BERITA BEKASI – Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Bekasi mengaku belum menerima rekomendasi hasil audit yang dilakukan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI atas kasus dugaan malpraktik pasien BA yang mati batang otaknya di Rumah Sakit (RS) Kartika Husada, Jatiasih Kota Bekasi, Jawa Barat pada Senin (2/10/2023).
“Kami masih menunggu rekomendasi (hasil audit) dari Kemenkes RI,” kata Kepala Bidang Pelayanan Kesehatan Dinkes Kota Bekasi, Fikri Firdaus, Jumat (20/10/2023).
Saat disinggung soal rekom hasil audit Kemenkes RI itu sendiri apakah akan diberikan sanksi kepada pihak Rumah Sakit dan dokter terkait, Fikri mengaku akan mengecek dan berkoordinasi terlebih dahulu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Kita akan cek dulu, termasuk pemberitaan terkait hasil audit Kemenkes juga. Dari berita itu tertulis baru akan diterima Kemkes rekomnya hari Rabu. Sementara ini kan beritanya sebelum Rabu,” tambah Fikri.
Sementara, Kepala Dinkes Kota Bekasi, Tanti Rohilawati saat dikonfirmasi seputar pengawasan dan pemberian izin praktek dokter, Kadinkes Kota Bekasi, tidak merespon pesan singkat yang dikirim Matafakta.com.
Padahal, jika merujuk hasil audit Kemenkes yang diantaranya terdapat dokter tidak berizin patut dilakukan evaluasi atau audit menyeluruh kepada para dokter atau ditiap tiap Rumah Sakit yang beroperasi di Kota Bekasi.
Sebab, izin praktek dokter itu dikeluarkan Dinkes baik Kabupaten maupun Kota sesuai peraturan Kemenkes RI yang menyebutkan Surat Izin Praktik (SIP) adalah bukti tertulis yang diberikan Dinkes Kabupaten maupun Kota kepada dokter dan dokter gigi yang akan menjalankan praktik kedokteran setelah memenuhi persyaratan.
Sebelumnya, Kemenkes RI melaporkan hasil audit dugaan kasus malpraktik pasien BA mati batang otak di RS Kartika Husada Jatiasih. Adalah anak berusia 7 tahun di Bekasi yang meninggal dunia pasca operasi amandel pada Senin 2 Oktober 2023.
Temuannya menurut Dirjen Pelayanan Kesehatan Kemenkes RI, Azhar Jaya, pihak RS memang sudah melakukan prosedur sesuai SOP, tetapi yang kemudian menjadi catatan adalah tidak adanya surat izin praktik yang dimiliki salah satu tenaga dokter di fasilitas kesehatan tersebut.
“Kalau malpraktik saya bisa bilang yang kita temukan adalah bahwa fasilitas pelayanan kesehatan sama RS-nya itu dokternya tidak punya izin praktek. Itu yang sebenarnya kita sesalkan, tapi yang lain itu perlu kita lakukan pembinaan,” beber Azhar.
Hasil audit disebutnya akan dikirimkan ke pihak RS selambatnya, Rabu 18 Oktober 2023. Meski tidak merinci secara detail catatan evaluasi yang ditujukan ke RS Kartika Husada Jatiasih, salah satu yang juga disorot Azhar adalah kecepatan penindakan.
“Dan memang RS dalam tanda kutip sudah melakukan langkah-langkah untuk penyelamatan, namun demikian kemudian langkah-langkahnya perlu ada yang kita perbaiki,” beber Azhar.
“Ya mungkin waktu penanganannya harus lebih cepat, tapi kan kita lihat secara SOP mereka sudah melakukan SOP, cuman ya itu tadi mungkin pada saat mereka melakukan itu perawatnya, dalam tanda kutip butuh pelatihan lebih dan sebagainya,” sambung dia.
Penilaian Kemenkes RI dipastikan Azhar hanya berkutat pada pemberlakuan SOP. Setiap RS memang tidak bisa menjamin kesembuhan, tetapi mengupayakan keselamatan pasien sesuai prosedur wajib dilakukan.
“Jadi kalau yang dijanjikan oleh RS adalah proses penyembuhan, hasilnya kita nggak pernah tahu, yang penting kita lihat saja, operasi kemudian meninggal bisa, operasi kemudian sembuh bisa, yang kita nilai di sini adalah SOPnya, sudah dilalui apa belum, jadi patokannya bukan pasien sembuh atau meninggal,” pungkasnya.
Kasus semacam ini disinggung Azhar menjadi evaluasi dan pembelajaran bersama, tidak hanya bagi RS tetapi seluruh fasilitas kesehatan di Indonesia, baik swasta juga pemerintah.
Hingga berita ini tayangkan pihak RS Kartika Husada Jatiasih belum memberikan komentar mengenai hasil investigasi bersama pihak Dinkes, juga organisasi profesi. (Dhendi)