BERITA JAKARTA – Jaksa Penuntut Umum (JPU) Petrus AP dari Pidana Khusus Kejaksaan Agung (Pidsus Kejagung) mencecar keterangan saksi fakta, Achmad Shoim salah satu Kepala Seksi di Kementerian Perindustrian (Kemenprin), terkait kasus korupsi impor garam industri dengan terdakwa, Muhammad Khayam di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Rabu (6/12/2023).
Kepada saksi Achmad Shoim, JPU Petrus AP mengklarifikasi pengakuannya dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) penyidik Kejagung.
Dalam BAP Nomor 19, Shoim menerangkan penyaluran garam kepada PT. Sumatraco Langgeng Makmur (SLM) sebanyak 82000.500 ton di tahun 2019, 80.000 ton
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Apakah data ini turun dari langit?,” ucap JPU Petrus dalam persidangan yang dipandu Ketua Majelis Hakim, Eko Aryanto.
“Apakah ini data dari Kementerian Perindustrian?,” Shoim menjawab, “mungkin,”. “Jangan mungkin. Anda ini mungkin-mungkin dari tadi ya. Saya peringatkan sekali lagi. Ini persidangan terhormat. Hargai,” tegas JPU Petrus.
Petrus pun mempertanyakan alasan saksi Shiom mengenai penyangkalan BAP miliknya. “Mengapa anda tidak keberatan dengan data ini?”.
Shoim pun mengakui tidak mengetahui mengenai data yang ditunjukan JPU. Namun JPU tampak tak puas dengan pengakuan saksi Shoim. “Tapi ini data dari mana. Apakah dari Kementerian Perindustrian?,” tanya dia.
Dalam surat dakwaan JPU, M. Khayam mantan Dirjen Kimia Farmasi dan Tekstil (IKFT) di Kemenprin periode 16 Oktober 2019 hingga 2022 diduga telah turut serta melakukan perbuatan melawan hukum bersama-sama dengan Fredy Juwono, Yosi Arfianto, Frederik Tony Tanduk, Yoni dan Sanny Wikodhiono alias Sanny Tan.
“Turut serta melakukan perbuatan melawan hukum memanipulasi jumlah data kebutuhan garam lokal atau konsumsi penambahan kuota impor dan meminta kepada PT. Sucofindo agar dalam melaksanakan verifikasi tidak secara rigid dengan menggunakan data-data tidak benar yang diterima dari PT. SLM,” ucap JPU.
Dengan tujuan, sambung JPU, hasil verifikasi yang dilakukan PT. Sucofindo tidak sesuai dengan fakta yang sebenarnya, sehingga kuota impor garam industri menjadi lebih besar yang tidak sesuai dengan kebutuhan dalam Negeri.
Para terdakwa mengetahui hasil verifikasi yang dibuat PT. Sucofindo tidak sesuai dengan fakta yang sebenarnya, namun tidak melakukan evaluasi bahkan mengunakannya sebagai data untuk membuat rekomendasi impor komoditas pergaraman Industri kepada PT. SLM, tanpa dilengkapi data-data yang benar.
Yaitu, tidak mempertimbangkan kemampuan produksi perusahaan industri yang bersangkutan dan realisasi impor perusahaan industri pada tahun sebelumnya dan kemampuan kapasitas unit pengolahan garam serta penyerapan garam lokal.
“Kemudian terdakwa Muhammad Khayam bersama dengan Fredy Juwono, Yosi Arfianto, membuat rekomendasi persetujuan impor komoditas pergaraman industri kepada PT. SLM, tanpa mempertimbangkan kemampuan produksi perusahaan industri serta realisasi impor perusahaan industri pada tahun sebelumnya,” jelas JPU.
Akibat perbuatan terdakwa M. Khayam bersama Yosi Arfianto, Fredy Juwono, Yoni, Sanny Wikodhiono alias Sanny Tan dan Frederik Tony Tanduk memanipulasi rencana kebutuhan garam impor yang mengakibatkan PT. SLM menerima kuota garam impor yang berlebih.
Sehingga, Yoni dan Sanny Tan memperoleh keuntungan dengan cara mengganti kemasan garam impor ke dalam kemasan lokal seolah-olah sebagai produk lokal untuk mengelabui garam yang konsumsi dari garam impor dan dapat diperdagangkan dengan harga yang lebih tinggi dari harga garam lokal, sehingga garam lokal tidak laku dan harganya rendah.
Akibatnya, merugikan keuangan negara atau perekonomian negara sebesar Rp7.623.116.842,68 dan kerugian rumah tangga petani garam sebesar Rp105,09 miliar merupakan bagian dari total hilangnya laba petani garam nasional sebesar Rp5,31 triliun. (Sofyan)