BERITA JAKARTA – Jika benar DPP PDI-P resmi mengusung bakal calon Gubernur dan Wakil Gubernur di Pilgub Jakarta bukan sosok atau figur yang ramai diperbincangkan netizen atau publik Jakarta, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa Ketua Umum Megawati Soekarnoputri punya pertimbangan khusus dan tidak bisa ditawar-tawar lagi.
“Tentu saja, semua yang terjadi akhir-akhir ini dijadikan bahan pembelajaran dan pertimbangan yang matang bagi Ibu Ketua Umum PDI-P,” terang Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Studi Masyarakat dan Negara (LAKSAMANA), Samuel F Silaen kepada Matafakta.com, Rabu (28/8/2024).
Jangan sampai, kata Silaen, terulang kembali cerita kelam masa lalu belajar dari Pemilihan Presiden (Pilpres) sebelumnya. Jangan terlalu gampang memberikan dukungan ataupun mengusung calon di Pilkada dan terpenting di Pilpres yang akan datang.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Pengalaman Pilpres kemarin, setelah berhasil menang dan duduk disinggasana kekuasaannya sampai 2 periode yang diangkat-angkat sebagai kader terbaik dan dibangga-banggakan yang sekarang masih berkuasa, malah nusuk dari belakang. Kasian kader-kader yang militan,” ujar Silaen.
Hal itu, lanjut Silaen, tentu, menjadi ‘traumatis’ tersendiri bagi Partai moncong putih, sehingga Ketua Umum DPP PDI-P, memilih kader yang sudah teruji dan terbukti dapat menjalankan mandat Partai atas nama rakyat khususnya Jakarta.
“Banyak yang berharap bahwa nama yang bakal diusung PDI-P adalah nama atau figur yang popular dipemberitaan media. Pepatah mengatakan, pengalaman itu adalah guru yang terbaik,” ucapnya Silaen.
“Jadi keputusan yang diambil Ketua Umum Megawati Soekarnoputri tentu saja penuh pertimbangan dan kehati-hatian yang mendalam, agar kejadian masa lalu, tak terulang kembali dimasa yang akan datang,” tebak Alumni Lemhanas Pemuda 2009 itu menambahkan.
Sekali lagi, bahwa Ketua Umum PDI-P tentunya memiliki segudang masukan dan dijadikan pertimbangan. Itulah alasan mengapa harus mengusung calon yang merupakan kadernya, mengapa tidak mengusung figur yang dieluk-elukan oleh para pendukungnya.
“Mengusung figur yang mirip-mirip dengan figur Pilpres kemarin, terbukti tidak setia dan lebih parahnya lagi justru menjadi perusak Konstitusi. Sosok pemimpin yang diawali dengan pencitraan sederhana dan seterusnya tidak jadi ukuran akan berakhir baik,” sindirnya.
Berkaca pada kondisi riel yang terjadi saat ini, bahwa orang yang dicitrakan sebagai wong cilik dan trahnya rakyat biasa, justru menjadi bumerang bagi kelangsungan hidup berbangsa dan bernegara.
“Dan itu jadi pelajaran berharga bagi PDI-P sebagai Partai pengusung Presiden periode lalu. PDI-P tentunya tidak mau sampai kecolongan untuk kedua kalinya. Sebab bila salah usung maka kehancuran yang akan datang menghantam,” imbuhnya.
“Untung saja PDI-P masih beruntung dan bisa selamat dari tsunami politik yang membombardir kandang banteng moncong putih itu. Sebab Gubernur Jakarta yang terpilih, sangat berpeluang besar untuk maju di Pilpres 2029,” ujarnya.
Masih kata Silaen, jadi bisa dibayangkan bila kejadian 10 tahun terakhir ini terulang kembali dimasa 5 tahun yang akan datang. Gubernur Jakarta 2024-2029, tentu saja memiliki peluang besar untuk maju berkontestasi di Pilpres 2029.
“Mampukah mesin Partai memenangkan calon yang diusung? Bila mana calon yang diusung Partai beda ‘selera’ dengan dukungan relawan ataupun basis pendukung calon. Ini menarik untuk dikupas,” tuturnya.
Sebab, tambah Silaen, kemenangan Gubernur sebelumnya juga masih bertumpu pada kekuatan politik relawan dalam melakukan penetrasi ke akar rumput. Maka PDI-P lebih memilih ‘safety’ dari pada sampai ‘tertipu’ lagi karena salah usung.
“Ini bukan perkara kalah-menang, tapi lebih kepada dedikasi dan loyalitas tunggal kepada rakyat lewat program dan penugasan Partai pengusung sebagai mandatori dari suaranya rakyat, guna memakmurkan dan mensejahterakan rakyat,” pungkasnya. (Sofyan)