Partners kepada Matafakta.com, Kamis (17/9/2020).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Dikatakan Yayat, Majelis Hakim yang di Ketuai Tumpanuli Marbun serta Hakim Anggota, Tiares Sirait dan Budiarto, benar-benar memposisikan diri netral, seimbang dan sama sekali tidak menunjukkan keberpihakan, sehingga membebaskan kliennya, Peter Sidharta dari segala dakwaan maupun tuntutan hukum.
“PN Jakarta Utara masih tetap sebagai rumah keadilan bagi pencari keadilan. Saat ini, PN Jakarta Utara, benar-benar berisi hakim-hakim berintegritas tinggi,” puji Yayat Surya Purnadi yang juga menjabat sebagai Bidang Humas di Asosiasi Pengacara Syari’ah Indonesia (APSI) ini.
Saya, sambung Yayat, selaku advokat yang sudah lama berkecimpung dalam penegakan hukum bangga dan salut akan hal ini. Saya berharap rumah keadilan yang berkeadilan dan bernurani ini terus dijaga dan dipertahankan untuk memenuhi harapan masyarakat pencari keadilan.
“Dalam amar putusannya menyatakan, terdakwa Peter Sidharta telah terbukti secara sah dan menyakinkan melakukan perbuatan sebagaimana dalam dakwaan kedua, akan tetapi perbuatan tersebut bukan merupakan perbuatan Pidana melainkan perbuatan Perdata,” jelas Yayat.
Untuk itu, Majelis Hakim yang di Ketuai Tumpanuli Marbun melepaskan terdakwa Peter Sidharta dari segala tuntutan hukum atau Onslag van recht vervolging dan memulihkan hak-hak terdakwa dalam kemampuan, kedudukan, harkat serta martabatnya.
“Putusan itu adalah sesuai hasil dari fakta-fakta yang terungkap selama persidangan dan ditambah dengan alat bukti yang tidak menunjukkan adanya tindak pidana sebagaimana dijeratkan dalam surat dakwaan maupun requisitor dalam kasus pemalsuan tersebut,” paparnya.
Rekomendasi Kakanwil BPN DKI Jakarta yang mengatakan, cacat administrasi dalam permohonan hak atas tanah negara yang menjadi dasar terbitnya, SHGB No.6308 Penjaringan atas nama Peter Sidharta di Jalan Bandengan Utara No.52 Blok A-5 RT001/RW015, Kelurahan Penjaringan, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara tidak lah cukup kuat.
“Rekomendasi itu tidaklah sesuai prosedur dan tidak relevan. Hal itu jelas tidak bisa dijadikan dasar untuk membatalkan SHGB milik klien kami Peter Sidharta,” tutur Yayat.
Terbukti, ahli Administrasi Negara Prof. Dr. Zaenal Arifin Husein pun berpendapat surat pernyataan tidak sengketa yang dibuat Peter Sidharta adalah sah, karena pada saat itu tanah tersebut tidak dalam keadaan sengketa. Surat keterangan atau rekomendasi permohonan hak atas tanah negara tersebut pun sah. Oleh karena itu yang menjadi tidak sah adalah rekomendasi Kakanwil BPN DKI Jakarta yang membatalkan SHGB atas nama Peter Sidharta tersebut.
“Mengingat rekomendasi Kakanwil BPN DKI yang tidak sah, sementara sebaliknya surat pernyataan tidak sengketa sah dan permohonan hak atas tanah negara tersebut sah, menjadikan kasus itu tidak bermuatan tindak pidana. Apa yang dilakukan kliennya, Peter Sidharta kami dalam penguasaan serta kepemilikan tanah bersertifikat SHGB No.6308 Penjaringan sesuai tahapan, prosedur dan berbagai ketentuan yang berlaku,” kata Yayat.
Atas fakta-fakta itu pula, Peter Sidharta melalui penasihat hukumnya dari APSI yang dikenal memiliki personil berfigur pejuang kebenaran berharap kepada Kepala Kantor BPN Jakarta Utara agar tidak mengeluarkan sertifikat atas permohonan ahli waris Ali Sugiarto alias Lie Boen Tek atau siapapun, karena sudah menyangkut perkara yang tengah dalam pemeriksaan yang diajukan oleh Peter Sidharta di PTUN Jakarta.
Peter Sidharta sebelumnya dipersalahkan JPU telah memalsukan dokumen terkait surat kepemilikan tanah dan menyerobot lahan yang sesungguhnya milik sendiri. Padahal, lahan yang sebelumnya berstatus tanah negara dan disewanya itu kemudian dimohonkan hak kepemilikannya sesuai tahapan dan prosedur yang berlaku sampai akhirnya kepemilikannya dikuatkan atau didukung SHGB yang sah.
Kendati begitu, ahli waris Ali Sugiarto melaporkannya ke polisi terkait kepemilikan Peter Sidharta atas lahan tersebut. Didukung rekomendasi Kakanwil BPN DKI yang menurut ahli administrasi negara sebenarnya tidak relevan dan tak sah, SHGB dicabut Kanwil BPN DKI. Namun dalam persidangan yang panjang di PN Jakarta Utara, Peter Sidharta akhirnya dibebaskan Majelis Hakim PN Jakarta Utara dari segala jerat hukum pidana. (Dewi)