BERITA BEKASI – Pengamat politik dari Indonesia Pintar Dalam Edukasi (Inspirasi), Bram Ananthaku, menyoroti surat Sekertaris Daerah (Sekda) Pemerintah Provinsi (Pemrov) Jawa Barat dan komentarnya disalah satu media lokal yang menyatakan tidak dapat melanjutkannya proses pengesahan pengangkatan Wakil Bupati Bekasi.
Kepada Matafakta.com, Bram Ananthaku mengatakan, surat itu bernomor:132/3846/pemksm tertanggal 4 September 2020, tentang tidak dapat melanjutkannya proses pengesahan pengangkatan Wakil Bupati Bekasi dengan mengacu pada UU No.10 Tahun 2016 Pasal 176 dan UU No. 23 Tahun 2014 Pasal 375, berdasarkan peraturan perundang-undangan.
Permasalahan tersebut dapat diidentifikasi dalam beberapa pertanyaan:
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
1.Bagaimana mekanisme pengisian kekosongan jabatan Wakil Kepala Daerah menurut peraturan perundang-undangan?.
2.Sejauh mana urgensi pengisian jabatan Wakil Kepala Daerah dalam membantu penyelenggaraan pemerintahan daerah?.
Selanjutnya, sambung Bram, bagaimana mekanisme pengisian kekosongan jabatan Wakil Kepala Daerah menurut Undang Undang:
1.Setelah dilakukan verifikasi dan memenuhi persyaratan, maka Rapat Paripurna DPRD Provinsi Kabupaten dan Kota melalui Pimpinan DPRD Provinsi, Kabupaten dan Kota menetapkan 2 calon Wakil Gubernur/Wakil Bupati/Wakil Walikota terpilih sesuai dengan persyaratan yang diatur dalam peraturan perundang-undangan dan untuk selanjutnya dipilih dalam Rapat Paripurna DPRD.
2.Pelaksanaan Pemilihan Wakil Kepala Daerah dilakukan oleh Anggota DPRD yang hadir dan telah mencapai qourum dalam Rapat Paripurna DPRD dengan memperhatikan Peraturan DPRD tentang Tata Tertib Pemilihan Wakil Kepala Daerah sisa masa Jabatan Periode 2017 – 2022.
3.Dalam proses pengisian kekosongan jabatan Wakil Gubernur maupun Wakil Bupati/Wakil Walikota dilakukan melalui langkah koordinasi dan konsultasi antara Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dengan Kepala Daerah (Gubernur/Bupati/Walikota) dan juga DPRD Provinsi/Kabupaten/Kota baik dalam proses pengunduran diri maupun pengisian kekosongan jabatan serta dalam proses penyusunan Tata Tertib Pemilihan DPRD dengan memperhatikan aspirasi publik/masyarakat luas
Secara urgensi mengingat jabatan Wakil Kepala Daerah itu tidak “tersurat” dalam UUD 1945 (Pasal 18 ayat 4), maka jangan sampai terkesan jabatan tersebut sifatnya “fakultatif”, sehingga muncul permasalahan berkaitan dengan jabatan Wakil Kepala Daerah, diantaranya, yaitu:
- Apakah jabatan Wakil Kepala Daerah itu sebaiknya diisi atau tidak
- Bila jabatan itu akan diisi, maka apakah:
– Dilakukan melalui pemilihan umum langsung, baik secara berpasangan maupun secara terpisah
– Dipilih melalui DPRD, baik secara maupun secara terpisah
– Diusulkan oleh Kepala Daerah dengan persetujuan DPRD kepada Presiden (bagi Wakil Gubernur) dan kepada Menteri Dalam Negeri (bagi Wakil Bupati dan Walikota)
-Diangkat oleh Presiden (bagi Wakil Gubernur) dan Menteri Dalam Negeri (bagi Wakil Bupati dan Wakil Walikota) dari jabatan “karier” yang diajukan Kepala Daerah
Dikatakan Bram, bila jabatan Wakil Kepala Daerah itu akan diisi, bagaimana pengisiannya yang tepat, apakah akan dipilih secara langsung oleh rakyat, atau dipilih secara tidak langsung melalui Wakil Rakyat/DPRD. Sebab UUD 1945 untuk pengisian jabatan Kepala Daerah, hanya menentukan dipilih secara demokratis (Pasal 18 ayat 4).
“Artinya, dapat dipilih secara langsung oleh rakyat (seperti Presiden dan Wakil Presiden setelah amandemen UUD 1945) atau dipilih secara tidak langsung melalui DPRD. Kedua cara tersebut mengandung makna yang sama yaitu sama-sama demokratis,” jelas Bram.
Apabila ditelaah lebih lanjut alasan Sekda Provinsi Jabar untuk tidak dapat melanjutkan proses pengesahan penetapan Wakil Bupati Kabupaten Bekasi terpilih sangatlah aneh. Karena rujukan pengaturannya dalam UU No. 10 Tahun 2016 dan UU No. 23 Tahun 2014 terkesan berlebihan jika dilihat dari segi teknik perundang-undangan.
Menurut Pasal 176 ayat 5 dan Pasal 375 ayat 4 dikatakan bahwa:
Pasal 176 ayat 5 UU No. 10 Tahun 2016 ‘Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengusulan dan pengangkatan calon Wakil Gubernur, calon Wakil Bupati dan calon Wakil Walikota. Sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3) dan ayat (4) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
“Nah aturan PP No. 12 Jelas di Pasal 25 ayat 2, Pimpinan DPRD Kabupaten/Kota menyampaikan usulan pengesahan pengangkatan dan pemberhentian Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota dan Wakil Walikota kepada Menteri melalui Gubernur sebagai Wakil Pemerintah Pusat. Bukan kepada Sekretaris Daerah,” sindir Bram.
Diungkap lebih jauh oleh Bram, Pasal 375 ayat 4 UU N. 23 Tahun 2014, Gubernur sebagai Wakil Pemerintah Pusat melakukan pembinaan yang bersifat umum meliputi:
- Pembagian Urusan Pemerintahan
- Kelembagaan Daerah
- Kepegawaian pada Perangkat Daerah
- Keuangan Daerah
- Pembangunan Daerah
- Pelayanan publik di Daerah
- Kerja sama Daerah
- Kebijakan Daerah
- Kepala Daerah dan DPRD dan
- Bentuk pembinaan lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
“Nah sejauh apa pembinaan dan peran Gubernur selama ini sebagai Wakil Pemerintah Pusat?,” tanya pria berkacamata ini yang pernah menjadi dosen di salah satu unversitas ternama.
Seharusnya, lanjut Bram, metode yang digunakan oleh Pemprov Jabar adalah metode pendekatan yuridis normatif, yaitu ditekankan pada penggunaan data sekunder berupa bahan hukum primer, sekunder dan tersier baik berupa peraturan perundang-undangan, asas-asas hukum dan penelitian hukum dan menggunakan metode deskriptif analitis. Analisis data dilakukan secara normatif kualitatif terhadap bahan-bahan hukum yang terkumpul.
“Tak dapat melanjutkan bukan berarti harus mengulang, harus ada kekuatan hukum tetap yang dipakai sebagai amar putusan dalam pembuktian penyangkalannya. Jangan sampai produk hukum yang ditolak tanpa uji materi secara hukum,” pungkas Bram mengkritisi kebijakan Sekda dan Gubernur Jawa Barat. (Mul)